Perempuan Dari Desa Glusia

32 11 0
                                    

  Sudah dua puluh tahun berlalu semenjak hari kelam yang mengelabui istana Shrula. Dua puluh tahun yang lalu,saat gerbang istana sudah tidak lagi dibuka untuk umum,orang-orang mulai berbisik-bisik aneh,isu tak sedap bertebaran dimana-mana. Para penjaga kini menguasai sudut-sudut desa. Karena sejak kematian istrinya,raja Nivellus tidak seceria dirinya yang dulu. Dia meningkatkan keamanan,memperketat peraturan.

  Meskipun begitu,lampu-lampu kastil tetap menyala terang. Raja Nivellus tidak ingin negeri lain menganggap Shrula melemah karena kejadian dua puluh tahun yang lalu itu. Lampu-lampu kastil tetap memantul di jendela-jendela rumah di desa. Termasuk di salah satu rumah kecil di desa Glusia,di rumah bibi Lovinda Shierk. Wanita paruh baya yang dikenal ramah oleh orang-orang di desa. Dia memiliki anak bernama Leuwen dan keponakan bernama Rowena.

  Aroma sup menguar dari dapur di rumah bibi Lovinda. Rowena,perempuan cantik dengan rambut bergelombang sebahu berwarna jingga,dengan mata cokelat cemerlang,mengenakan celemek bunga-bunga itu tak henti-hentinya menatap pintu depan.

  "Leuwen belum juga pulang ya ?" Tanya bibi Lovinda yang membawa keranjang berisi setumpuk pakaian yang sudah dilipat.

  "Belum,bibi," jawab Rowena seraya menaruh semangkuk sup buatannya di meja makan. "Dia sering pulang terlambat akhir-akhir ini."

  "Peraturan sekarang bagi pekerja adalah harus pulang sebelum jam sepuluh malam. Tapi Leuwen butuh uang tambahan untuk kita." Kata bibi Lovinda yang membawa keranjang pakaiannya masuk ke kamarnya yang berada di bawah tangga kayu.

  Ucapan terakhir bibi Lovinda sukses membuat Rowena merasa tidak enak hati. Pasalnya,bibi Lovinda lah yang membesarkannya dan Leuwen lah yang menjadi tulang punggung keluarga ini. Dulu saat Rowena masih bayi,dia dititipkan oleh ibunya kepada bibi Lovinda,kerabatnya. Ayah Rowena meninggal akibat peperangan dan tak lama setelah itu,ada kabar bahwa ibu Rowena meninggal karena sakit,setidaknya begitulah yang diceritakan bibi Lovinda kepadanya.

  Rowena melangkah meninggalkan dapur menuju kamarnya yang berada di loteng. Rumah itu sederhana,alas dan temboknya dari kayu-seperti kebanyakan rumah di negeri Shrula yang berjejer tanpa jarak,hanya akan dibatasi oleh gang-gang kecil.

  Rowena menatap kastil dari jendela di loteng. Dia berpikir panjang sambil mengenakan gaun tidur panjangnya,setidaknya ada yang bisa dia lakukan untuk membantu Leuwen dan bibi Lovinda. Lalu apa itu ? Berjualan ? Menjadi pelayan bar atau toko-toko di Glusia ? Dia akan mencobanya besok sementara dia mulai terlelap. Membiarkan Leuwen pulang dengan semangkuk sup yang sudah menunggunya di meja makan,menjernihkan pikirannya.

  Malam semakin dingin,suara uhu-uhu keras burung hantu sesekali membangunkan Rowena. Seringkali dia bermimpi bertemu dengan perempuan yang mirip seperti dirinya menggunakan jubah bepergian,tersenyum lalu pergi. Ini selalu membuatnya bertanya-tanya. "Mungkinkah dia ibuku ?". Rowena memang tak mengenal ibu dan ayahnya. Bibi Lovinda tidak punya lukisan wajah mereka. Pernah sewaktu kecil Rowena bertanya tentang orang tuanya kepada bibi Lovinda yang,sekali lagi,bosan,menceritakan cerita yang sama.

  Rowena menatap langit-langit. Melamun dan memikirkan mimpi sama yang sering dialaminya. Tak lama,pintu loteng terbuka. Laki-laki jangkung dengan mata tenang masuk. Wajahnya dipantulkan cahaya bulan yang terpancar lewat jendela loteng. Dia tersenyum.

  "Selamat ulang tahun Rowena." Katanya pelan,dia menenteng bungkusan kecil di tangannya.

  "Leuwen ? Astaga,kau bisa mengucapkannya besok." Kata Rowena terkejut sekaligus senang.

  Leuwen duduk di tepi tempat tidur Rowena.

  "Untukmu," katanya  seraya menyerahkan bungkusan kecil tadi kepada Rowena. "Tak tahu apa kau akan suka atau tidak."

SHRULA [HIATUS Untuk Sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang