two: aneh 2

17 9 0
                                    


Seisi sekolah tahu kematian kepala sekolah dan juga ibu kepala sekolah. Berkat satu orang yang berlari memutari koridor sambil berteriak kepala sekolah sudah tiada.

Siapa sangka. Jika kematian seseorang bisa bersamaan dalam waktu dan tempat yang juga bersamaan. Di tempat dimana ruang kepala sekolah bekerja.

Elisia yang baru tahu beritanya ikut membaur ke depan ruang kepala sekolah yang sudah padat akan mata yang ingin melihat. "Misi dong!" Ujar Elisia pada orang yang menghalangi jalannya.

Orang-orang terus berdatangan. Menyebabkan Ibu Ati yang ada didalam keluar mengomeli semua yang menyebabkan kepadatan.

"Kalian ini! Pantas didalam terasa panas. Sudah sana. Pergi semuanya, ini bukan bioskop. Sudah sana!!" Usir Bu Ati.

Semua orang pun pergi, kecuali Elisia dan satu orang cowok yang berada di belakang Elisia. Bu Ati yang melihat Elisia belum pergi pun memicingkan matanya.

"Sudah sadar kamu?" Pertanyaan Bu Ati menjurus pada Elisia yang tadi di kelas.

"maksud ibu?" Lempar Elisia balik bertanya.

"Tadi kamu dipanggil saya dikelas gak dengar. Saya kira kamu kesurupan atau apa."

"Enggak ah, masa iya saya kesurupan bu." Kata Elisia dengan tampang polos.

Bu Ati membetulkan letak kaca matanya lalu matanya memicing ke arah belakang Elisia. "Kamu juga. Ngapain masih disini?"

Cowok itu. Lebih tepatnya cowok yang memakai seragam urak-urakan, rambut sudah mencapai telinga, berdiri di belakang Elisia adalah Aslan Diandri Wolley.

Anak donatur terbesar disekolah, nama wolley adalah nama ayahnya yang memiliki usaha dimana-mana.

Aslan pun pergi, menuju kelasnya yang berada dilantai atas. Giliran Elisia yang harus kena usiran Bu Ati selanjutnya.

"Bu, saya boleh masuk?" Ijin Elisia dengan bodohnya. Sudah pasti tidak akan di ijinkan. "Cuma liat doang kok bu, gak akan ganggu. Janji." Elisia menaikan dua jarinya yang menunjukan tanda 'peace'.

Bu Ati tidak menjawab hanya diam dan berjalan masuk kedalam. Dengan begitu Elisia tahu apa jawabannya. "Makasih bu."

Belum ada pengamanan dari dua orang jenazah yang tergeletak di lantai beserta darah yang mengucur dari kepala mereka. Rasanya seperti mau muntah melihat darah menutupi keramik putih bersih.

Guru-guru yang ada didalam tidak berani menyentuh apalagi membawa jenazah itu kerumah sakit. Takut-takut jika mereka lah yang dituduh pembunuh.

Salah satu diantara guru-guru itu menelfon polisi untuk di evakuasi lebih lanjut. Guru yang lainnya hanya melihat dan beberapa ada yang muntah saking mengerikannya.

"Siapa yang membunuhnya?"

pak Carlie melirik Elisia yang terus mendekat ke arah jenazah. Dengan cepat Pria paruh baya itu menarik lengan Elisia. "Apa yang kamu lakukan?" Selidik Pak Carlie.

"Kita harus memeriksanya, siapa tau mereka masih hidup." Jawab Elisia.

Pak Carlie menggeleng. "Biarkan polisi yang memeriksa, lagi pula mereka sudah mati. Dari banyaknya darah yang keluar dari kepalanya, sudah pasti mereka sudah tiada."

Kali ini Elisia menggeleng cepat. "Tidak. Diantara mereka masih hidup." Elisia yakin bahwa ibu kepala sekolah masih hidup, lagi pula yang bocor kepalanya hanya kepala sekolah saja.

"Ini tidak mungkin."

"Semuanya terlambat." Kata Elisia menyesal.

"Apa maksudmu?"

Elisia merasa semuanya sudah terlambat, semuanya terlambat. Ibu kepala sekolah sudah tiada. Elisia merasakan itu. "Apa yang terlambat Elisia?" Gertak Pak Carlie.

Elisia menggeleng, pupil matanya sudah berlinang air mata. Hanya satu kedipan bisa membajiri pipi Elisia. "Misi pak." Putus Elisia yang sudah pergi keluar.

-----------

"Kau tahu, hari ini aku benar-benar aneh. Aku bisa merasakan apa yang sebelumnya belum pernah aku rasakan. Aku bingung. kenapa aku berbicara seperti itu pada pak carlie. Pasti ia sekarang bingung, kenapa aku begitu. Rasanya seperti menyakiti diri sendiri sekarang." Tulis Elisia pada buku Diary nya yang bewarna biru laut.

Halaman belakang sekolah selalu menjadi tempat Elisia untuk mencatat semua kegiatan yang ia alami sekarang. Jangan kira kalau Elisia tidak punya teman. Ia punya. Hanya saja jika Elisia ingin mencatat ia tidak mau ditemani.

Rumput hijau, bangku taman yang sudah karatan, pohon besar yang tertiup angin, tanaman hias yang sudah agak layu menemani Elisia dalam kesunyian.

Halaman belakang sekolah memang selalu sepi bukan? Apalagi dalam situasi istirahat semuanya akan pergi ke kantin untuk makan. Jika sudah masuk tetap sepi. Kecuali yang sedang ingin berduan disini.

Elisia menutup buku biru lautnya lalu merogoh handphone di almometer sekolahnya. Mengetikan sesuatu yang ia ingin sampaikan pada seseorang.

Ethan.w
Kapan kakak pulang?

Send

Elisia menutup matanya setelah mengirim pesan pada kakaknya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya diluar.

Ethan sesosok cowok idaman bagi Perempuan, selain tampan ia juga pekerja keras. Setelah ia lulus dari sekolahnya dan memilih untuk tidak kuliah. Ia langsung mengambil warisan papahnya dan semua aset perusahaan.

Semuanya berjalan lancar sampai sekarang Ethan menjadi saham terbesar.

Elisia mengetukan handphone nya beberapa kali, menunggu balasan kakaknya yang berada diluar negeri.

Tapi hasilnya nihil, kakaknya selalu tidak membalas pesan Elisia. Elisia jadi penasaran pekerjaan apa yang menyita banyak waktu?

"El!" Panggil seseorang yang sudah tidak asing lagi bagi Elisia.

"Lami!" Ya. Namanya Lami Carteline. Sahabat Elisia sejak kecil, meski usianya lebih muda dari Elisia.

Lami memeluk Elisia erat, sudah lama rasanya ia tidak bertemu dengan sahabtnya itu semenjak Lami pindah rumah.

"Kok lo bisa ada disini?" Tanya Elisia sebelum melepaskan pelukannya.

Lami tertawa, membuat Elisia semakin penasaran. "Kan gue mau pindah sekolah."

"Pindah sekolah? Emang kenapa sekolah lama lo?"

Lami menjitak kepala Elisia dengan keras sehingga membuat suara seperti 'Tuk' Elisia mengerang kesakitan. "Awwh! Sakit...!"

"Gue kan mau jadi anak Sma sekarang. Eh, lebih tepatnya sebentar lagi."

Elisia mengerti sekarang. Hampir saja lupa kalau Lami lebih muda darinya dua tahun. Bersukur, karena setelah Elisia naik kelas 11 Lami sudah ada disini menemaninya.

"Nanti kenalin gue sama teman hitz lo itu yah." Pinta Lami sambil berjalan mengelilingi halaman belakang.

"Pengen banget?"

"Ayolah... gue kan sahabat lo. Masa lo gak mau kenalin temen baru lo ke gue."

"Iya iya."

"Serius? Yeay!"

*****

TBC

Closed EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang