Malam hari di taman belakang, seorang pria duduk sendirian di ayunan warna putih. Matanya terpejam, bibirnya bersenandung, kakinya mengayun pelan. Suasana malam itu juga sangat mendukung suasana hatinya yang menginginkan ketenangan. Tak ada suara lain selain senandung lembut yang keluar dari bibirnya. Mungkin saat ini jangkrik sedang mendengarkan merdunya suara pria itu, itulah sebabnya tak ada suara jangkrik yang beradu seperti biasanya. Sunyi. Damai.
BRAK...
"Jimin !"
Oh tidak, suara itu terdengar lagi. Membuat pria yang tadinya merasakan ketenangan mengernyitkan dahinya. Matanya sipitnya terbuka perlahan, menatap kosong rerumputan basah yang ia pijak sambil menghembuskan nafas berat seperti biasanya.
Dirogohnya saku sebelah kanan, mengambil sebuah tabung berisi pil berwarna putih. Pria itu lalu membuka tutupnya dengan perlahan seakan memilah - milah mana yang ingin ia ambil meskipun tak ada satupun dari pil itu yang berwujud beda. Meletakan satu pil di telapak kanannya, menimbang - nimbang sebentar, lalu akhirnya ia memutuskan untuk menambahkan dua pil lagi. Tangannya seakan ragu ingin memasukkan benda itu ke dalam mulutnya atau tidak.
"Kau akan bertemu eomma-mu setelah memakakn obat ini. Percayalah..."
Kata - kata seorang pria yang lebih tua darinya seminggu yang lalu terus terputar di otaknya, membuatnya bertanya - tanya pada dirinya sendiri "Apa harus sesakit ini caranya ?"
Setelah menimbang - nimbang sekali lagi, dua pil sudah masuk ke dalam tenggorokannya. Tak butuh waktu lama hingga obat itu bekerja. Samar - samar ia tak lagi mendengar keributan di dalam rumah lantaran Jimin mencoba untuk berjalan. Oh, aku lupa memberi tahu bahwa Jimin tidak bisa berjalan setelah kecelakaan tujuh tahun yang lalu. Membuatnya terus berada di kursi rodanya dan mendapat kasih sayang juga perhatian lebih dari orang tuanya. Sehingga pria satu ini merasa kehilangan apa yang seharusnya ia dapatkan. Itulah kenapa Jung Hoseok, pria yang sedari tadi duduk di ayunan memilih tenggelam dalam halusinasinya sendiri. Kembali pada masa kecilnya yang indah dan bahagia. Saat sebelum ia ikut ayahnya dan harus tinggal bersama ibu tiri dan adik tirinya. Saat dimana ia belum kehilangan hampir semuanya. Ya, setidaknya belum semuanya.
***
Seorang anak berlari menghindari kejaran ombak yang menuju ke arahnya. Bajunya sudah basah dari tadi, pasir memenuhi saku celananya, dan juga rambutnya entah bagaimana bentuknya. Anak itu terus berlari menuju dua orang yang menunggunya di kursi rotan. Eomma dan appa. Appanya melentangkan tangan sambil menangkap anak itu ke dalam pelukannya. Lalu menggendong putra kesayangannya untuk duduk. Eomma si anak ini menyodorkan es kelapa muda diiringi senyum paling manis, mengacak - acak rambut anaknya sebentar lalu mendaratkan kecupan singkat di dahinya.
"Eomma, aku tadi melihat kerang yang sangat besar di sana." Anak itu menunjuk tempat ia bermain tadi.
"Oh ya ? tidak kau ambil ?"
"Aku kasihan, nanti dia tidak bisa bertemu keluarganya lagi," Jawabnya polos.
"Omo ! Jung Hoseok... sejak kapan kau jadi penyayang binatang seperti ini ? hmm ?" Kini Appanya berjongkok untuk menyejajarkan tinggi dengan putranya, Jung Hoseok.
"Aku memang tidak suka binatang, tapi aku tidak akan menyiksa binatang, Appa." Jawabnya sambil menyeruput es kelapa muda yang ia pegang di dua tangan mungilnya.
Siapapun yang melihat keluarga ini akan sangat iri, melihat kasih sayang yang ada dalam keluarga itu, seakan tidak akan pernah habis. Lihatlah bagaimana Eomma dan Appa Jung Hoseok yang memberikan kasih sayang yang tiada tara untuknya. Karena hidup dengan kasih sayang itu, terciptalah Jung Hoseok dengan kepribadian yang sangat baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Help Me [ ✔️ ]
FanfictionSerorang pria yang merindukan masa lalu keluarga yang indah membuatnya terkurung dalam setiap halusinasi yang ia ciptakan sendiri.