Ein

53 12 0
                                    

" Hujan turun bukan berarti Tuhan tengah bersedih. Hujan turun karena Tuhan tahu bahwa banyak orang yang membutuhkannya dikala sengitnya malam supaya suara kesedihan manusia tak terdengar oleh siapapun"

--

Hawa dingin kian menusuk kala hujan datang tiba-tiba, kota yang padat kala siang ini berubah menjadi kota sepi saat hujan turun. Hawa dinginnya dapat merasuki tulang-tulang manusia yang sengaja berada diluar demi mendengar suara rintikan hujan yang begitu mendamaikan.

Disebuah apartement sederhana yang terletak diantara kepadatan kota Jakarta ini, terduduklah seorang gadis dibalkon apartement nya, dengan sebuah botol minuman yang bertuliskan 'Vodka ' disana, gadis itu nampak menikmati indahnya lantunan suara hujan.

Tak peduli seberapa dinginnya diluar sana, ia hanya membalut tubuhnya dengan sebuah kaus putih polos dan celana jeans kusut yang sudah lama tersimpan lemari pakaiannya.

Hujan membuat gadis belia itu tenang dan tak berkutik, hujan mendamaikan seluruh jiwa raganya yang setiap hari kalut akan kenyataan yang masih belum ia terima. Hujan membawa anugerah lewat setiap rintikannya yang jatuh kebumi, Tuhan tak menangis kala hujan turun, Tuhan bahagia.

Zena, itulah nama gadis itu yang sekarang hidup sebatang kara, setelah kedua orang tua beserta kakaknya meninggal dunia karena bunuh diri. Meninggalkannya sendirian tanpa rumah, harta dan sebagainya.

Semua itu telah disita kala pihak bank menagih hutang yang ternyata sudah menumpuk itu.

Ayah Zena frustasi dan membunuh siapapun yang berada dirumah itu, kebetulan Zena tengah pergi bersama teman-temannya hingga kematian itu bisa ia hindari, setelah membunuh semua orang termasuk para pembantunya, Ayah Zena bunuh diri dengan cara menjatuhkan tubuhnya dari lantai tiga. Tragis memang.

Zena tersenyum kecut kala pikirannya dihiasi dengan momen kebersamaan dirinya dahulu dengan keluarga kecilnya yang sering ia sebut dengan my small family. Masa itu adalah masa terindah, masa dimana ia percaya akan kata cinta yang sebenarnya.

"Apa gue terlalu buruk ? Hingga takdir mempermainkan gue dengan seenaknya " Racau Zena kala minuman itu telah merasuki tubuhnya, pikirannya kalut, setelah kejadian buruk itu menimpanya, sampai saat ini ia belum bisa menerima apa yang harus ia terima. Semua itu terlalu tiba-tiba.

Emosi Zena kian menaik, kala pikirannya terbang bebas membayangkan betapa indahnya memiliki keluarga yang harmonis. Betapa indahnya mempunya keluarga yang saling menyayangi satu sama lain.

"Semuanya brengsek " Jerit Zena ditengah mabuknya, ia melemparkan botol minuman alkohol itu dengan kencang menimbulkan suara yang begitu hebat, untung saja hujan tengah bernyanyi sehingga penghuni apartement lainnya tak mendengar itu.

"Cinta itu omong kosong, kasih sayang itu omong kosong " Racau Zena yang kini tengah terduduk lemas, bukan dikursinya tapi dilantai.

Keadaannya kali ini sangat buruk, sebenarnya sudah beberapa kali ia melakukan hal ini, dan beberapa kali pula ia berjanji pada dirinya sendiri supaya melupakan hal yang terus menghantuinya setiap malam. Tapi, beberapa kali pula ia gagal dengan apa yang ia janjikan pada dirinya sendiri.

♨♨♨

Zena terbangun, kala sinar matahari bergerilya diatas tubuh indahnya, semalam ia pingsan setelah acara mabuknya selesai, ia seorang peminum yang buruk tapi, setidaknya dengan meminum itu pikirannya menjadi lebih tenang, ya meskipun akhirnya ia selalu berontak.

Dengan langkah gontai ia memasuki kamar mandi, hari ini adalah hari Kamis hari yang paling ia benci, hari dimana segalanya tiada.

Keluar dari kamar mandi, ia membalut tubuhnya dengan seragam sekolahnya, dan tak lupa ia memasangkan headband dikepalanya, itu adalah salah satu ciri khasnya, katanya itu melambangkan bahwa ia bukanlah seorang gadis biasa.

Liebe ? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang