(11) Testing #2

1.1K 94 0
                                    

Normal POV.

Dag Dig Dug.

Begitulah kira-kira detakan jantung Adeline yang terdengar sekarang. Gadis berusia 17 tahun itu hanya bisa mati-matian menahan pacuan jantungnya yang semakin kencang, seraya mencengkram erat kain pakaian pangeran Leoni.

Eh? Mengapa dia mencengkramnya?

Yah, kembali ke chapter sebelumnya dimana pangeran Leoni mengajak Adeline ke kota. Mereka bukannya menaiki sebuah kencana atau apa pun itu, melainkan hanya menunggangi seekor kuda. Yap, hanya seekor. Pangeran Leoni yang mengendarai sedangkan Adeline duduk di belakangnya. Tak ada satu pun pengawal yang menemani. Pangeran Leoni ingin mereka hanya berdua. Tentu saja hal itu membuat Adeline syok berat. Yah, mungkin ini sudah pernah terjadi sebelumnya, dimana ia menunggangi kuda yang sama dengan pangeran Clovius. Memang situasinya sama, yaitu mendebarkan. Tapi sepertinya kali ini lebih parah lagi. Adeline bahkan kesusahan untuk menghirup oksigen. Sedangkan pangeran Leoni masih terlihat tenang seraya memacu kuda putih yang mereka tunggangi itu.

Tak ada obrolan diantara keduanya, hingga pada akhirnya keramaian mulai terlihat dari jarak 10 meter di depan.

"R-ramai sekali! " gumam Adeline terkagum, tanpa menyadari bahwa gadis itu sudah memulai obrolan terlebih dahulu.

"Kau akhirnya tersenyum. " ucap Pangeran Leoni pelan. Senyuman penuh arti di wajah Adeline berubah seketika menjadi raut terkejut sekaligus kikuk tatkala menyadari hal tersebut.

"Y-ya... Aku... "

"Hn. Kita sudah sampai. " pangeran Leoni menghentikan kudanya ketika mereka sudah sampai di pinggir kota. Pria 23 tahun itu kemudian melompat turun begitu saja dan langsung mengikat kudanya pada sebuah Batang pohon, sementara Adeline masih berada diatas kuda.

"Err... Dimana pijakannya? " gadis itu kebingungan mencari pijakan kaki untuk turun. Namun ia tak menemukannya sama sekali.

"Ah, soal itu... Kurasa aku lupa memasangnya. " Pangeran Leoni terlihat memasang tampang tak berdosanya.

"E-eh? Tapi kan... Tadi aku naik menggunakan pijakan kaki." balas Adeline sontak membuat pangeran Leoni kebingungan.

"Hm... Mungkin jatuh di suatu tempat? " gumam si pangeran pertama itu berusaha membuat alasan. Bagaimana pun, semua harus berjalan sesuai rencana.

"L-lalu... Aku turunnya bagaimana? "

BINGO!

Kata-kata itulah yang dinanti oleh Pangeran Leoni.

Tanpa ba bi bu, satu-satunya kakak laki-lakinya penguasa Griswold itu kemudian menangkup tubuh Adeline, dan menggendongnya turun dari kuda. Reaksi gadis itu? Tidak usah ditanyakan. Intinya, dia memberi respon berupa sesuatu yang sulit ditebak.

"Ada apa? " tanya Pangeran Leoni dengan datarnya ketika melihat Adeline yang terdiam bak patung mannequin.

"Tidak. Tidak apa. " Balas gadis itu lebih datar lagi dengan pandangan kosong ke depan.

Pangeran Leoni yang kurang kepekaan itu pun hanya mengedikkan bahunya tak peduli seraya menarik pergelangan Adeline dan menyeret gadis itu ke kerumunan masyarakat, "Ayo. "

Kota terlihat sangat ramai. Lebih ramai dari beberapa Bulan lalu saat Adeline membawakan sarapan untuk Clovius. Bukan hanya itu. Bahkan ada beberapa pedagang yang sebelumnya tidak ada di kota ini. Musik diputar membuat gadis-gadis dan bahkan ibu-ibu menari bersama. Seperti sedang diadakan pesta rakyat.

"K-keren? Apakah kota selalu seramai ini?" gumam Adeline terkagum. Yah, gadis itu sudah sadar dari syok beratnya tadi.

"Ini adalah festival, jadi wajar saja kalau ramai. " jelas Pangeran Leoni, membuat Adeline kembali bergumam penuh kagum.

Loving for 4oo YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang