Bagaimana cara istikharah yang benar, sedang saat itu telah memiliki kecenderungan hati terhadap seseorang?Sekilas melihat pertanyaan tersebut sontak saya tersenyum. Tidak, saya tidak bermaksud apa-apa. Hanya teringat, dulu sayapun pernah mengalaminya. Maklum euy namanya juga manusia biasa.
Well, saya mau sedikit cerita, toh kejadiannya sudah lewat, entah tahun berapa. Hehehe
Nggak mudah memang mengatasi gejolak saat dilanda virus merah jambu. Sempet dilema, tapi nggak sampai galau gaya anak muda yang katanya kekinian ye. Hehehe. Mau tahu caranya? Simak bentar deh.
Saya mah sukanya curhat. Tapi sama Allah, terlebih untuk hal privasi seperti ini. Ceritain dah dari a-z. Puanjang. Lalu akhirnya keluarlah kalimat, "Jika memang dia lah yang terbaik untukku, agamaku, dan keluargaku maka dekatkanlah. Namun, jika sebaliknya maka jauhkanlah."
Hingga pada suatu ketika, saat saya asyik main berdua sama youtube. Dia mempertemukan saya dengan video tausiyah. Lupa judulnya. Yang intinya itu kayak gini.
+ Tujuan kamu menikah itu apa?
- Dengan PDnya ngejawab, ya untuk ibadahlah pan menikah itu dapat menyempurnakan setengah dien.
+ Baik. Mulia sekali ya. Kalau tujuannya adalah ibadah. Kita kan ibadah untuk Allah ya. Berarti nikah karena Allah. Bener nggak?
- Yupz, that's right
+ Yakin?
- Iye, ane yakin
+ Seriuss
- Hmmbb, mulai bingung nih
+ Baiklah, bila memang benar niatnya menikah itu untuk ibadah, Intinyakan untuk Allah ya. Seandainya Allah tidak menjodohkan kamu dengan orang yang kamu suka, gpp donk ya? Kan yang penting Allah Ridho.
- Heninggg. Lalu bergumam dalam hati, "Kalau bisa sih sama dia. Kan dia bla bla bla." (Mirip sama kamu nggak gaess?)
+ Bila belum bisa mantep jawab iya gpp seandainya tidak menikah dengan dia, artinya kamu belum sepenuhnya menikah karena Allah. Coba deh perbaiki niat lagi. Hati-hati nanti jatuhnya jadi kecewa. Ingat ya, menikah itu tidak harus dengan dia tetapi harus karena Dia. Sang pemilik jiwa.
Well, setelah melihat video tersebut. Saya terdiam dan mulai bermuhasabah. Kroscek niat. Lalu kembali datang pada-Nya. Istikharah lagi. Dalam keadaan hati yang bener-bener dinetralkan. Ikhlas seandainya tidak berjodoh dengan si doi.
Singkat cerita, saya mengulang kembali kalimat, "Jika memang dia yang terbaik untukku, agamaku, dan keluargaku maka dekatkanlah, dengan menikah jika kami benar-benar telah siap. Namun, jika sebaliknya maka jauhkanlah."
You know what gaess? Allah itu Maha Baik dari yang terbaik. Beberapa saat setelah itu. Saya mendapati dia perlahan mulai menjauh. Dengan alasan yang masih menjadi rahasianya. Saya hanya bisa menerka, mungkin dia ingin menjaga. Meski kita telah lama bersahabat, kita harus tetap memiliki batasan. Meski demikian anehnya saya tidak merasa sedih pun kecewa. Malah lega.
Bisa jadi waktu itu saya dan dia belum benar-benar siap menikah. Bisa jadi juga ini adalah cara-Nya agar saya terus memantaskan diri di hadapan-Nya hingga Dia memberi restu saya menikah, entah dengan siapapun itu.
Satu hal yang bisa saya tangkap dari kejadian tersebut menikah itu tidak harus dengan dia tapi harus karena Dia. Kudu ikhlas lan legowo sama semua ketetapan-Nya. Jangan sekali kali ngeyel, nanti malah capek sendiri. Percaya aja rencana-Nya, apapun itu pasti adalah yang terbaik. Tetap syukuri sekalipun hal tersebut kurang menyenangkan.
Satu lagi ye gaess, kalau udah doa sama Allah. Kita kudu peka baca signal yang sudah diberikan oleh-Nya. Jangan ngeyel.
Semoga Allah memudahkan langkah kita menjemput jodoh dengan cara yang diridhoi oleh-Nya. Aamiin.
Sidoarjo, 10 Ramadhan 1438H
Diah Amita