Ep.4

14 1 0
                                    

Esok hari dengan sentak kejut aku panik karena aku tak melihat anko pagi hari itu. Lalu.. aku melihat sebercak cahaya di belakang pintu. Dengan penasaran ku berjalan kesana. Ketika kubuka pintu ternyata Anko sedang mencoba memasak di dapur.. "huhh bikin panik ajaa" gumam-ku. Stelah bersiap" kami pun merencanakan kemana tempat yang akan kami datangi.

Aku sempat senang karena walau kami sedang berencana liburan dia masih tetap mengingat akan imannya, yakni ke tempat ibadah. Aku sedikit bangga mempunyai pacar sepertinya.. walau pada awal bertemu kami tidak mengerti satu sama lain. Namun yaa.. waktu tetap berdetik dan perasaan pun mulai mencair secara perlahan.

Pada saat kami ke tujuan terakhir sebelum pulang yakni sebuah wihara tua yang sangat terlihat tidak baik keadaannya itu. Aku pertama berpikir itu sungguh tempat yang sangat kotor dan usang. Namun.. saat penjaga wihara mengantar kami masuk ke bagian bawah wihara.. aku tak dapat mempercayainya. Sungguh banyak macam lilin pelita yang menyala untuk seseorang yang telah dialam kekal. Keindahan wihara itu sungguh sangat mengharukan.. karena dari wihara" baik yang pernah kumasuki hanya wihara inilah yang mempunyai patung Buddha yang penuh cahaya lilin disekitarnya. Aku memang salah.. aku tak boleh melihat sesuatu dengan mata telanjang dan langsung menilainya. Mulai saat itu aku belajar sangat banyak dari Anko.. dirinya yang melihat lilin pelita itu dengan senyum yang sangat manis itu.. membuatku meleleh. Kami pun berdoa disana lalu pulang.

Ketika sampai.. kami berpisah dan kembali ke rumah masing" karena esok hari adalah hari senin.. yaa.. anak skolah pasti mengerti.

Esok harinya, saat matahari telah menampakkan dirinya.. aku seperti biasa bersiap untuk sekolah.. setelah sampai disekolah anak osis menyebarkan selebaran-selebaran dalam memperingati hari Anniversary sekolahku ke-36. Pada saat itu juga aku mengajak Anko untuk ikut lomba itu. Pada saat jam istirahat kami membicarakan hal itu di meja kantin.

"Anko, nih kamu udah dapat kabar kan tentang lomba menyanyi di sekolah kita?" -Takio

"Iya memang kenapa?" -Anko

"Yah.. Kamu ikutanlah suara kamu kan bagus" -Takio

"Hmm.. Gak.." -Anko

"Loh kenapa? Hadiahnya lumayan lo." -Takio

"Okei, aku bakal ikut kalau kamu juga ikut lomba itu. Gimana?" -Anko

"Tapi kan.. kemampuanku cuma bermain biola.. aku tak bisa menyanyi sepertimu."
-Takio

"Yasudah.. berarti aku gak mau ikutan"
-Anko

"Oke-oke dehh.. aku ikutan. Tapi kamu harus ajarin aku caranya. Oke?"-Takio pasrah

"Okeii" -Senang Anko

*Krringgg

"Yuk kita kembali ke kelas udh bel nih" -Anko

"Okay" -Takio

Setelah pelajaran usai pun dalam waktu sekitar 3 hari sebelum lomba. Dalam 3 hari itu aku belajar bernyanyi di rumah Anko walaupun sangat sulit tapi dia tak mau aku menyerah.

Seringkali aku berkata padanya,
"Lebih baik aku tidak ikut dalam lomba itu. Aku hanya akan mempermalukan diriku saja nanti disana."
Tapi dia berkata "Jangan putus asa begitu dong.. siapa tau kamu menang nanti hahahha..." Jawabnya.

Di hari terakhir sebelum kami tampil dia mengajakku ke suatu tempat band. Disana sangatlah berisik. Namun permainan drum, gitar dan bass nya juga sangatlah bagus.

Disana dia berkata :"Coba kamu dengar beat dari lagu ini"-Anko sambil meminta vokalis band menyanyikan lagunya.

Suaranya memang merdu.. tapi aku lebih suka suara anko.. Musik pun dimainkan dengan beat yang sama. Jadi sangatlh mudah dipahami. Bosan.. sangatlah bosan.. aku hanya mendengar dan tak dapat bermain sama sekali.

Whisper Of Love In The Violin 🎻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang