Udara sore yang berembus pada halaman sekolah Angel Marie terasa segar, membawa wangi tanah dan tumbuhan.
Hamparan rumput yang terpangkas rapi mengelilingi bangunan besar berlantai tiga, tempat anak-anak menimba ilmu.
Saat itu perkarangan sekolah ramai oleh siswa siswi berpakaian bebas, membawa tas dan buku, lalu lalang meninggalkan sekolah.
Evelyn berjalan menggendong tas punggung bewarna hitam, ini adalah hari terakhir angkatan mereka bersekolah. Tidak lama lagi mereka akan merayakan pesta perpisahan.
Tiba-tiba bahu gadis itu ditepuk seseorang, menoleh dia melihat salah satu teman perempuannya menunduk, berbisik ke kuping gadis itu dan mengarahkan tatapan kepada seorang remaja laki-laki berambut cokelat yang berdiri bersandar pada dinding luar gedung sekolah.
Senyum kecil pada bibir gadis itu terbentuk saat mengetahui maksud laki-laki itu menunggu dirinya.
Ini sudah yang ketiga kali perjalanan pulang Evelyn tertunda karena seseorang ingin mengajaknya ke pesta perpisahan.
Berjalan menapaki jalan yang berlapis semen, Evelyn mendekati teman seangkatannya. "Bryan, ada apa?"
Pemuda itu menegakkan tubuh, menggaruk tengkuk yang tidak gatal, dia bertanya, "Pesta perpisahan nanti, apa mau pergi bersamaku?" Rasa gugup membuat Bryan kesulitan menyusun kata-kata dengan baik.
Evelyn menautkan jemari kedua tangan di belakang punggung. Dia cukup menyukai remaja pemalu itu, tentu membutuhkan keberanian besar untuk mengajaknya pergi.
Wajah laki-laki itu memerah, yakin akan mendapatkan penolakan. Namun, yang penting dia sudah berusaha untuk terakhir kalinya sebelum mereka berpisah untuk kuliah di tempat yang berbeda.
Evelyn menimbang-nimbang keputusannya, dua teman laki-laki lainnya yang jauh lebih populer dia tolak dengan mudah, tetapi dia tidak tega mematahkan keberanian Bryan.
Semilir angin yang menerbangkan beberapa lembar daun dari ranting pohon di halaman sekolah juga mengacak lembut anak rambut gadis itu yang tidak dapat terkuncir.
"Baiklah, jemput di rumahku, ya."
Kedua mata cokelat Bryan melebar, terkejut, tidak menyangka salah satu idola sekolah menerima tawarannya.
"Be-benar kau mau pergi denganku?"
Mengangguk kecil, Evelyn tersenyum. "Acara dimulai jam enam sore, apa kau bisa menjemputku pukul lima sore?"
Bryan membalas senyum gadis itu. "Baiklah."
Mundur beberapa langkah, Evelyn berkata, "Aku pulang dulu, bye."
Remaja laki-laki itu mengangkat lalu melambaikan tangan, membiarkan gadis itu berlalu.
*****
Merasa kesal harus merapikan barang-barang milik keponakannya, Paulina menumpahkan semua isi lemari dalam keadaan kusut dan tidak beraturan ke dalam koper.
Tiba-tiba dia melihat sebuah boneka kain lusuh terjatuh di samping kakinya. Membungkuk lalu mencapit benda itu dengan ujung jari, dia mengernyit jijik lalu melemparkan benda itu ke dalam tempat sampah. "Dasar gadis bodoh, menyimpan sampah di dalam lemari."
Menutup koper keras, dia menyeret benda itu menuju ruang tamu lalu menyerahkan kepada pengacara yang telah berdiri menunggunya.
"Ini semua barang miliknya," ucap Paulina terengah-engah.
Johnson melirik ke arah koper itu. "Sedikit sekali untuk anak yang memiliki dana lebih besar dari gaji pamannya sendiri, bukan?"
Wajah kedua orang itu merah padam, merasa malu oleh sindiran yang diberikan kepada mereka. "Ka-kami menyalurkan sebagian besar uang itu untuk biaya pendidikannya, dia mengikuti banyak kegiatan, melukis, bela diri ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aaric's Bride : Pengantin sang Vampir : Fantasi Romansa
VampireTatapan gadis itu melembut. "Aku tidak peduli apakah kau manusia ataupun bukan, bagiku, kau adalah Aaricku dan satu-satunya keinginanku adalah tinggal bersamamu." ========== Aaric seorang manusia yang telah menjadi vampir, melarikan diri dari majika...