Rumah

41 4 0
                                    

Malam sudah larut, hampir tengah malam, udara dingin menyapu bersih seluk beluk hutan hutan, tanpa terkecuali. Disinilah mereka sekarang, dua anak kecil yang baru saja keluar dari hutan gelap itu kini sudah bertengger manis di bingkai jendela besar di sebuah rumah besar milik Azriel. Terjadi percakapan tidak penting antara dua orang anak.

"Sarah mau minum? Lho...!!!" Azriel terkejut, Sarah malah menangis lagi setelah mereka pulang. Tentu saja pulang ke rumah Azriel.

"Kok ke r-rumah s-siapa ini...hiks..." Sarah hanya terisak sambil menunduk tapi Azriel dengan jelas dapat melihat cairan bening itu membasahi piyama kotornya. Sarah sedih dan kalau Sarah sedih biasanya ia marah, dan ia marah sekarang.

Hiks...hiks...

"A-aku mau..."

"hm?? Apa??"

"Aku harus..."

"..."

"A-aku..."

Sarah yang sedari tadi menunduk mengangkat wajahnya, menatap tajam Azriel yang diam membisu, tanpa rasa ragu sedikitpun. Terlihatlah sudah airmata yang mengalir dipipi tembemnya, matanya sudah merah, ia mengusap airmatanya kasar lalu berujar keras,

"Aku harus pulang atau kau akan mati!!"

"M-mati?!" Azriel gelagapan, ia tidak mengira akan seseram ini. Bodoh saja ia tidak tau kalau peramal cilik di depannya ini bisa mengutuk orang. "J-jangan bunuh Azriel, ya?"

"Hoho... Sarah tidak akan membunuhmu kalau kau membawa putri cantik ini pulang ke rumah." Ucap Sarah dengan nada congkak sembari memukul mukul dadanya sendiri.

"Ini rumah, rumah Azriel." Elak Azriel, tentu saja ia tidak bersalah toh Sarah cuma bilang suruh bawa ke rumah. Ya ini rumah Azriel.

"Sarah maunya ke rumah Sarah!" Sarah tetap ngotot dibawa ke rumahnya.

"Nggak bilang... Kalau itu sih Azriel nggak tau." Ucap Azriel mengerucutkan bibirnya dan memalingkan wajahnya. 'Aku nggak salah, kenapa juga dia nggak bilang yang jelas kalau mau ke rumahnya.'

"Aa!!"

Sarah kesal. Gadis bersurai hitam sebahu itu hanya cemberut sambil menggembungkan pipi gembilnya. Kenapa juga ia harus ikut Azriel? Dia tidak membawa Sarah pulang ataupun membantu menemukan jalan ke rumah.

Hening menguasai. Beberapa menit mereka habiskan untuk menyelami pikiran gila mereka masing-masing.

"Azriel itu bodoh ya?"

"..."

Azriel tidak membalas ataupun marah karena anak laki-laki itu malah tertidur dengan posisi duduk dan bersandar pada sisi jendela. Merasa ada yang aneh, Sarah menengok ke samping, ada Azriel yang terlelap manis. Namun Sarah masih kesal dan ingin mengeluarkan uneg-uneg nya, percuma kan kalau tidak membuat pembuat kesalnya takut. Selanjutnya, ia menoel-noel hidung mancung bocah itu, respon yang tidak diharapkan, Azriel hanya menggerak gerakkan hidungnya beberapa kali namun matanya tetap terpejam.

Sarah geram lalu bertindak lebih kejam, ia menjepit kedua lubang hidung Azriel dengan jari jari mungilnya, selain itu ia juga membekap mulut Azriel dengan tangan satunya. Merasa tidak ada akses udara masuk ke paru parunya, kali ini Azriel menggeliat tidak nyaman. Sesaat kemudian ia membelalakkan matanya dan mencoba melepaskan tangan Sarah dari wajahnya, wajahnya sampai membiru. Karena takut jadi pembunuh, Sarah pun melepaskan tangannya dan Azriel langsung mengambil oksigen sebanyak banyaknya, ia terengah-engah. Kasihan Azriel.

"woah! Azriel tadi liat cahaya, kirain Azriel apa! Mau kesana eh malah di tarik sama Sarah ke belakang." Seru Azriel pada Sarah saat ia sudah bisa mengatur pernafasannya kembali.

Sarah hanya menatap Azriel bingung, lucu sekali ada cahaya padahal dari tadi Azriel merem dan Sarah juga nggak liat ada cahaya lewat. Tapi Sarah lega sekali Azriel tidak mati, atau yang paling parah Azriel marah, tapi tidak, dia terlihat biasa-biasa saja tadi.

Hening kembali, tidak ada dari mereka yang memulai pembicaraan. Azriel juga tidak mungkin tidur lagi karena itu percuma, mungkin selanjutnya ia akan dicekik Sarah, daripada mati, ia lebih senang bergadang.

Semuanya mulai membosankan, hanya ada percakapan dua bocah kecil yang tidak bermutu sepanjang malam ini.

Akhirnya, diputuskan datanglah dua orang yang mereka berdua kenali, Langit dan Mama Ilma sudah melewati pagar rumah Azriel dan tentu saja mereka melihat Azriel duduk manis di jendela kamarnya bersama satu orang tamu manis.

Mama Ilma berlari dengan semangat bersama Langit menuju dua orang yang mereka sayangi, namun saat sudah sampai perlakuan pada keduanya berbeda. Langit di tendangi adik kecilnya itu sedangkan Azriel dijewer sang mama. Laki-laki memang selalu tersiksa.

"Kakak ninggalin aku!" Kata Sarah sambil terus membabi buta kakaknya.

"M-maaf dek!" Jawab Langit memohon.

"Bocah kecil! Disuruh tidur malah ke hutan!" Ucap Mama Ilma setengah emosi.

"Maaf ma!" Sahut Azriel pasrah telinganya dijewer.

Ilma lanjut menunjuk kearah Langit, tanpa aba-aba ia ganti menjewer telinga Langit. "Kakak! Nggak bisa jaga adek juga!" Ucapnya yang masih emosi.

"A..a...aw... Maaf bu!" Kata Langit yang merasakan panas menjalar dari bagian telinga kanannya akibat jeweran maut sang mama Ilma. 'perasaan tadi dihutan nggak galak-galak banget.' Pikir Langit.

Selain itu, Sarah malah ikut ikutan mengadu, ia menunjuk ke Azriel,

"Bu! Azriel tadi juga bohongin Sarah!" Ucap Sarah sambil menyeringai kejam. Azriel hanya balas menatap horror ke Sarah.

"Apa!" Sentak Ilma

"Maaf ma! Maaf Sarah!" Azriel sudah meminta maaf sebelum tangan maut ibunda menyentuh telinga satunya. Dan berhasil.

Mama Ilma kemudian menatap lembut Sarah, ia tersenyum dan berkata,

"Ayo pulang Sarah, saya anter." Yang kemudian dibalas anggukan mantap dari Sarah. Mereka saling tatap dan senyum, tidak mengindahkan dua sosok anak laki-laki yang meringis kesakitan di samping mereka. Sekejap kemudian, serentak Sarah dan Ilma menatap bengis dua sosok itu.

"Kalian berdua, Laki-laki tidak berguna!" Seru keduanya secara bersamaan.

"..." Dan yang di bentak speechless dan meratapi nasib, kenapa juga mereka menjadi laki-laki.

#

"Makasih bu udah bawa Sarah pulang." Ucap seorang laki laki paruh baya sopan yang tidak lain adalah papa dari Sarah.

"Iya bu! Tadi kebetulan ketemu saya di depan rumah. Kalau begitu saya langsung pulang saja pak, anak saya sudah ngantuk ini." Jawab Mama Ilma dengan nada yang sangat lembut sambil menatap Azriel yang menggelayut pada bajunya dengan penglihatan yang berkunang-kunang memikirkan kunang-kunang.

"Oh, iya bu, mari." Ujar papa Sarah.

Kemudian mama Ilma dan Azriel pulang berjalan kaki, setelah punggung mereka menghilang di tikungan kami sekeluarga pun masuk ke dalam rumah.

#

"Azriel, kenapa tadi kamu malah ke hutan?" Tanya ibu Ilma lembut.

"Mimpi listrik mati tadi aku mau cari kunang-kunang buat cadangan, ketemu Sarah bawa kunang-kunang tapi mau dia buang!" Ucap Azriel antusias, ia ingin segera pulang, sekarang botol kunang-kunang itu ada di kamarnya dan menunggunya datang.

"Untung juga kamu ilang tadi, tetangga baru kita ganteng-ganteng dan cantik."

#

"Tunggu Langit! Papa mau omong." Ucap papa setelah menutup pintu sambil melihat ke arah Langit yang hendak naik ke kamarnya. Langit berhenti.

"Hm?" Jawab Langit malas.

"Kamu pikir papa nggak tau, di depan rumah Bu Ilma itu hutan, kenapa Sarah bisa di hutan sampe malem gini?" Kata papa tegas.

"Pikir aja sendiri." Ujar Langit tak berminat yang lalu meninggalkan papanya yang membentak-bentak dibawah.

#

Langit menyayangi adiknya, ia sangat bersyukur tadi bisa bertemu kembali dengan Sarah. Karena Sarah adalah satu-satunya orang yang harus ia sayangi dan lindungi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Darling SarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang