Part 3

243 39 0
                                    

Siang ini, Jung Hosoek sudah tidak berada di rumahnya. Kini ia berada di sebuah tempat yang ia sebut basecamp studio bersama dua orang temannya. Suga dan Rap Monster. Bukan nama asli, hanya nama stage. Hoseok juga punya nama stage, yaitu J-Hope. Bukan tanpa alasan ia memilih nama seperti itu karena ia adalah anak yang hidup dengan dipenuhi harapan. Entah itu yang semu, ataupun yang ia sendiri juga tidak tahu bagaimana cara untuk menggapai harapan itu.

Ruangan mereka penuh dengan berbagai alat untuk seorang composer, kaca – kaca yang mengelilingi setengah ruangan, dan ada juga tempat mereka tidur. Karena mareka adalah dancer, composer, dan rapper. 

Di tempat ini mereka membuat rap keren sekaligus membuat musiknya, di tempat ini pula J-Hope menciptakan tarian indah yang sering ia tampilkan. Jimin, orang tuanya, hanya tahu bahwa ia sudah berhenti menari. Namun mereka tak tahu seberapa hebat Hoseok saat ini, seorang dancer yang kerap tampil di berbagai acara. Tentu saja keluarganya tak tahu itu, mereka sudah memutuskan untuk menutup semua akses agar tak ada unsur dance di kehidupan mereka. Itu semua untuk apa ? Tentunya hanya untuk Jimin semata. Mereka mengabaikan tokoh lain yang hanya bisa pasrah menerima dan harus mencari tempat lain untuk melakukannya. Terkadang dalam suatu keluarga, yang namanya pilih kasih memang selalu ada. Dan itu memang ada.

Sepucuk surat diletakkan Rap Monster di hadapan Suga dan J-Hope. “Job baru,” Ucapnya singkat.

Suga membelalakkan matanya tak percaya ketika melihat isi dari undangannya.
“Tamu spesial di acara pelepasan SMA ? Woahh daebak... itu artinya kita akan tampil di inti acra ?”

“Ya, kita akan tampil di sana. Bukakah itu sudah biasa kita lakukan ? Dan untuk J-Hope kau tidak hanya sebagai rapper melainkan pula sebagai dancer.”

J-Hope hanya diam memandangi suratnya.

“Yakk kau mendengarku tidak ?”

J-Hope tetap saja terdiam.

“Aku akan tampil di acara kelulusan Jimin. Menari di hadapannya. Sesuatu yang selama ini kututupi. Apa ini sudah waktunya ?”

Acara itu diselengarakan seminggu lagi. Hampir setiap hari tiga sekawan itu berada di studio seharian. Mereka bahkan beberapa hari tidur di studio dengan keadaan sangat lelah, lalu bangun dengan kantung mata tebal.

Suga tak berhenti berada di depan komputernya untuk membuat instrumen, Rapmonster dengan setia bekerja keras bersama Suga. Dan J-Hope, dia menyerahkan urusan rap dan composing lagu pada kedua temannya. Ia sekarang juga tengah bekerja keras pada tariannya. Karena tak hanya menari, ia juga akan menyanyikan rap bersamaan dengan dancenya.
Dua hari sebelum acara berlangsung, mereka bertiga memutuskan untuk pulang ke rumah karena mereka sudah mendekam di studio selama tiga hari.

“Aku pulang.”

Hoseok masuk ke rumah yang saat ini sepi. Tak ada orang sama sekali di rumah. Ia membuat kopi sebentar lalu membawanya ke dalam kamar. Lalu tak lama kemudian terdengar suara mobil baru datang.

Hoseok melihat dari jendela kamarnya, melihat orang tuanya datang bersama Jimin. Seperti biasa mereka pasti baru saja dari rumah sakit untuk melakukan terapi pada kaki Jimin. Sudah dipastikan mereka pasti lupa dan tidak menyadari atau tidak peduli Hoseok ada di rumah atau tidak, pulang atau tidak. Karena yang mereka pedulikan hanya Jimin.

“Eomma, apa hyung sudah pulang ?” Tanya Jimin

“Tidak tahu, sayang. Dia bisanya hanya keluyuran tidak jelas saja, tidak bisa apa dia menemanimu di rumah. Dasar anak itu,” Ujar Appanya.

Telinga Hosoek tidak tuli. Ia mendengar dengan sangat jelas makian yang terlontar dari appanya. Hoseok tersenyum pahit sambil menerawang ke foto keluarga lamanya. Orang tuanya hanya tidak tahu seberapa hebat anaknya di luar sana. Mereka hanya melihat cover buruk yang sebenarnya sama sekali tidaklah buruk. Mereka tidak bisa melihat peluh dan kerja keras yang selama ini anak mereka lakukan. Dan mereka tidak mencoba untuk menyingkirkan debu yang menutupi hati mereka. Karena mereka tidak perduli akan hal itu. Dan itu yang dirasakan Hoseok saat ini.
Disambarnya pil yang sudah tiga hari tak ia sentuh itu, memutar tutupnya, menuangkan pil itu ke telapak tangannya hingga berjatuhan di lantai. Ia tidak peduli. Yang ia inginkan saat ini adalah menghampiri Eomma nya di dunia bawah sadar, ia ingin mengadu di depan eommanya. Bahwa ia rindu sebuah pelukan. Pelukan yang sanggup membuatnya merasa lebih kuat  dan merasa lebih baik. Toh orang tuanya saat ini juga tak peduli seberapa menyedihkan hidupnya dengan pil yang selama ini ia konsumsi sebagai cara untuk melarikan diri.

Help Me [ ✔️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang