3

205 1 0
                                    

Camille menatap ponsel hitam miliknya dengan geram. Ponsel sialannya itu tak mau berhenti berdering, dan mau tak mau dia harus mengangkat panggilan tersebut.

Sebelum benar-benar ia mendekatkan ponsel di telinganya, suara teriakan dan tegas menyambutnya.

"Segeralah ke kantorku atau semua aset pribadimu akan kusita. Cepatlah sialan!" Ujar ayahnya, lalu segera mematikan panggilannya tanpa mendengar satu katapun dari Camille.

Oh God, ada apa lagi ini. Bukannya ayahnya menyuruh dirinya bertemu di akhir pekan? Mengapa dipercepat menjadi hari ini?!

Camille dengan malas melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan bersiap-siap menuju kantor ayahnya.

***

Setibanya di kantor, ia dengan segera berjalan menuju ruangan ayahnya. Matanya tertuju pada meja yang berada di dekat sudut ruangan ayahnya.

Camille mendatangi kantor John Laubel.

Ayahnya memang selalu menyuruhnya untuk datang ke kantor setiap akhir pekan hari, tetapi entah mengapa ayahnya menyuruhnya datang hari ini.

Mengingat kejadian kemarin membuat Camille kesal bukan main.

Terutama ketika wanita yang paling ia benci itu datang ke apartemennya karena suruhan ayahnya, ia sedikit kesal dan mulai melancarkan aksinya.

Camille sangat tidak menyukai wanita itu datang ke apartemennya hanya membawa sebuah pesan dari ayahnya.

John Laubel bisa mengirimkan sebuah pesan atau meneleponnya, tapi tidak untuk menyuruh Laurena Ferdianz datang ke apartemennya.

Saat Camille membuka pintu ruangan John, dirinya telah disambut oleh tatapan marah milik John.

Camille terdiam.

"Kamu sudah datang rupanya."

Camille tetap terdiam, tak menanggapi apa yang telah diucapkan sang ayah.

"Pa, apa yang papa lakukan? Papa menyuruh Lauren datang ketempatku hanya untuk mengatakan bahwa kita akan bertemu di akhir pekan dan ayah menyuruhku datang sekarang?" Geram Camille.

John Laubel, hanya menatap anaknya dengan tatapan bingung.

"Papa bisa mengirim aku pesan atau meneleponku seperti biasanya. Tidak usah menyuruh wanita itu untuk datang ke apartemenku," dengus Camille dengan kesal ia menatap ayahnya.

"Dengarkan aku Camille, aku tidak tahu apa masalahmu dengan sekretarisku. Aku juga tidak ingin ikut campur masalahmu. Tapi, turuti satu perintahku," jelas John.

Camille menatapnya bingung, "Apa maksud papa?" tanya Camille.

"Menikahlah dengan Lauren."

Kata-kata itu, Camille tak bisa mengatakan apapun, tapi ia butuh penjelasan dari John.

"Apa maksudnya? Aku harus menikah dengan sekretaris bodohmu itu? She's not my type dad and i don't like her so much. Aku menolaknya!" Ujarnya.

Persetan dengan sang ayah yang menatapnya dengan pandangan menusuk.

Camille tidak ingin menikah, apalagi dengan perempuan seperti Lauren.

"Why? Kau tak mau, hanya karena dia bukan tipemu dan kamu tidak menyukainya? Padahal kau dengan munafiknya mencium sekretarisku dengan penuh nafsu di sebuar bar."

"Kau tak ingat Camille? Kamu bahkan hampir saja memperkosa sekretarisku," jawab John Laubel dengan nada kesal.

Ayahnya akan mengetahui hal itu dengan sangat baik. Oh, jangan diragukan, John Laubel memang memiliki mata-mata yang tak bisa kau jangkau dengan mudah.

"Mengapa harus dengan sekretarismu? Tak adakah wanita lain yang bisa kau jodohkan padaku?"

John menggeleng, "Tidak Camille, itu hanya tambah memperburuk masalah. Aku sudah berjanji pada almarhum kakekmu untuk menikahkan kamu dengan Lauren, ketika kalian masih kecil. Kamu tahu? Perjanjian bisnis," jawab John Laubel santai.

Camille tak bisa berkata apapun.

Apa yang menjadi keputusan John Laubel, tidak akan ada yang bisa dirubahnya, sekalipun ibunya.

"Baiklah, atur saja pernikahan ini," jawab Camille pasrah.

Camille mengangguk malas untuk menyetujui apa yang dikatakan ayahnya, John Laubel.

"Sekarang bisakah aku pergi? Sepertinya wanita itu sudah datang."

John melirik sekilas dan mulai mengiyakan perkataan Camille.

Camille berjalan keluar dengan membuka dan menutup kasar pintu. Menatap Lauren untuk kesekian kalinya, sebelum Ia menghilang dari pandangan wanita itu.

"Kita mulai permainannya Lauren. Aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan. Dan kau hanya sebuah figuran yang baik untuk dimainkan Laurena Ferdianz," ujarnya seperti bisikan yang berlalu ditelan hembusan angin.




■June, 2017■







TO TOUCH A SOULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang