2. Awal Mula

190 42 22
                                    

Desa Gu merupakan desa yang berada di kaki gunung An dengan hasil bumi berupa singkong yang baik, namun beberapa tahun belakangan ini banyak dari penduduk desanya yang tidak lagi bekerja sebagai petani singkong karena tidak lagi diminati oleh masyarakat dan pihak kerajaan.

Banyak penduduknya yang beralih menanam padi karena harganya yang lebih mahal. Namun, hanya sebagian saja penduduknya yang bisa menanam karena harga bibit padi tersebut tidaklah murah. Seperti halnya keluarga Rin Mei, mereka adalah keluarga yang dari kakek buyutnya merupakan petani singkong. Dahulu singkong di wilayah kaki gunung An merupakan singkong dengan kualitas yang sangat baik dan tahan hama dan penyakit tanaman, bahkan ada yang bilang kalau singkong di wilayah gunung tersebut merupakan permata dewa yang memang ditujukan ke penduduk desa Gu karena mereka sangat taat.

"Rin Mei..." terdengar suara ibu Rin Mei dari arah lahan singkong yang sangat lebat itu. Rin Mei langsung menghampiri ibunya yang sedang asyik memanen singkong. Terlihat dari kejauhan kalau singkong itu begitu besar dan bagus.

"Ada apa ibu?" Rin Mei langsung menghampiri ibunya dan langsung membantu mencabut singkong itu dari bawah tanah.

"Kau sudah siapkan kudanya Rin? Hari ini kita akan menjual singkong-singkong ini ke kerajaan" nyonya Huang memperingatkan puterinya yang sibuk mengumpulkan singkong dan menaruhnya ke karung.

"Semuanya sudah siap,bu. Kita tinggal membawa semua singkong ke kereta." Ucap Rin Mei sambil memanggul karung berisi singkong yang berat itu. Rin Mei memang anak yang mandiri dan tak kenal lelah. Dia harus membantu ibunya bekerja dan mengantar singkong-singkong itu ke kerajaan, karena walau sudah tersedia beras pihak kerajaan masih akan membeli singkong dari rakyatnya.

Hari sudah mulai sore, tapi Rin Mei masih tetap memacu kudanya dengan kencang agar bisa sampai di kota utama kerajaan Renshu dengan cepat. Saat melihat gerbang utama kerajaan Renshu dia mulai bergegas agar tidak terlambat untuk menjual singkongnya, kalau dia terlambat bisa saja petani lain sudah menjual singkongnya pada pihak kerajaan, walaupun kebutuhan kerajaan banyak, tetapi singkongnya tidak akan habis terjual, ada berpuluh-puluh petani yang menjual hasi kebunnya ke kerajaan dan itu merupakan saingannya sesama petani, apalagi saat ini permintaan singkong kerajaan mulai menurun.

Saat sudah sampai di lumbung kerajaan, Rin Mei melihat banyak sekali petani-petani yang sudah mengantri untuk menjual hasil kebunnya. Berkarung-karung bahan makanan, sudah di data oleh seorang kasim bagian dapur yang tugasnya melihat-lihat hasi bumi mana yang layak untuk di masak di dapur kerajaan.

"Nak, ini uangmu." Ujar sang kasim setelah menurunkan karung singkong yang di bawa oleh Rin Mei. Hanya berjumlah 3 koin emas untuk 5 karung singkong yang di bawanya dari desa. Rin Mei pun mengucapkan terima kasih kepada kasim tersebut dan menarik kekang kudanya untuk segera pulang.

-00-

Hari sudah malam, Rin Mei pun memutuskan istirahat sejenak di sekitaran desa Hong, desa yang jaraknya 12 mil jauhnya dari desa Gu. Bukan tanpa alasan Rin Mei memutuskan untuk istirahat di desa ini, karena desa ini adalah desa asal ibunya. Sebelum menikah dengan ayahnya, ibunya merupakan seorang puteri dari keluarga bangsawan di sana, namun karena fitnah yang terjadi di sana membuat ibunya terusir dari desa dan memutuskan untuk berpindah ke desa tetangga desa Aru. Di desa itulah ibu bertemu dengan ayahnya, yang sedang melakukan perjalanan untuk menjual hasil bumi.

Dia ingin menemui neneknya, ia tahu kalau neneknya sangat merindukan ibunya tapi apa hendak dikata ia tidak dapat menemuinya karena malu. Kakek dan neneknya merupakan orang yang baik, hampir setiap minggu neneknya menanyakan kabar ibu dan dirinya. Kalau mereka memiliki kekurangan uang tak segan-segan kakek dan neneknya membantu.

"Nenek." Rin Mei memanggil neneknya, sambil berfikir apakah ia akan dibukakan pintu kalau ia bertamu semalam ini? Lamunannya berakhir setelah pintu di buka, tapi bukan neneknya yang membukakan pintu melainkan kakeknya.

"Rin Mei, ada apa malam-malam begini ke rumah kakek? Apa ada suatu masalah?" Tanya sang kakek sambil mempersilahkan cucunya itu masuk kedalam rumah, kemudian menutup pintu.

"Tidak kek, aku hanya menumpang istirahat sebentar, aku habis dari lumbung kerajaan menjual singkong" ujar Rin Mei.

"Menginaplah di sini nak, hari sudah sangat malam. Desamu juga masih jauh." Kakek Rin Mei menasehati cucunya. Ia sangat khawatir dengan Rin Mei, cucu perempuan satu-satunya yang ia miliki, walaupun ibunya sudah di usir dari rumah ini, tapi hubungan antara mereka tidak pernah putus.

"Baiklah kek, aku akan menginap di sini, dimana nenek?" tidak seharusnya Rin Mei bertanya, selarut ini tidak mungkin neneknya belum tidur.

"Nenekmu sudah tidur. Bagaimana kabar ibu dan ayahmu? Apa mereka baik-baik saja? Sudah lama sekali kakek tidak mendengar kabar mereka, kau juga sudah jarang sekali berkunjung" Rin Mei tahu bahwa kakek dan neneknya sangat kesepian sekali di sini. Adik-adik ibunya yang lain sudah pergi ke desa-desa lain yang jauh.

"Ayah dan ibu baik, kakek bisa sekali-kali mengunjungi kami di desa, ibu juga sangat merindukan kakek dan nenek."

Kakek Rin Mei tersenyum tipis. Mungkin dia juga ingin mengunjungi anaknya itu, tapi dia tidak bisa bukan hanya karena umurnya yang sudah tua tetapi juga karena hukum masyarakat yang ada di sana, bahwa seseorang yang sudah di usir dari masyarakat dan keluarganya tidak lagi memiliki hak apapun lagi.

Alredy BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang