TRUDGE 2 'seorang putri dan pangerannya'

37 0 0
                                    

---"Jikalau tak mampu lagi berbicara, biarkan angin membawa waktu yang akan membuktikannya.

Sebuah kehangatan yang mendadak berubah menjadi kebencian.

Tak ada yang mampu mengatakan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Biarlah semua terucap oleh waktu."---

Sebulan berlalu. Gadis itu dengan giatnya mempelajari berbagai ramuan yang diajarkan oleh Shiru dan Sozhi. Di malam hari, terkadang ia mempelajari musik, nyanyian, dan bela diridari keduanya. Mereka seperti keluarga sejak itu. Namun ada perbedaan di antara ketiganya. Rambut milik Sozhi berwarna hijau gelap, hal umum di desa Wu. Rambut milik Shiru sendiri berwarna biru gelap seperti langit di malam hari. Sedangkan rambut milik gadis itu berwarna hitam sehitam burung gagak, yang sama sekali tidak umum di desa Wu.

Namun hal itu tidak membuat perbedaan diantara mereka dan juga penduduk desa Wu, walaupun sebenarnya ia sedikit merasa minder mengetahui hal itu.

"Nona Shiru, Tuan Sozhi, saya membawa pesan dari Tetua"seorang gadis datang untuk menghentikan aktifitas mereka sejenak.

"Sudah waktunya ya, Sozhi"

"Benar, kita akan merasa kehilangan"

Sozhi dan Shiru tersenyum sedih melihat punggung gadis yang barusan menjelaskan situasinya kepada mereka mulai menghilang dari balik pintu rumah. "Aku akan mendandaninya dengan cantik. Kau pergilah dulu menemui Tetua dan Yang Mulia"ujar Shiru dan segera masuk ke dalam rumah kembali. Sozhi mengangguk mengerti.

Shiru tersenyum sendiri begitu melihat gadis yang ditolongnya tersebut akan segera pergi memenuhi takdirnya. Takdir yang bahkan orang dewasa sulit melakukannya. Gadis kecil itu menghampirinya begitu menyelesaikan tatanan ramuan yang baru saja ia jemur di halaman belakang.

Shiru kemudian mengajak gadis itu untuk masuk ke dalam kamar Shiru, dan menyuruhnya duduk di depan cermin sembari Shiru mencari pakaian yang cocok untuk gadis tersebut. Ya, kali ini harus berbeda dari biasanya. Ia harus terlihat cantik dalam segala hal.

***

"Hamba memberi hormat kepada Yang Mulia Putra Mahkota Zhao. Semoga diberikan umur panjang"ucap Sozhi berlutut begitu memasuki Aula Suci. Sozhi memberikan hormat itu kepada laki-laki remaja berusia sekitar 15 tahun. Entah kenapa bahwa Sozhi tahu bahwa ia adalah Putra Mahkota Zhao, bukan Raja Zhao atau bahkan utusannya yang lain.

"Bangun".

"Terima kasih Yang Mulia". Sozhi segera duduk di samping Tetua Wu, membisikkan beberapa patah kata. Tetua Wu mengangguk mengerti.

"Yang Mulia. Sambil menunggu kedatangan Nona Shiru dengan gadis itu, hamba akan menjelaskan secara detail keadaannya"ujar Tetua Wu sopan sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya setelah diijinkan oleh Putra Mahkota Zhao.

Tak beberapa lama kemudian, Nona Shiru masuk ke Aula Suci dengan mendampingi seorang gadis dengan pakaian serba putihnya berjalan perlahan. Sedikit bedak menambah putih wajahnya yang sedari awal putih. Perona pipi ditambahkan untuk menambah kesan yang cantik nan elegan, agar gadis ini tidak terlihat begitu polos seperti bola salju. Putih dan suci bak permata yang belum pernah disentuh oleh siapapun. Shiru adalah ahlinya dalam hal ini.

Nona Shiru dan gadis itu berlutut memberi hormat kepada Yang Mulia Putra Mahkota Zhao sebelum akhirnya diijinkan kembali untuk berdiri dan duduk di samping agak di belakang Tetua Wu.

Putra Mahkota Zhao menutup sebagian wajahnya dengan lengan bajunya yang lebar, karena tak bisa menahan debaran jantungnya. Ia yakin sekali, pasti akan sangat memalukan jika ada yang bisa mendengar bagaimana suara jantungnya saat ini. Apalagi jika yang mendengarnya adalah ayah dan ibunya. Matanya sendiri tadi membeliak lebar sebelum akhirnya Putra Mahkota Zhao sadar dimana ia berada saat ini. Dimana keadaan mengharuskannya untuk tetap terlihat berwibawa dan bijaksana di depan rakyatnya.

[Phantasmgoria]  Romance TrudgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang