Hari ini, hari pertamaku di perusahaan yang ada di negara berkembang, Indonesia. Negara dengan seribu budaya dan adat istiadat akan membuat perusahaan Ayahku semakin berkembang pesat.
DVANT Corp. adalah perusahaan raksasa yang bergerak di bidang perhotelan, taman hiburan dan pusat perbelanjaan. Perusahaan kami menjadi salah satu dari lima perusahaan paling berpengaruh di dunia.
Aku selaku anak tunggal dari Wira Dhanvant akan menjalani tugas pertamaku menjadi CEO disini.
"Tapi Ayah, aku lebih suka di USA daripada disini."
"Tidak ada bantahan. Disini atau melihat bangkai ayahmu?" ancam Wira.
Aku mendengus sebal, lihatlah beliau selalu semena-mena padaku. "Baiklah... apa yang tidak buat ayah!" kataku semanja mungkin.
"Good boy," katanya sambil mengacak rambutku.
Aku melangkahkan kakiku di lantai porselen perusahaan Ayah, beberapa mata wanita memandangiku seakan mereka ingin menerkamku.
Aku bergidik ngeri. Indonesia dengan USA sama saja, tidak bisa melihat pria tampan.
"Lewat sini pak Abhi," pria paruh baya itu mengarahkan langkahnya.
Mataku tak henti-hentinya menatap sekelilingku, ruangan khusus untukku sangat berbau Indonesia, ornamen pahatan kayu jati menjadi pembukanya, lukisan-lukisan khas alam Indonesia tertata rapi di beberapa sudut ruangan.
Hingga mataku menatap satu lukisan berukuran sedang, bergambar burung ... entahlah, aku tidak pernah melihat burung itu di kebun binatang manapun. Bulunya berwarna oranye dari kepala hingga ekor, matanya berwarna coklat terang seakan menatapku.
Tapi entah mengapa aku justru menyukainya, goresan cat airnya begitu nyata, setiap lekuk tubuh burung itu tampak asli, begitupun bulu-bulunya.
"Siapa pelukisnya pak sulthon?" tanyaku pada pria yang menjabat sebagai sekretarisku.
"Ibu anda Pak Abhi."
"Really?" tanyaku.
"Iya pak, Ibu anda sendiri yang melukis ini waktu berlibur di Mesir."
Berlibur ke Mesir? Kapan? Aku memutar kejadian beberapa taun yang lalu.
Bingo!
Sekitar 10 tahun yang lalu, saat umurku masih 18 tahun, saat itu Ibu bertengkar hebat dengan Ayah. Ibu selalu punya kebiasaan berlibur setelah bertengkar dengan Ayah dan ketika pulang liburan Ayah dan Ibu rukun kembali.
Tapi ada yang aneh ketika Ibu pulang dari liburannya waktu itu, Ibu seringkali berbicara sendiri. Bukan, beliau tidak gila hanya saja...
Aku menggelengkan kepalaku, mengusik pikiran itu jauh-jauh.
"Anda tidak apa-apa pak Abhi?" tanya pak Sulthon.
"Panggil Abhi saja pak," sanggahku cepat.
"Tap--"
"Saya tidak menerima penolakan," Tegasku.
"Baik pa, maaf tuan."
"Apalagi tuan, jangan panggil say--"
"Maaf tuan, saya hanya menjalankan perintah dari tuan besar."
Aku memutar bola mataku, "Terserah."
Aku benar-benar benci ketika orang hanya memandangku hormat, membungkukkan tubuh mereka, dan tubuhnya bergetar ketika berbicara padaku, hei, aku manusia. Bukan hantu. Jika Ayahku gila hormat, maka aku sebaliknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Avis Pulchra
Fantasy"Burung Phoenix dalam mitologi Mesir adalah sejenis burung api legendaris yang keramat. Burung api ini digambarkan memiliki bulu yang sangat indah berwarna merah dan keemasan" Siapa yang menyangka dalam peradaban super canggih tahun ini tersimpan sa...