Chapter 1 I Hate High School

26 1 0
                                    

Note : Beberapa kata dalam cerita ini menggunakan bahasa Inggris. Maaf untuk beberapa kata umpatan di dalamnya. Enjoy!



Aku berdiri di ruangan ini lagi, menatap poster klub bola payah yang selalu Dama banggain ke siapapun.
Menunggu Dama pulang dari “kerja kelompok” yang dia bilang ke ibunya lagi dia lakuin, but oh aku selalu tahu dia pasti bohong dan hal itu udah biasa aku tahu, karena aku tahu kalau Dama sama sekali ga punya grup belajar, well kecuali sama aku, dan setiap dia bilang “kerja kelompok” yang dia maksud adalah kerja kelompok dari kelompok tim bola yang dia ikuti ngelawan kelompok tim bola lainnya di lapangan perumahan sebelah.

Aku tahu ini jam dimana dia pasti bakal segera pulang ke rumah dan dia udah beribu kali janji untuk belajar bareng sebelum aku ujian besok. Meskipun kita berdua bukan di kelas yang sama karena Dama lebih tua satu tahun dibandingkan dengan aku.
Tapi itulah Dama.
Senantiasa membantu orang yang telah dianggap sebagai adiknya sendiri.

Suara derap langkah terdengar menuju kamar. Aku hafal derap langkahnya.
Seorang bocah lelaki dengan rambut hitam kusut dan baju kotornya yang terkena lumpur memasuki kamar dengan nafas terengah namun semangat, tersenyum kecil ketika mengetahui aku ada di dalam kamarnya.

“Berapa skor hari ini dari “kerja kelompok”? Oh yeah, aku tahu itu bukan kerja kelompok. Dan ya, rahasiamu aman sama aku Dam, tapi kalau kamu biarin aku nunggu lebih lama lagi dari biasanya bukan berarti rahasiamu bakal aman di aku. Inget itu.” dengan senyuman kecil aku menatapnya memasuki ruangan.

“Oh, Ir.. main bola butuh kerja kelompok, kerja tim. Dan semuanya kerja supaya bisa menang ngelawan tim lainnya. So, bener kan “kerja kelompok”. Dan tentu timku menang, itu jelas.” dengan bangga Dama berkata.

Yup, itu ketika aku ingat kembali masa-masa dahulu yang terjadi 4 tahun lalu bersama Dama. Betapa aku rindu dengan masa-masa dahulu dengan sahabat terbaikku..


*Irina*

Pagi membosankan lainnya buat pergi ke sekolah. Semenjak ga ada Dama ga ada alasan lain kenapa aku harus semangat buat sekolah kecuali untuk ketemu sahabat-sahabat baruku.

Aku tahu semua orang banyak yang bilang kalau SMA adalah masa-masa terbaik dan terindah yang ga boleh kita sia-siain. Aku memang masih junior alias masih kelas XI dan aku ga bisa ngerti apa yang orang bilang sebagai masa-masa terbaik di SMA, karena aku ga merasakan masa terbaik satu pun yang pantes buat aku inget setelah aku nanti keluar dari SMA.
Mungkin.

"Hey, udah belajar buat ujian hari ini belum? Jangan bilang kalau kamu ga belajar, please no, karena aku ga ada harapan lain buat ujian nanti selain kamu, sissy.” Bian memohon.

Ini Bianka, sahabat baruku semenjak aku masuk SMA Harapan Surabaya. Selain Dama, Bianka adalah sahabatku dan dia adalah segalanya yang aku butuhkan untuk bertahan di pahitnya kehidupan sekolah. Yup, I’m being dramatic.

Bian perempuan manis, bisa dibilang Bian adalah salah satu wanita yang paling cantik di seantero kumpulan junior kelas XI SMA Harapan Surabaya. Bukan cuma rambutnya yang hitam panjang terurai dan lesung pipinya yang sempurna, tetapi Bian juga wanita yang baik, ceriwis, friendly dan you know, tipe wanita yang akan mudah berteman dengan siapapun dan dapat menyesuaikan diri di tempat manapun.
Berbanding terbalik denganku.

Hell, aku bukan apa-apa dibanding Bian.

Rambutku berwarna cokelat, lurus, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, pipi chubby yang menurut Bian cute, kulit putih yang aku lindungi setengah mati dari panas menyengatnya kota Surabaya dan lucky me, untuk ukuran perempuan Indonesia aku cukup tinggi dibanding yang lain, thanks Pap, not a bad genes.
Tetapi hal yang aku syukuri lainnya adalah thank God aku ga segendut dulu lagi.

“Iyaaaaa Bi dan aku tahu kamu ga akan belajar karna kamu sibuk marathon tv series Gilmore Girls itu kan. Ugh, please B, hidupmu udah banyak dipenuhi drama kamu ga perlu nambahin teenage drama dari old tv series itu.” ejekku.

Aku baru akan putar balik badan untuk menjulurkan lidah ejekan pada Bian sebelum sesuatu menabrakku dengan keras dari sisi belakang sampai aku terjatuh keras di lantai dengan tas sekolah yang tidak aku sadari sudah ada di bawah lututku.

Oh my God.

Sesuatu yang menabrakku dari belakang aku sadari dia tengah berlari sebelum menabrakku dan dia mengambil tas sekolahnya yang turut jatuh tanpa menoleh padaku dengan sombong dan kejamnya,

“Hey! Bisa ga sih ga ditengah jalan?! Dumbass.” kata seseorang itu dengan mengambil tasnya dan terus berlari tanpa sibuk membantu aku yang masih terjatuh dengan memalukan di lantai.

What a nice day to start..
Ugh, I hate high school.

My AngelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang