Bagian Kedua

104 8 0
                                    

Setel lagunya dong biar tambah baper hahaha












2. Kehilangan Kompas Pengarah

Begitu membuka mata, langit-langit kamarnya terlihat. Kemudian lelaki itu mengarahkan pandangan kepada kalender digital yang ada di atas nakas. Hari ini tanggal 20 Oktober. Ivan menghela napasnya gusar. Seingatnya nyawa dia sudah dilepaskan saja semalam, nyata nya sekarang dia masih bernyawa. Padahal dia sudah tenang ketika terjun ke dalam sungai itu. Ivan mengacak-acak rambutnya heran. Pasti dia mimpi semalam, tapi kenapa rasanya ia benar-benar terjun?

Kali ini ia coba untuk bergegas. Jam sembilan pagi dia ada jam kuliah. Karena itu dia harus bergegas dan kabur lewat jendela seperti biasanya. Ivan terbangun dari tidurnya, dia berjalan mendekati jendela dan membukanya. Ketika jendela itu terbuka, sesosok wanita berada disana tengah berdiri mengamatinya. Wanita itu berdiri di belakang jendela kamarnya, meski sudah ditutupi sesuatu, nyata nya lelaki itu bisa melihat jelas wanita itu.

"Kebiasaan dari dulu nggak pernah berubah,"desis Ivan pelan.

Karena waktu yang singkat, dia bergegas untuk pergi ke kampus. Ketika sudah rapi, dia membawa buku seperlunya, lalu tak lupa ia juga membawa gitar kesayangannya kemanapun. Gitar yang ia miliki sejak SMP, gitar yang menjadi hadiah terakhir dari mama nya sebelum segala hal yang tak diinginkan terjadi.

Ivan bersiap melompat, dia melewati tanaman dan juga pagar yang tingginya satu setengah meter itu.

"Tuhkan kayak orang dongo, setiap pagi liatin gue manjat mulu,"desis Ivan lagi ketika sengaja melihat kekasihnya itu memergoki nya.

Ivan tak memperdulikan hal itu, dia justru tetap melompat hingga membuat salah satu pot tanaman disana terjatuh. Suara jatuh itu terdengar bunyi keras yang membuat ibu tirinya keluar rumah untuk memeriksa. Tepat disaat keluar, Ivan dalam posisi berada di atas pagar siap melompat.

"Van? Kenapa malah lewat situ?"tanya ibu tirinya tak mengerti.

Ivan enggan menjawab, dia menoleh kearah lain seakan tak menganggap suara itu.

"Ivan?"

"Bukan urusan anda,"

"Van, nanti kamu jatuh. Ada pintu depan, kenapa malah lewat sini."

Ivan enggan menjawab lagi. Dia benci ketika wanita tua itu mengurusi kehidupan nya padahal dia sendiri membuat hidupnya hancur secara tak langsung.

"Ivan?"

"Tau ah, udah sana masuk ke dalem, biasanya saya emang lewat sini, lebih cepet,"suara angkuhnya kini memecahkan pagi.

"Sudah makan?"

"Bukan urusan anda,"

"Mau dibawakan bekal?"

"Bukan urusan anda,"

"Mau dibelikan sesuatu mungkin?"

"Bukan urusan anda,"

Wanita paruh baya itu akhirnya menyerah. Dia membiarkan lelaki yang tinggal bersama nya selama lima tahun itu turun melompati pagar. Senyuman tipis dari wanita paruh baya itu selalu ditujukan untuk lelaki yang bahkan setengah mati membencinya.

I Couldn't Cry Because I'm A Man [ 4/4 selesai ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang