Dia

1.3K 26 0
                                    

.....
"Potongan kertas melayang di atmosfer bumi
Pecahan kaca tersusun rapi di atas pijakan
Hanya ada satu cahaya
Memberikan hidup pada harapan yang telah mati"
...

Bila

Rangga Prasetia itulah nama lelaki yang mengantarku ke ujung danau, membantuku membunuh diriku sendiri secara perlahan.

Drrt...drrt...drrt...
Getaran handphone menyadarkan aku dari sejuta tugas di hadapanku. Pesan singkat dari seseorang yang tak pernah ku kenal sebelumnya.

"Hai. Kamu lagi apa ? ^_^"

Pipi-ku memerah dan bibirku tersenyum kecil tanpa kendali. Kata yang begitu biasa bagi orang lain sungguh luar biasa bagiku. Hatiku bertanya tanya siapakah dia.

"Maaf, kamu siapa ?" Balasku.

Tak butuh waktu lama untuk pesan itu terkirim dan dalam sekejap juga ia membalas pesanku.

"Aku Rangga, kamu Fatih kan ?"

Deg... spontan jantungku berdebar tak menentu. Tahu darimana dia namaku. Pikirku dengan sejuta tanya tanpa jawaban. Belum sempat terbalas pesannya ia menelponku. Detakan jantungku semakin riuh, rasa takut dan penasaran bercampur aduk di dalamnya. Tanpa perintah jariku mengangkat teleponnya. Saling sapa, hanya obrolan singkat mengenai dia dan siapa dia.

"Kamu siapa ? Dapat nomor telepon saya darimana?" Tanyaku.

"Saya Rangga Prasetia. Dapat nomor kamu darimana? Dari temen saya." Jawabnya enteng.

"Teman? Siapa nama teman kamu?". Kataku dengan nada takut.

"Hahahaha. Kamu gak perlu tau lah. Oh ya tapi saya sudah kenal kamu loh sebelumnya. Masa sih kamu gak ingat saya."

"Maaf saya tidak kenal kamu. Terus, ada apa kamu hubungi saya ?"

"Sifat kamu seperti akar yang kokoh untuk mempertahankan pohonnya. Itu yang saya suka, jadi saya ingin kamu jadi teman hidup saya."

Aku terdiam, mencoba mencerna kata-katanya dan berusaha merangkai kata.

"Apa maksud kamu berbicara seperti itu. Maaf saya tidak kenal kamu."

"Ya sudah, sekarang ayo kita kenalan. Intinya saya cuma mau kamu yang jadi pendamping hidup saya." Balasnya dengan nada yang ditekan.

"Hahahaha inti kelapa" jawabku dengan nada bergurau. Yang benar saja, baru kenal masa ngajak nikah. Tau orangnya aja enggak, pikirku.

"Fatih saya serius dengan kamu" nada suara meminta.

"Kalau begitu serius kamu siapa?"

"Aku Rangga Prasetia. Usiaku saat ini 20 tahun dan aku mahasiswa di universitas xxx dan aku menginginkan kamu jadi teman hidupku. Sudah jelas sekarang ?"

"Hahahaha. Kamu lagi mengigau ya ? Saya masih sekolah masih saja kelas 2 SMA, masa mau kamu ajak saya nikah."

"Kalau gitu, saya tunggu kamu hingga kamu selesai sekolah." Katanya serius

Aku tidak menyangka, ini orang niat kali ya. Atau mungkin benar dia jodohku begitulah yang ada di pikiranku saat itu.

"Hmm.. ya sudah kalau mau nunggu. Tapi aku masih mau kuliah. Berarti kamu harus nunggu aku sekitar 5 atau 6 tahun lagi. Yakin mau nunggu ?

"Saat kamu kuliah di semester 5 atau 6 kan bisa aku nikahi kamu. Jadi aku gak harus menunggu selama itu"

"Loh.. kan aku juga masih mau menikmati masa muda. Kok jadi kamu yang ngatur. Aku juga masih mau kerja dan bahagiakan orang tua dari hasil kerjaku."

"Bahagiakan orangtua kamu, kita bisa bahkan lebih dari hasil kerjamu. Yaudah jika kamu tetap mau aku nunggu kamu. Tapi, mau gak kamu jadi pacarku?"

Jantungku berdetak keras. Aku tak pernah membayangkan hal ini terjadi.

"Oke, kita pacaran." Jawabku tanpa memikirkan apa resikonya.

"Kalau begitu sampai jumpa besok malam. Kamu besok sekolah kan, jadi tidur sekarang jangan sampai telat." Tuturnya mengakhiri percakapan malam ini.

Waktu berlalu terasa begitu cepat bagiku. Sudah hampir sebulan aku berpacaran dengannya. Ya hanya melalui sebuah telepon genggam, setiap malam tepat pukul 22:00 WIB dia selalu menelponku dengan penuh rasa bahagia ku selalu mendengarkan ceritanya, suaranya, candanya, semua kegiatannya setiap hari. Aku tak mengingat lagi bagaimana ia tau nama dan nomor ponselku.

Samudera LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang