Chapter 4

2K 266 23
                                    

"NAMJOON-AH!"

Seruan itu terdengar bersamaan dengan suara pintu yang dibuka dengan keras. Pria yang yang dipanggil hanya menolehkan kepalanya sekilas lalu kembali menatap figura di depannya dengan pandangan sayu.

"Yoongi-hyung, Hoseok-ah..." Namjoon mengeratkan pejaman matanya. "Aku bodoh... Aku terlambat!"

Yoongi dan Hoseok terdiam di tempatnya. Mereka mengerti apa yang dimaksud dari dua kalimat itu. Dan apa yang mereka berdua takutkan sungguh terjadi. Dan mereka menyesal sempat membayangkan semua kejadian buruk.

"Namjoon, tenanglah," Yoongi menangkap tangan laki-laki itu sebelum Namjoon sempat mengamuk lagi. Ruang interogasi memang tempat yang sepi dan tak banyak benda, tapi resiko memecahkan kaca pembatas tetap menghantuinya. "Aku turut berduka atas kematian Jimin, tapi kau harus tenang, Namjoon-ah."

"Hyung, aku gagal menjadi seorang ayah. Aku gagal, hyung," lirih Namjoon dengan suara serak. Ia jatuh berlutut, memegangi tangan Yoongi seolah-olah itu salah satu syarat agar Jimin bisa terbangun dari tidur abadinya.

Hoseok merangkul bahu lebar Namjoon, bergumam dengan nada 'semua pasti akan baik-baik saja' yang malah memicu tangisan Namjoon. Yoongi memberinya tatapan tajam dan ikut berlutut.

"Namjoon, kuatkan dirimu. Aku tahu ini berat. Kau tidak harus memikulnya sendiri."

"Mudah mengatakannya," sambar Namjoon pedas. "Tapi apa kau bisa berdiri tegak jika ada di posisiku? Melihat anakmu terbarinng tanpa nyawa? Tanpa harapan bisa memenuhi semua janjimu padanya? Hyung, kau tidak mengerti!"

"Aku memang tidak mengerti!" balas Yoongi berteriak. "Silakan bilang kalau kami tidak peduli padamu! Tapi jangan kira kami akan membiarkanmu menghancurkan diri lebih dari ini! Kau pikir, apa yang dipikirkan Jimin ketika menutup matanya? Kau! Dia pasti ingin bertemu denganmu yang tersenyum padanya, bukan gila menyalahkan diri seperti ini!"

Teriakan Yoongi membahana ke seluruh sudut ruangan. Hoseok sampai mundur sejengkal dari posisinya. Kemarahan pria itu tidak ada duanya. Zeus pun pasti akan tunduk padanya jika dewa itu masih hidup. Diam-diam ia melirik Namjoon, yang terdiam seratus persen. Tampaknya itu berpengaruh pada kekacauan mentalnya.

Selang beberapa detik, Namjoon akhirnya menarik napas dalam-dalam. Menghapus kasar air matanya dengan kemeja yang kusut. "Hyung benar,"

"Tentu saja, aku pasti benar," Yoongi membanggakan dirinya. Sebelah tangannya menepuk bahu Namjoon.

"Maaf kalau mengacaukan suasana," sela Hoseok. Pandangannya tidak karuan. "Seokjin... Belum ditemukan, bukan? Bisa jadi dia masih hidup."

"Kau yakin soal itu? Tidak baik memberikan harapan palsu disaat seperti ini, Hoseok-ah,"

Hoseok bergidik ngeri. Nada bicara Yoongi barusan seperti ingin menghabisinya. "Maksudku, jika Seokjin masih menghilang, otomatis dia tidak tahu Jimin telah pergi. Seokjin mungkin dipindahkan ke tempat lain dan berhasil kabur. Sehingga para penculik murka, lalu mereka membunuh—"

"Cukup, tidak perlu diteruskan," Namjoon mengerang. Ia terus mengingatkan diri agar tidak mengulang saat-saat di mana ia menemukan Jimin. "Terima kasih, Hoseok-ah. Aku hargai pendapatmu."

"Sebaiknya aku bertanya lagi pada Detek—"

"Tuan Kim!"

Pintu lagi-lagi dibuka paksa hingga permukaannya membentur dinding. Bawahan Detektif Jeon Jungkook terengah-engah, membungkuk dalam sambil bersandar pada lututnya. "Lokasi istri ada sudah ditemukan!"

"Tapi bisakah kalian tidak memotong ucapanku terus!?" kata Hoseok kesal.

.

.

.

"Rokok?"

Suara tinggi itu melengking ke seluruh selasar. Cha Hakyeon, yang saat itu mengenakan kaos abu-abu dilapisi mantel hitam sepanjang lutut, mendongak pada rekannya kemudian menggeleng sebagai penolakan.

"Kau harus menghentikan candumu terhadap nikotin, Taek. Itu tidak baik untuk kesehatanmu," omelnya.

Pria setinggi 183cm itu mengerutkan kening, tidak suka diatur-atur. Malam itu Jung Taekwoon terlihat lebih rapi dari biasanya. Ia mengenakan kemeja lengan panjang berwara biru gelap, celana jeans hingga menutupi mata kaki dan sepatu sneakers. Antingnya berbentuk salib berkilauan saat terkena cahaya temaram lampu.

"Mark menelponku tadi pagi. Dia mengajakmu main denganya di daerah Gangnam. Apa kau akan kesana?" tanya Hakyeon saat memindai layar ponselnya. Ia bersandar pada dinding dengan malas.

Taekwoon menatapnya dengan sorot sulit diartikan. "Kau juga akan kesana?"

"Dia mengajakmu saja. Mana mungkin aku pergi? Aku punya janji dengan Tuan Choi di Myeongdo."

"Aku ikut denganmu."

"Nice choice, Woonie."

"Stop calling me like that, you jerk."

Hakyeon tertawa lepas, tawa yang Taekwoon kenal sebagai pelepas stress alaminya.

Kemudian tidak ada yang bersuara lagi. Asap kelam dari sebatang rokok yang terbakar menjadi saksi atas kebisuan mereka.

Keduanya sekarang berada di dalam sebuah gedung kosong yang tak lagi dilirik masyarakat. Gedung bertingkat dua puluh, yang setengah jalan dibangun pemerintah setempat karena kekurangan biaya.

Cha Hakyeon dan Jung Taekwoon. Dua nama ini terkenal di dunia mafia. Biasanya mereka saling bekerja sama menjual barang-barang ilegal seperti narkoba dan organ dalam di pasar gelap antar negara. Bukan rahasia lagi bila kemampuan berbahasa Hakyeon sangat mengagumkan, terutama dengan keahlian bicaranya yang seakan-akan menghipnotis orang itu.

Hubungan mereka sulit dijelaskan. Taekwoon dikenal memiliki sifat pendiam di atas rata-rata hingga banyak orang menyerah menghadapinya, apalagi dia fanatik kesunyian. Hakyeon termasuk pengecualian. Ia kelewat banyak bicara namun kesabarannya kekal. Hanya masalah waktu agar mereka bisa terlihat mengobrol akrab.

"Kalau tidak salah, Hongbin dan Sanghyuk di dalam, kan?" Hakyeon melemparkan pertanyaan santai, memandangi pintu kaca yang tertutupi kertas putih terang. "Kelihatannya mereka sudah mahir melakukannya, ya?"

Taekwoon melihat ke arah yang sama, lalu bergumam sebagai jawaban. Ia hendak membakar batang yang lain sampai ketika Hakyeon tiba-tiba berjongkok lima senti di depannya. Wajah pria itu mengeluarkan aura-aura berbahaya.

"Taekwoonie Hamjji, kapan kau bisa berhenti menganggap rokok itu camilan, huh?" Nada bicara Hakyeon berubah tajam.

Taekwoon menjilat bibirnya gugup. "Tidak. Jangan asal bicara. Aku—"

Ucapan pria Jung terpotong begitu saja dengan sebuah lumatan mematikan Cha Hakyeon.

.

.

.

okay. and here i am. finally updating with a very short one. and VIXX IS OUT!

SeiRushiel

I miss you guys. :(((

mind for vote + comment?^^

ObviousnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang