Part 4 - Violence After Escape

10.7K 386 32
                                    

Thailand, 22 Mei 2017

Hannah duduk di atas ranjang dengan peluh keringat yang membasahi tubuhnya. Sebuah suara familiar telah mengusik tidurnya hingga ia terbangun. Hannah menyibak selimut sutra yang menutupi setengah tubuhnya kemudian kakinya turun menyentuh dinginnya lantai kamar.

"Hannah!!" Suara jeritan kembali terdengar.

Perasaannya berubah menjadi cemas, ia mengenali suara itu. Hannah beranjak dari tempat tidur untuk mencari sumber suara yang terus menyeruak ke indra pendengarannya. Ia tak tahu dimana dirinya berada saat ini. Sebuah bangunan dengan lorong dan kamar yang banyak membuatnya berjalan tak kenal arah. Ia memberanikan diri menyusuri tiap lorong tanpa menghentikan langkahnya dengan pencahayaan yang minim di malam hari. Tangannya meraba dinding agar ia tidak menabrak benda-benda di sekitarnya.

"Agathaaaa...!!" Hannah berteriak saat mengenali jeritan kesakitan tersebut adalah suara adiknya. Ia menangis kerena kepanikan semakin melingkupi perasaan Hannah. Tangannya terasa sedingin es dan bergetar, menerka-nerka kejadian buruk yang sedang menimpa adik kesayangannya.

"Agatha! Kau dimana....!" Lirihnya.

"Arkh.......Hannah!! Tolong aku!" Suara teriakan Agatha menggema hingga ke suluruh penjuru bangunan. Hannah memohon kepada Tuhan agar siapa pun tidak menyakiti adiknya yang masih remaja. Ia berteriak karena frustasi tidak menemukan keberadaan Agatha dimana pun.

Hingga matanya menangkap sebuah cahaya terang di kejauhan dari tempatnya berdiri. Jantungnya berdegup kencang. Sontak, ia berlari mendekati cahaya tersebut dan rintihan Agatha semakin terdengar keras di telinganya..

Kedua matanya membulat penuh dan tubuhnya tak mampu bergerak. Sangat mengerikan melihat Agatha terikat pada sebuah kursi kayu dengan rantai besi di lehernya. Baju Agatha telah terlepas dari tubuhnya dan hanya menyisakan dalamannya. Sekujur tubuhnya dihiasi luka sayatan pisau yang melintang di atas permukaan kulit. Luka-luka tersebut mengakibatkan darah segar merembes keluar hingga menimbulkan aroma amis.

"Enyah kau bajingan!" Hannah berteriak histeris saat melihat seorang pria berjubah hitam membawa pisau dapur di tangan kanannya. Ia tak mampu mengenali sosok misterius di balik topeng itu. Hannah ingin segera menyelamatkan Agatha, namun sayangnya troli besi di antara mereka telah memisahkan dirinya dengan Agatha.

"Tolong! Aku mohon jangan lukai adikku, demi Tuhan!!" Teriaknya kesal. Hannah memukul-mukul troli, karena tak mampu membukanya. Tubuhnya luruh ke bawah, ia bersimpuh sambil menggenggam erat troli besi itu. Ia menangis terisak di bawah sana, bibirnya pun bergetar.

"Jangan sakiti dia bajingan! Bunuh aku saja!" Hannah membenci dirinya sendiri yang tak bisa menolong nyawa Agatha.

Tak lama kemudian, muncul kobaran api yang mengelilingi tubuh Hannah. Ia tak bisa berbuat apa, raganya terasa seperti telah tak bernyawa. Rasa perih dan panas mulai menjalar di kulitnya. Mungkin ia akan terpanggang habis sebelum kematiannya tiba. Hannah menjulurkan tangannya ke arah Agatha, berharap agar adiknya mampu meraih tangannya.

Tanpa suara, tiba-tiba pria misterius itu memainkan pisaunya. Dalam hitungan detik ia langsung menusuk mata kiri Agatha dengan pisau dapur yang dibawanya. Hannah menutup kedua telinga ketika Agatha berteriak nyaring merasakan sakit yang tidak mampu ditahannya lagi. Darah terciprat mengenai wajah Hannah. Ia memejamkan matanya sambil menangis ketakutan, berharap semua ini hanya mimpi.

Sebuah tangan menarik tubuhnya dan mendekapnya hingga menyadarkan Hannah dari mimpi buruk. Ia membuka mata setelah mengumpulkan kesadaran lalu melihat gerangan yang tengah menenangkan dirinya dalam dekapan hangat. Namun, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak. Ia pikir Horton yang membangunkannya dari mimpi buruk karena sebelum menutup mata mereka sedang dalam perjalanan menuju Thailand.

The Billionaire's Secret [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang