Aku benar-benar menikmati pekerjaan disini. Meskipun Indonesia masih kategori negara berkembang, tempat ini cocok menjadi tujuan wisata paling dinikmati oleh wisatawan asing. Ayah memang hebat untuk urusan bisnis.
"Pak Abhi, sudah sampai," panggil sopir pribadiku.
Pintu mobil bermerek Jaguar itu dibuka oleh pak Sulthon, "selamat pagi tuan Abhi."
"Selamat pagi pak Sulthon," jawabku sembari melepas kacamata hitamku.
Aku melangkahkan kakiku memasuki hotel tempatku bekerja selama satu bulan belakangan ini. Menyusuri tiap-tiap kubikel tempat ratusan orang yang berjuang di kerasnya kehidupan ibukota Indonesia, Jakarta.
Langkahku terhenti ketika melihat wanita itu lagi, si redhead. Ia terlihat sangat bersemangat rupanya, menggosok pintu kaca ruang kerjaku sembari melantunkan lagu lokal. Aku mengisyaratkan agar pak Sulthon meninggalkan kami berdua.
Aku meneliti semua gerakan tangannya yang cekatan, beberapa kali ia menyemprotkan cairan pembersih pada meja kerjaku, menata tiap-tiap berkas dalam satu map.
Darimana dia tau kalau itu satu berkas yang sama? gumamku.
"Avisa Qiandra, lahir di Jakarta, 2 April 1994. Anak pertama dari 3 bersaudara, lulusan SMA Negeri terbaik di Jakarta. Bekerja sambilan dengan menjadi guru les di rumahnya, juara 1 lomba menyanyi tingkat nasional, makanan pedas adalah favoritnya, dan yang terakhir suka belum pernah pacaran. Apa itu benar kau Redhead?" Kataku menyudahi.
Tubuhnya tampak menegang, ia lalu kembalikan tubuh mungilnya menghadapku. Wajahnya menunduk ke lantai marmer.
Apa lantai itu lebih menarik daripada aku?
"Jika aku sedang berbicara padamu, tatapan mataku Mrs Qiandra!"
Seketika itu bola matanya yang coklat terang menatapku sendu, matanya yang indah itu sesekali berkedip. Tak ada satu kata yang keluar dari bibir merahnya.
"Jawab pertanyaanku Avisa." Ucapku.
Ia menelan salivanya lalu menarik napas panjang, " iya pak Abhi, itu saya."
Sebuah senyuman terbit di wajahku. Aku suka sekali dengan suaranya. Tangan mungilnya itu bergerak gelisah.
"Bersikaplah biasa Avi, aku tidak menggigitmu." Kataku setenang mungkin.
Aku berjalan melewati wanita berambut merah keemasan itu, wangi stroberi langsung menyeruak. Aku duduk di kursi sembari melipat kaki kanan yang bertumpu pada kaki kiriku. Aku meneliti setiap senti lekuk wajahnya.
"Duduklah Avi, rilekskan tubuh tegangmu itu. Aku sedikit terganggu melihatnya."
"Ba-baik pak," balasnya.
Ia duduk tepat di hadapanku dan lagi-lagi matanya tidak menatap mataku.
"Kuperingatkan untuk yang terakhir kalinya Avi, jangan mengalihkan pandangan matamu dari mataku!" kali ini nada suaraku meninggi.
Avi langsung tersentak dari duduknya, ia memegang dadanya sambil meringis. "Ma-maaf pak."
Manik matanya kembali bertemu dengan manik mataku, kini ada kilat sakit di manik matanya. Wajahnya berubah menjadi pucat sejak bentakanku tadi,
"Are u okay?"
Avi hanya mengangguk untuk membalas pertanyaanku kali ini.
Aku menghela napas kasar, darimana aku belajar sikap kasar seperti itu? Ah iya, dari ayahku ketika beliau mendapati ibu yang tidak menatapnya ketika mereka berbicara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Avis Pulchra
Fantasy"Burung Phoenix dalam mitologi Mesir adalah sejenis burung api legendaris yang keramat. Burung api ini digambarkan memiliki bulu yang sangat indah berwarna merah dan keemasan" Siapa yang menyangka dalam peradaban super canggih tahun ini tersimpan sa...