Prologue

3.4K 455 14
                                    

"Appa!"

Namjoon berlutut untuk menyamakan tingginya dengan sang anak. Ia pun merentangkan tangannya sehingga sang anak dapat masuk kedalam pelukannya. Dan selanjutnya, ia pun berdiri, mengangkat sang anak dan membawanya 'terbang'.

"ugh, anak appa ini semakin berat—eoh?"

Sedangkan sang anak hanya tertawa dengan riangnya. Merasa tergelitik karena sang ayah memberinya ciuman yang bertubi-tubi. Dari arah dapur, Seokjin datang dengan piring kecil di tangannya.

"Jimin-ie sayang, ayo makan dulu. Eomma tidak mau kau mengeluh sakit perut lagi."

Sejenak, Namjoon dan Jimin saling bertatapan sebelum tertawa—mendengar suara sang ibu yang terdengar lucu di telinga mereka. Tapi karena Jimin mengerti kekhawatiran sang ibu, ia pun menepuk pundak sang ayah untuk minta dilepaskan.

"Appa. Turun."

Sekali lagi, Namjoon mengecup pipi sang anak sebelum menurunkan Jimin dari gendongannya. Ia pun menghampiri sang istri, mengelus punggung nya dan mengecup tengkuk Seokjin. "Apa yang kau buat untuk jagoan kita, sayang?"

Seokjin tersenyum kecil. "Hanya nasi dengan kuah dan sedikit sayuran." Ia menunjukan isi mangkuk itu dan menghela nafas. "Aku takut jika asma nya akan kambuh. Sekolah nya mengadakan banyak kegiatan di musim gugur ini."

Namjoon menusap bahu Seokjin dengan lembut. Sejenak, Seokjin membungkuk untuk menyuapkan makanan kepada sang anak. Dan saat menegakkan tubuhnya, Namjoon langsung merangkul tubuh itu dan berbisik di telinganya.

"Kau kan bisa meminta izin, sayang."

Seokjin mendengus. "Jika saja Jimin belum bisa membaca, mungkin ia tak akan tau jika sekolahnya meminta izin perihal kegiatan itu." Mendengar itu, Namjoon pun tertawa keras. Hingga Seokjin menyikut perut nya karena membuat Jimin menatapnya dengan heran.

"Appa. Kenapa?"

Dengan kasar, Seokjin melepaskan pelukannya dan berlutut untuk menyuapkan makanan sang anak lagi. "Tidak apa-apa, sayang. Appa mu hanya sedang tidak waras."

Jimin menelan makanannya dengan cepat, membuat Seokjin terperangah sejenak. "Sayang, apa tenggorokanmu sudah tidak sakit?" Anak laki-laki itu menggeleng kecil dan membuka mulutnya, meminta makan. Namjoon tersenyum bangga. Ia pun mengacak-acak rambut Jimin.

"Wah, anak appa kuat, ya! Kalau begitu, besok kau bisa saja meminum susu coklat mu lagi."

Dengan mulut penuh, Jimin menatap sang ayah dengan penuh harap. Di sisi lain, Seokjin menatap tajam Namjoon.

"Namjoon-ie."

Namjoon tertawa kecil melihat reaksi dari keduanya. Tiba-tiba, Namjoon mengangkat Jimin saat dirasa makanan dimulutnya telah habis ditelan. "Cha—ayo kita cuci-cuci kemudian tidur!"

Suara tawa yang riang kembali terdengar. Membuat Seokjin tersenyum lembut. Jimin, anaknya itu sangat dekat dengan sang ayah. Dan ia pikir, mungkin Jimin akan menjadi pribadi yang kuat seperti ayahnya. Tapi bisa saja kebalikannya. Karena sampai saat ini, Jimin tidak pernah marah ketika ada hal yang tidak ia suka. Ia pun rentan menangis jika ada hal yang membuatnya sedih.

Ah—mungkin saja ia akan menjadi seperti dirinya.

Seokjin beranjak pergi ke dapur untuk menaruh piring kotor itu sebelum ia sadar dan berteriak keras.

"KIM NAMJOON! JIMIN BELUM MENGHABISKAN MAKANANNYA!"

Dan sayangnya, Namjoon tidak sadar jika ini adalah malam terakhirnya untuk berbahagia.

............

Aku republish ya. :)))
Maafkan aku masih belum bisa melanjutkan. :((( 

SeiRushiel dia bahkan lagi gk mood nulis. haha

Vote + Comment, please?^^

ObviousnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang