Bab 1 - Little Girl with Golden Hair

31.3K 3.2K 78
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

IG @Benitobonita (pesan novelnya ke 081219457018)


Kedua mata merah pria itu menatap ke arah langit hitam. Sudah seratus tahun lamanya dia tidak dapat melihat cahaya mentari atau pun menghirup udara pagi.

Aroma manis yang menusuk penciuman kembali mengisi paru-paru pria itu. Menelan air liur akibat lapar, dia menghentikan kendaraan pada sisi jalan, menutup jendela yang terbuka lalu keluar, dan mencari asal wangi yang memabukkan itu.

Di antara rumah-rumah penduduk yang berjejer rapi, pria itu berjalan, tenang, dan ringan menuju sebuah rumah putih berlantai dua yang memiliki atap merah.

Seorang gadis kecil, berusia sekitar delapan tahun, tengah bermain di halaman yang penuh bunga warna warni seorang diri. Rambut pirang panjang ikal anak itu terbang terbawa angin, saat tubuhnya mengikuti gerakan ayunan yang naik turun.

Kedua mata biru anak itu menatap penuh ingin tahu sosok pria dewasa yang memperhatikan dirinya dari luar pagar rumahnya.

Laki-laki itu lebih tinggi dan tegap dibandingkan pamannya, rambut hitam pendek terpotong rapi, dan kulitnya putih pucat. Namun, yang membuat gadis kecil itu tertarik adalah kedua mata merah yang mengawasinya dengan tatapan bimbang.

Turun dari ayunan, tanpa merasa takut, anak itu berjalan menjejakkan kaki di atas bentangan rumput menuju pria itu.

Aaric menahan napas, makan malamnya ternyata hanya seorang anak kecil. Menelan ludah, ragu untuk menusukkan taring ke kulit lembut anak itu, dia mengepalkan kedua tangan erat. Jijik akan dirinya sendiri.

Saat tengah bergumul antara kebutuhan hidup dan moral sebagai manusia yang semakin samar, iris matanya melebar melihat gadis kecil itu melangkah mendekati dia dan tersenyum.

Jantung pria itu berdebar, tanpa sadar dia membalas senyum anak itu dan bertanya, "Gadis kecil, mengapa kau tidak bermain di dalam rumah?"

Anak perempuan itu melihat sekilas taring kecil milik Aaric. Memiringkan kepala, dia menjawab, "Aku bosan."

Kedua mata merah Aaric berkilat melihat bengkak pada ujung bibir dan memar biru pada lengan anak itu. "Kau terluka? Siapa yang melukaimu?"

Merasa malu, gadis kecil itu menarik lengan daster putih yang dia kenakan untuk menutupi lebam yang belum juga hilang. "Aku tadi berbuat nakal."

Udara malam berembus, membawa wangi darah anak itu. Aaric kembali menelan air liur. Kehidupan anak perempuan di depannya tidaklah indah, membantu anak itu agar dapat segera mencicipi kedamaian surga tentu bukan hal yang buruk.

Namun, gadis kecil itu tiba-tiba tertawa kecil, memperhatikan dirinya.

Menautkan alis karena merasa heran, pria itu bertanya, "Mengapa kau tertawa? Apa ada yang lucu?"

"Matamu merah, seperti mata kelinci." Anak itu terkekeh geli, menutup mulut dengan telapak tangan kemudian meringis perih akibat luka pada bibirnya.

Hati Aaric melembut, dia tidak sanggup melukai korbannya. Dulu, dia juga memiliki seorang adik perempuan. Melihat anak kecil itu mengingatkan dirinya akan kenangan masa lalu yang semakin samar.

"Siapa namamu?"

Mendongak, menatap kedua mata merah milik Aaric, gadis itu menjawab, "Evelyn."

Pria itu melupakan rasa laparnya. Tersenyum dan sedikit menunduk, dia berkata, "Eve, nama yang cantik untuk anak yang cantik."

Anak itu menunduk. "Bibi bilang aku tidak cantik."

Aaric menghela napas, ratusan tahun berlalu. Namun, sifat dasar manusia tidak berubah, tidak disangsikan lagi gadis kecil itu tidak memperoleh kasih sayang yang layak dari keluarga yang merawatnya. Menatap cahaya lampu dari dalam rumah tempat anak itu tinggal, dia berkata, "Sudah malam, masuklah."

Evelyn yang mulai menggigil kedinginan. Dia mengangguk dan mengikuti perintah pria itu. Namun, langkahnya terhenti lalu gadis kecil itu memutar tubuh. "Kau belum menyebutkan namamu."

"Namaku Aaric."

"Akankah kita bertemu lagi?" tanya Evelyn, menatap kedua mata pria itu dengan lugu, tidak menyadari bahwa dirinya baru terlepas dari maut.

Senyum tipis terlihat pada bibir pria itu. "Apakah kau tidak takut denganku?"

"Kenapa aku harus takut?" tanya gadis kecil itu bingung.

"Mungkin karena aku bisa menyakitimu."

Kedua mata biru Evelyn menjadi mendung, tubuh anak itu gemetar takut. "A-apa kau akan memukuliku juga?"

Aaric menarik napas terkejut akan kesimpulan yang diperoleh gadis kecil itu. Wangi darah yang kembali tercium tidak lagi memancing seleranya. "Tidak, aku tidak akan memukulmu."

Wajah Evelyn kembali ceria. "Kalau begitu aku tidak takut kepadamu, akankah kau datang lagi?"

Aaric menatap anak itu ragu, selama dua ratus tahun dia telah belajar untuk tidak menjalin hubungan terlalu dalam dengan manusia, sebab mereka tidak abadi, dan hatinya tidak tega merubah mereka menjadi sama dengan dirinya. Makhluk menjijikkan yang hanya dapat bertahan hidup dengan meminum darah tanpa dapat menatap cahaya matahari.

"Hei, berjanjilah kau akan kembali," ucapan anak itu membuyarkan lamunannya.

Aaric bergerak gelisah, dia menyukai sifat polos anak itu. Mungkin, tidak akan apa-apa apabila dia bersahabat dengan gadis kecil itu. "Baiklah, asal kau berjanji tidak memberitahukan tentang diriku ke siapapun termasuk orang tuamu."

"Mama papaku sudah meninggal," ucap gadis itu tertunduk sedih, "jadi kau tidak usah khawatir, aku tidak akan menceritakan tentang dirimu ke siapapun."

Aaric tidak menjawab. Memperhatikan lebih saksama anak itu, dia menemukan bekas memar yang hampir sembuh pada kaki kiri Evelyn.

"Baiklah, aku akan datang malam hari saat aku sempat."

Senyum riang terbentuk pada wajah Evelyn karena memiliki seorang sahabat baru. Paman dan bibinya tidak menyukai dia dan teman-teman sebaya menjauhinya.

Kedua mata Aaric melembut melihat reaksi anak itu. "Masuklah sebelum kau sakit, dastermu terlalu tipis untuk udara malam."

Menggangguk gembira, Evelyn berlari masuk ke dalam rumah meninggalkan teman barunya yang masih menatap punggung gadis kecil itu.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang ya^^

Suka cerita fantasy romance? Mampir juga ke

                      --> Puerro <--

Bagaimana bila perempuan naif keturunan werewolf bertemu dengan pria bertabiat kurang ajar keturunan penyihir?

#masuk 10 besar cerita terbaik versi lomba mizan 2017 di wattpad.

31 Mei 2017

Benitobonita

Aaric's Bride : Pengantin sang Vampir : Fantasi RomansaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang