2017
Jimin memakirkan mobilnya di parkiran sekolah Sunmi, sesuai dengan rencana yang dia buat bersama putrinya pagi tadi, siang ini Jimin akan mengajak Sunmi untuk mengunjugi makam Ibunya, istri tercintanya.
Jimin bahkan rela meninggalkan semua pekerjaannya di kantor, dia lebih mementingkan istrinya, tidak seperti dulu, mengingatnya saja dapat membuat dadanya kembali sesak.
Jimin keluar dari dalam mobil, menyandarkan tubuhnya di depan pintu mobilnya. Dia terlalu malas untuk masuk ke dalam, karena ulah wanita-wanita yang sering mengganggunya.
"Ayaaaah!" teriakan putrinya terdengar saat dia melihat ke gerbang sekolah. Bibirnya melengkung, menciptakan sebuah senyuman manis dan penuh akan kelembutan.
Jimin segera menggendong Sunmi setelah tubuh kecil putrinya berada di hadapannya, "woooah" berseru saat mengangkat anaknya, sebelum kembali bersuara, "apa hari ini menyenangkan?" Sunmi mengangguk cepat dan tertawa geli saat Ayahnya menciumi seluruh permukaan wajahnya dengan sejumlah kecupan sayang.
"Ayah, hentikan!" teriakan Sunmi menghentikan aktivitas yang Jimin sukai, yaitu menciumi putrinya.
"Yasudah, Ayo kita pergi, tapi di dalam mobil ceritakan pada Ayah apa yang kau lakukan di sekolah hari ini" Sunmi mengangguk.
Jimin membuka pintu mobil dan memasukkan Sunmi dengan perlahan, agar kepalanya tidak terbentur kerangka atas mobil.
Jimin menutup pintu mobil setelah dirinya sudah berada di kursi kemudi, di sampingnya sudah ada Sunmi yang memainkan ransel kecil bergambar pororo, kartun kesukaannya.
"Oh iya, apa kau tadi membawa obat mu sayang?" Jimin bertanya pada sunmi terlebih dahulu, sebelum menjalankan mobilnya. Dia harusnya mengingat obat yang setiap hari harus berada di dekat putrinya, tapi karena pagi ini dia hanya mengingat hari jadi pernikahannya bersama istrinya, dia jadi melupakan hal yang sangat penting itu.
"Aku membawanya, hampir setiap hari Ayah mengingatkannya padaku, itu membuatku terbiasa untuk mengingatnya"
Ada raut lega di wajah Jimin, apa jadinya jika putrinya melupakan obat yang wajib untuk di bawa kemana-mana.
"Tadi kau tidak bermain yang berat-berat kan sayang?"
Sunmi menatap Ayahnya takut, "aku hanya sedikit berlari dan bermain loncat tali bersama teman-temanku"
Jimin menatap putrinya kaget, "Apa? lari? Loncat tali? Ayah harap lain kali kau tidak mengulanginya lagi, kau taukan penyakitmu itu seperti apa? Jadi, tolong... jangan membuat Ayah kawatir, Ayah tak ingin kehilanganmu sayang" Jimin mengucapkannya dengan lembut, dia tidak ingin membuat Sunmi ketakutan, rasanya ingin sekali dia menangis.
"Maafkan aku Ayah, aku janji tidak akan mengulanginya lagi" Sunmi berbicara dengan menundukkan kepalanya.
"Eoh, sudah Ayah maafkan, asal tak di ulangi lagi untuk yang kedua kalinya" Sunmi masih menunduk, merasa bersalah pada Ayahnya.
Jimin mendekat ke arah putrinya "hei...coba lihat Ayah" sunmi mengangkat wajahnya dengan perlahan, ada rasa sakit di hati Jimin melihat wajah putrinya yang terus mengingatkannya akan almarhum istrinya.
"Ayah melarangmu karena sayang padamu, jadi kau mengertikan kenapa Ayah melarang keras untuk tidak melakukan hal berat, hmm?" Sunmi mengangguk. "Gadis pintar, jangan mendunduk, nanti Ayah tidak dapat melihat wajah cantik Sunmi, sekarang ayo kita membeli bunga untuk ibu"
Jimin mencoba senyum terbaiknya, terbukti dengan Sunmi yang juga tersenyum sangat mirip dengannya senyuman miliknya.
"Pasang sabuk pengamannya sayang" Sunmi bergegas memasang sendiri sabuk pengamannya. "Kita berangkat" Sunmi berseru senang.
Kenapa harus kau berikan penyakitmu pada putri kita sayang, aku sungguh tak ingin kehilangannya, seperti...aku kehilangan dirimu..
-
2012
Jimin pulang kerumah pagi ini, kepalanya pusing akibat rasa stres yang membendung kepalanya, di sebabkan oleh perusahaannya yang terbengkalai dan terus menurun.
"Kau sudah pulang? Mau makan sesuatu?" Seulgi menghampirinya dengan sebuah syal merah di leher wanita itu, wajahnya terlihat pucat.
"Hmm, buatkan aku teh hangat juga, aku mau mandi dulu" Seulgi mengangguk dan mencoba tersenyum walau sesak terus saja menghantamnya, dadanya terasa sedikit sakit, mengingat dia yang belum memimun obatnya untuk hari ini.
Jimin melihat Seulgi tengah menata makanan di atas meja, setelah mandi dia langsung bergegas ke dapur, karena rasa lapar di perutnya tak bisa di toleransi lagi, seharian mengurus kantor membuatnya lupa mengisi perut.
"Sudah selesai mandi ya? Sekarang makanlah mumpung makanannya masih panas, kalau sudah dingin nanti tidak enak" Istrinya hari ini terlihat berbeda, walau suaranya saat berbicara masih terasa lembut di telinganya, namun dia mencoba untuk tidak menghiruakannya, rasa lapar sudah menyulut dirinya.
Jimin menarik kursi dan duduk di hadapan makanan yang sudah tertata rapi. Dia hanya melihat istrinya yang dengan telaten menyiapkan piring, nasi dan lauk pauk untuknya.
"Makanlah, teh nya akan menyusul" Dia diam tak menjawab dan juga mengangguk, Jimin memulai makannya dengan tenang, membuat Seulgi yang melihatnya tak dapat membendung rasa senangnya. Walau sesak di dadanya semakin bertambah, dia tidak perduli, yang terpenting dia dapat melayani suaminya dengan benar.
"Ini teh-
Akkkkkh...
Seulgi menutup mulutnya saat tangannya tak sengaja menjatuhkan teh panas pada kaki suaminya.
Jimin berdiri dengan menahan perih di kakinya "Apa yang kau lakukan sialan! Kau sengaja kan?!" Seulgi langsung menutup matanya saat Jimin berteriak keras di depan wajahnya.
"A-aku sungguh tidak sengaja Jim, tanganku licin dan-
DUG
Sebelum dapat memnyelesaikan ucapannya tubuh Seulgi sudah lebih dulu di dorong oleh Jimin, hingga kepalanya sedikit terbentur pada sudut lemari piring.
Seulgi tak dapat menahan tangisannya, rasanya lebih sakit dari pada terkena tamparan suaminya, dadanya terasa lebih sesak sekarang, membuat dirinya sedikit sulit bernafas, dia benci pada dirinya yang lemah, dia benci penyakit yang berada di tubuhnya, penyakit asma yang berada di tubuhnya tak bisa di obati karena ini adalah penyakit bawaan.
"Selalu saja menangis, kau membuat nafsu makanku berkurang, dasar wanita menyebalkan, aku pergi"
Jimin yang melihat istrinya kembali menangis hanya berlalu pergi, namun sejujurnya ada setitik rasa bersalah di hatinya, namun ego yang di milikinya terlalu tinggi, sehingga dia memilih untuk pergi dari pada menetap dan melihat istrinya menangis...lagi.
Setelah kepergian suaminya, Seulgi berjalan dengan perlahan, dadanya naik turun, mencari udara yang semakin terasa sempit, rasanya seperti kau berada di ujung tanduk, sangat menyakitkan.
Seulgi mengambil obat yang berada di kolong tempat tidur dengan tangan gemetar, mengambilnya secara ramdom dan menelan beberapa butir sebelum dirinya tertidur di lantai, di dalam hatinya dia menyesali perbuatannya tadi, sebab karena dialah suaminya kembali pergi.
Dia Memang wanita yang baik, Di saat seperti ini pun, dia masih memikirkan suaminya yang belum makan sama sekali dan itu disebabkan oleh dirinya.
'Aku mencintaimu, Jim'
-tbc
Nggak bisa berkata-kata.
Keep Vonment aja yah😊
-thanks

KAMU SEDANG MEMBACA
Past Stories
FanfictionSeulMin story [Hurt] Park Jimin yang selalu menyesali masa lalu yang membuatnya kehilangan orang yang paling dia sayangi, ibu dari anak semata wayangnya, Kang Seulgi. ' Ingatlah, Penyesalan selalu berada di akhir, bukan di awal ' Alur maju-mundur, j...