Meet U

33 2 2
                                    


Park Jihyun POV's

Suara nyaring dering ponselku berbunyi tepat pukul 5 pagi. Lagu BTS-Outro Wings menjadi penyemangatku di tahun baru ini, terlebih di hari yang bersejarah seperti sekarang. Ya, aku akan menjalani masa orientasi di universitas impianku, Seoul National University (SNU). Ibuku mengatakan bahwa pertemuan pertama adalah penentu masa depanmu, maka dari itu aku tak boleh terlambat. Secepat kilat aku masuk kamar mandi dan 30 menit kemudian aku sudah siap dengan segalanya.

Aku terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja, ayahku bekerja sebagai sektretaris di salah satu perusahaan "yang cukup terkenal" di Korea, sedangkan ibu membuka sebuah toko baju yang tak terlalu besar. Walaupun gaji ayahku cukup untuk membiayai hidup kami, ibuku tak mau jika hanya duduk diam dan meminta. Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, aku selalu masuk sekolah favorit karena prestasiku. Bahkan sekarang aku juga masuk SNU karena prestasiku. Menjadi anak tunggal bukan menjadi alasanku untuk bermalas-malasan.

Sejak tahun pertama masuk sekolah menengah atas, aku sudah menjadi part timer di salah satu café yang yah..lumayanlah untuk kebutuhan sekolahku. Menjadi seorang pekerja part time bukanlah hal yang gampang, karena selain bekerja kau juga masih harus memikirkan kewajibanmu sebagai seorang pelajar. Terlebih mata pelajaran yang masih ditentukan oleh sekolah, belum jam pelajaran tambahan untuk kelas tiga. Huh, tapi aku sudah bisa bernapas lega sekarang. Karena aku bisa mengatur jadwal kuliahku sendiri dan jika aku ingin menjadi part timer lagi itu mungkin tidak akan terlalu membuatku kesulitan.

"Jihyun-ah, ppalli (cepat)!" teriak ibu dari lantai bawah.

"Ne, eomma (ya, ibu)." Aku bergegas mengambil keperluanku dan menuju ruang makan.

"Apa kau sudah mengecek semua keperluanmu hari ini? Jangan sampai ada yang tertinggal!" ucapnya seraya menuangkan segelas susu.

"Sudah, semuanya lengkap!"

"Cantiknya putriku, makan yang banyak agar kau tidak kelaparan nanti!" celetuk ayah dengan mengusap halus rambutku.

"Aku berangkat, annyeonghigaseyo (sampai jumpa)." Kataku berpamitan.

"Kau tak mau berangkat bersama ayah?" Tawar ayah. Aku menggeleng.

"Aku bisa naik kereta bawah tanah, lagipula kampusku dan kantor ayah arahnya berlawanan. Nanti ayah bisa terlambat. Aku berangkat.." Pamitku seraya berlari.

"Joshime (hati-hati)!" Teriak beliau berdua.

***

Di jam-jam seperti ini, kereta bawah tanah adalah pilihan yang tepat. Kondisi gerbong yang sangat lenggang membuatmu bebas menentukan di mana kau akan duduk.

"Permisi, apa aku boleh duduk di sampingmu?" Tanya salah seorang penumpang.

"Ya, silahkan." Ucapku singkat seraya memasangkan headphone di telingaku. Tak lama kemudian kereta sudah sampai di stasiun dekat kampusku. Aku pun beranjak dari tempat duduk ku. Tiba-tiba saja seseorang yang tadi duduk di sampingku muntah-muntah dan mengeluh kesakitan.

"Gwenchanayo (apakah kau baik-baik saja)? Ya, gwenchanayo?" Tanyaku panik. Dia tak menjawab

"Dowajuseyo (tolong)!" Aku semakin panik ketika tidak ada orang di sekelilingku. Kurogoh ponselku dan memanggil ambulance.

"Iya, aku di stasiun bawah tanah Seoul. Jebal ppallijuseyo (kumohon cepatlah)!"

"Hey, gwenchanayo?" Ucapku seraya memegangi tubuh laki-laki itu. Beberapa saat kemudian petugas kereta bawah tanah datang, menghentikan kereta secara cepat dan membawanya ke rumah sakit.

BE(LIE)VETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang