Matahari Bulan

13 3 0
                                    

  Rowena tidak pernah menyangka akan bertemu Erlas dengan cara yang tidak menyenangkan. Sudah berhari-hari dan Rowena tidak ingin keluar dapurnya sampai malam tiba. Meski kelihatannya, para pelayan dapur sudah melupakan 'kejadian' itu, bagi Rowena tidak sama sekali. Diana sudah sering mengajaknya keluar mencari udara segar di waktu senggangnya, tapi sia-sia, Rowena punya ketakutan sendiri untuk bertemu Erlas. Bahkan dia melupakan Carlov, dan Leuwen.

  "Ayo kita keluar sekarang Rowena, Garda juga akan segera menutup pintu." Kata Diana di suatu malam. "Kulitmu semakin pucat, karena kebanyakan mengurung diri di dapur sih, kau jadi tidak pernah kena sinar matahari."

  "Ya aku akan keluar, aku akan taruh tepung ini dulu." Kata Rowena sambil menumpuk tepung di lemari penyimpanan.

  Garda datang, tersenyum kepada Diana dan matanya dengan gelisah menatap Rowena dari belakang. Badannya yang besar menutupi separuh pintu.

  "Ehem, Rowena ? Bisakah kau buatkan puding dengan krim ? Atau cheesecake ?" Tanya Garda pelan. Diana bersenandung kecil di samping Rowena.

  "Maaf Garda, kurasa tidak." Jawab Rowena masih membelakangi Garda, sekarang melepas celemeknya. "Ini sudah malam, tidak ada puding, tidak ada cheesecake."

  "Harus ada !" Tukas suara berat di belakangnya. Bukan suara Garda, apalagi suara Diana. Tapi Rowena kenal suara itu. Suara orang yang paling tidak ingin ditemuinya ; Erlas.

  Garda yang gelisah, menyingkir dari pintu, dan Diana yang tadinya bersenandung, kini diam, sama gelisahnya seperti Garda. Rowena berdecak malas.

  "Aku lapar dan sedang ingin makan cheesecake." Kata Erlas. "Kau pembuatnya kan ?"

  Rowena mau tidak mau harus berbalik menghadap Erlas.

  "Tapi kan membuatnya tidak sebentar, kalau kau lapar, Garda bisa membuatkanmu sandwich." Kata Rowena, Garda tersentak kaget, tidak tahu Rowena akan menyebut namanya.

  "Aku bisa menunggu." Kata Erlas dengan nada memaksa.

  "Kalau begitu tunggulah di luar." Kata Rowena putus asa, sementara dua temannya itu sama sekali tidak membantu.

  "Aku ingin melihatmu membuat kue," balas Erlas datar seraya menghampiri Rowena. "Mungkin temanmu dan Garda bisa keluar, ini juga sudah malam kan ?" Kata Erlas melihat Diana dan Garda sambil tersenyum,-yang lebih tepatnya- meminta secara halus.

  "Oh baiklah kami akan keluar, ayo Diana, biarkan Rowena bekerja."

  Dalam hati, Rowena memohon agar mereka tetap berada di dapur itu. Tapi akhirnya, Rowena memakai kembali celemeknya. Perlahan, Rowena membuat adonan dengan tangan gemetaran sementara Erlas terus memperhatikannya. Terkadang dia tersenyum kecil melihat Rowena yang salah tingkah.

  "Berikan banyak buah di atasnya ya." Pinta Erlas yang tengah bersandar di meja sambil melahap strawberry.

  "Bisakah kau tunggu di luar saja ?" Kata Rowena sekali lagi, tanpa berani menatap Erlas.

  "Tidak."

  "Aku tidak biasa memasak sambil diperhatikan seperti ini."

  "Kalau begitu aku tidak akan memperhatikannmu."

  "Bagus, jadi kau bisa menunggu di luar kan ?"

  "Tidak."

  Menyerah, setelah meletakkan adonannya di dalam oven, Rowena akhirnya bersandar di tepi meja juga tapi berdiri agak jauh dari Erlas. Berulang kali Rowena melirik, dan mata hijau itu tidak berhenti memperhatikannya. Rowena mengutuk orang yang berdiri di sampingnya ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SHRULA [HIATUS Untuk Sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang