Chapter 4 Pink Is Cute, You Know!

7 1 0
                                    

OMG! Serius?” ekspresi Bian yang bertanya dengan mata indahnya yang menjadi 10 kali lebih besar dari biasanya.

Aku hanya bisa mengangguk pelan sambil meminum es jeruk di kantin pada jam istirahat. Aku menceritakan apa yang terjadi di hari Minggu pada Bian yang kemudian super terkejut kalau aku bermain tenis, berkenalan, bertetangga dengan murid tertampan dan terpopuler (menurut Bian) di sekolah.

“Dia tetep cowok kurang ajar, B. Penilaianku ga berubah sedikit pun meskipun aku udah kenalan sama Sam. The guy still Satan.” ujarku dengan penuh kebencian.

*Yesterday*

Kami berkenalan setelah aku bersalaman dengan Ayah Sam yang merupakan duplikat wajah Sam dengan rambut dan mata cokelatnya, hanya saja terlihat lebih tua dengan beberapa helai rambutnya yang sudah berubah menjadi putih, namun dengan tulang pipi dan hidung yang sama dengan Sam.
Sam memberikan tangannya sebagai jabat tangan salam denganku dan dia mengucapkan namanya.
Kemudian Sam mengucapkan kalimat yang hanya membuatku semakin benci dengannya.

Nice pink shoes..” dengan tersenyum Sam berkata.

Tapi aku tahu senyum itu, senyum itu bukan senyum pujian, tapi senyum ejekan. Senyum yang hanya bisa ditampakkan oleh devil alias satan.

Kami bermain tenis ganda dan Sam harus aku akui bermain dengan bagus. Setiap gerakan tangannya untuk mengayunkan raketnya memperlihatkan otot tangan kirinya bergerak kencang dan solid.

Sam ternyata kidal.
Apa dia sering olahraga? Atau gym? Tentu dia atletis. Karena ototnya kelihatan..

Wait, what?

Apa aku baru saja memberikan detail ototnya? Kenapa aku harus mikirin ototnya?

Fokus, Ir.

Kami ga menghitung skornya. Biasanya ketika main dengan Pap berdua, kami selalu menghitung skor dan tentu aku yang selalu menang. Tetapi karena permainan kali ini hanya ajang have fun dan perkenalan jadi kami ga menghitung skor sama sekali. Ketika para ayah sudah terlihat kelelahan kami memutuskan untuk berhenti karena matahari sudah muncul perlahan ke atas.

Sam meneguk botol minuman yang dia bawa sebelumnya dan berkata,
“Ga buruk juga mainmu untuk ukuran anak SMA. Tapi sayang, hari ini kalah telak.” ejek Sam dengan santai.

FYI, I was playing easy for you. Dan kamu ngitung skor? Berdasarkan permainan ini? Oh how pathetic..” balasku dengan semangat penuh ejekan.

If you say so. Bye, neighbour.” sambil dia tersenyum mengejek menanggapi omonganku sebelum akhirnya dia pergi keluar lapangan.

Loser.

My AngelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang