Prolog

221 5 1
                                    

Mila segera mengembalikan buku-buku yang tadi dia ambil di rak perpustakaan ke tempat semula. Setelah Fajar, ketua kelas XI IPA 2, datang keperpustakaan untuk memberi tahunya jika Mila dipanggil Pak Hasan–wakil kepala sekolah–diruang kepala sekolah. Dia segera mengambil beberapa buku yang dia pinjam, notebook dan tempat pensilnya yang ada diatas meja baca perpustakaan.

Dengan langkah panjang, Mila berjalan keluar perpustakaan menuju ruang kepala sekolah. Dia berpikir, Pak Hasan memanggilnya karena ada hubungannya sama pertukaran pelajar yang akan dia lakukan bulan depan. Pertukaran pelajar di Melbourn bulan depan bukan hanya sekedar pertukaran pelajar biasa baginya, Mila mempunyai misi tersendiri saat ada di Melbourn nanti. Dia ingin mencari keluarga dari papanya yang tinggal di Melbourn. Mila adalah anak yatim yang hanya tinggal dengan mama dan kakaknya, Adit. Papanya meninggal karena kecelakaan pesawat saat mau kembali ke Jakarta, kejadian itu terjadi ketika Mila berusia 1 tahun.

Mila terus berjalan menyusuri koridor lantai dua. Dia harus menuruni anak tangga dulu jika mau pergi ke ruang kepala sekolah, sebab perpustakaannya berada dilantai dua dan ruang kepala sekolah berada di lantai satu.

Karena jalan dengan terburu-buru, saat menuruni anak tangga terakhir dia terjatuh dan menabrak bahu seseorang. Barang-barang yang dia bawa terjatuh, tapi ada beberapa lembaran kertas yang ikut terjatuh–yang mungkin punya orang yang tak sengaja Mila tabrak. Mila segera membereskan kertas-kertas yang berserakan dan juga barang-barang yang dibawanya meski lututnya terasa perih. Setelah terambil semua, Mila mengembalikan kertas-kertas itu kepemiliknya.

"Ini punya lo, kan? Sorry tadi gue buru-buru," ucapnya seraya memberikan kertas ke cowok didepannya itu.

Mila berniat untuk segera pergi meninggalkan tempat itu menuju ke ruang kepala sekolah. Tapi, sepertinya ada yang yang memanggilnya. Membuat Mila menghentikan langkahnya. Seperti ada seseorang yang jalan mendekatinya, "Buku kamu? Tadi jatuh disitu gak keambil sama kamu,"

Saat menolehkan kepalanya, Mila melihat notebooknya yang ada ditangan cowok itu. "Oh, thanks ya," Mila mengambil notebooknya itu.

"Itu lututnya luka gitu. Gak mau diobati di UKS dulu?"

Mila hanya melihat lututnya sekilas. Memang lututnya sedikit mengeluarkan darah, "Gak usah, entar aja. Gue buru-buru".

Dengan langkah panjang, Mila berjalan menuju ruang kepala sekolah. Saat berada didepan ruangan kepala sekolah, dia mengetuk pintu itu. Dia membuka pintunya, "Permisi, pak!". Dilihatnya ruangan tersebut, ternyata Pak Hasan ada dimejanya yang sedang berkutat dengan laptop dan berkas-berkasnya.

Menyadari ada yang datang memasuki ruangannya, Pak Hasan mengalihkan perhatiannya kepada seseorang yang baru datang itu. Dan saat tahu Mila yang datang, Pak Hasan langsung menyuruh Mila duduk dikursi yang ada dihadapannya. Mila pun menurut dengan perintah Pak Hasan, dia langsung berjalan masuk dan duduk dikursi yang dimaksud Pak Hasan.

Butuh beberapa detik untuk mencairkan suasana diantara mereka. Karena ada tugas lain yang harus diselesaikan, Pak Hasan berdehem kecil untuk sedikit mencairkan suasana. Dari raut wajahnya, Mila dapat melihat sebuah keseriusan dan kebersalahan diwajah Pak Hasan.

"Mm. . . tadi bapak manggil saya?" itulah pertanyaan yang mampu lolos begitu saja dari mulut Mila.

"Iya, betul. Tadi bapak ke kelas kamu, buat manggil kamu. Tapi kamu gak ada,"

"Eh, iya pak maaf. Saya habis dari perpustakaan," kata Mila dengan nada penuh rasa bersalah.

Tak ada sahutan lagi dari Pak Hasan. Untuk beberapa detik, ruangan itu terasa sunyi. Butuh waktu bagi Pak Hasan untuk menyusun kata-kata yang akan beliau sampaikan kepada Mila.

Mila mulai kepo dengan hal yang akan dibicarakan Pak Hasan, "Bapak mau ngomongin apa, ya? Kok kayaknya serius banget?"

Beliau melipat kedua tangannya diatas meja untuk menumpu badannya, "Saya mau bicara serius danhal ini sangat penting sekali."

Mila menautkan kedua alisnya. Terjadi kesunyi selama beberapa saat sebelum beliau melanjutkan bicaranya. "Saya minta maaf sebelumnya, tapi keberangkatan kamu ke Melbourn dibatalkan."

Bagai disambar petir disiang bolong. Berita tak mengenakkan ini telah menghancurkan sebagian besar kebahagiaan Mila untuk bertemu keluarga papanya. Dan kenapa ini terlalu tiba-tiba setelah Mila merencanakan semuanya saat dia akan berada di Melbourn nanti. Dan apa yang harus dia katakan pada mama dan kakaknya?

"Kenapa bisa gitu, pak? Ini gak adil," bantah Mila berusaha mencari kebohongan dari mata Pak Hasan. Tapi tidak ada sebuah kebohongan disana.

"Maaf, Mila. Tapi semua ini pemerintah kota dan negara yang sudah memutuskan. Dan mereka juga sudah ada penggantinya. Saya sudah membela kamu, tapi tetap tidak bisa," dengan kesabaran Pak Hasan memberikan pengertian kepada Mila agar siswinya itu menerima dengan lapang dada.

Beliau tidak tahu, ada alasan lain yang membuat Mila menerima penawaran untuk ikut pertukaran pelajar. Dan sekarang pun tak ada alasan lain baginya untuk membantah karena ini adalah kemauan pemerintah kota dan negara.

Tanpa izin dan permisi, Mila meninggalkan ruangan tersebut. Dia berlari tanpa arah dengan air mata yang telah membasahi pipi. Setengah kebahagiannya telah hilang. Setengah impiannya telah melayang.

Mila terus berlari dengan tangan kiri yang memegang notebook dan alat tulisnya dan tangan kanan yang dia pakai untuk menutup mulutnya agar suara isak tangisnya tak terdengar keseluruh penjuru koridor.

Seseorang yang telah menggantikan posisinya sangat beruntung. Dia ingin sekali menjadi seseorang itu karena memiliki keberuntungan. Dia tak membenci seseorang itu. Dia juga tak membenci pihak sekolah ataupun pemerintah. Tapi, dia membenci kenyataan. Kenyataan pahit yang harus dia terima diatas kebahagiaannya itu. Dan kebahagiaan itu telah hilang karena tergantingan oleh sebuah kenyataan pahit.

Dan ada satu hal yang Mila tak tahu. Bahwa diujung koridor sana, ada seseorang yang melihatnya sedang keluar dari ruang kepala sekolah dan berlari entah kemana sambil menangis.

The RealityWhere stories live. Discover now