4

7 3 0
                                    

     Dimas tersenyum lebar ketika melihat Raina keluar dari rumahnya. Ia berdiri dari motornya, cepat cepat membuka pagar untuk Raina.

"eh, Dimas? Lo ngapain disini?" tanya Raina, heran.

Dimas tak langsung menjawab pertanyaan Raina. Tatapannya mengarah ke mata Raina. Sembab.

Dimas berdecak kesal,"nangis kenapa lagi sih Rain? Pasti dia kan? Rain, air mata lo itu terlalu mahal buat nangisin orang kaya dia."

"ihh enggak ini semalem gue baca novel yang lo beliin! Pinter deh lo milih novel, tau aja gue suka novel yang menye menye." Raina tertawa hambar. Dan Dimas tau ia bohong, iyalah kan Dimas waktu itu beliinnya novel comedy.

Dimas hanya mengangguk pelan, meng-iyakan ucapan Raina. Walaupun ia tau Raina bohong. "yaudah yuk jalan, nanti telat."

Sebelum itu, Dimas membuka jacket yang ia pakai, dan memakaikannya ke pinggang Raina. " gue tau lo risih kalau naik motor." Raina tersenyum berterima kasih.

    Raina sadar ia bodoh. Bodoh karena menyiakan Dimas. Dimas yang perfect, Dimas yang menerima dia apa adanya, Dimas yang selalu ada buatnya.

Setelah sampai, Raina turun dan mengucapkan terima kasih. Tapi sebelum Raina pergi, Dimas menahan tangannya. "Na, nanti gue bakal tanding basket sama sma 9, tonton gue ya?"

"liat nanti ya Dim"

"usahain ya Na?" Raina mengangguk.

Setelah itu Raina mengangguk, meninggalkan Dimas yang masih tersenyum walau hanya melihat punggungnya yang semakin menjauh.

Setelah pulang sekolah, Raina mengajak Mawra ikut menemaninya. menonton Dimas bertanding basket.

"gila rame banget! Mana banyak cogan lagi!" mata Mawra melirik kesana- kemari dari tadi.

"gak nyesel gue Rain, lain kali ajak gue ya?" Mawra menyenggol lengan Raina, Raina hanya mengangkat bahunya malas.

"ogah gue Maw. Lo tau kan kalau gue gak suka keramaian?"

"lah terus kenapa lo ikut?" tanya Mawra heran.

"karena Dimas."

Mawra melebarkan senyumnya, menggoda Raina. " ciee jadi udah suka balik nih ceritanya? Udah gue bilang lo pasti bakal suka Dimas. Secara Dimas perfect banget gitu."

"siapa yang suka sih? Gaenak lah gue kalau gue bikin kecewa dia, dia udah terlalu baik selama ini sama gue." Raina mengelak.

"seterah lo sih, tapi jangan sia-siain Dimas Rain, dia terlalu baik." raut muka Mawra menjadi serius.

Raina hanya diam, dia merasa bersalah selama ini. Mawra benar. Kenapa juga ia harus berada diposisi ini sih? Kenapa ia harus mencintai Nathan yang jelas-jelas tak menyukainya sedikit pun. Kenapa bukan Dimas?

Mereka mendapatkan bangku tepat didepan lapangan. karena Dimas sudah menyiapkan bangku itu hanya untuk Raina. Supaya ia semakin semangat katanya.

"itu siapa sih yang masukin bola barusan?" tanya Mawra penasaran.

"namanya Deva, udah punya pacar"jawab Raina.

"yahh! Udah ada monyet"

"ehh kok lo tau?" lanjutnya.

"iyalah, kan dia temen billy, sepupu gue... Mereka sering kerumah."

"lo kok gak pernah kasih tau gue sih?" ujar Mawra kesal.

"lahh lo kan gak nanya, liat dia aja barusan." Mawra menggeleng cepat,"bukan itu, lo kok punya chanel cogan gak kasih tau gue!"

Raina hanya membalas ucapan Mawra dengan lirikan malas, lalu matanya beralih kearah lapangan lagi.

Dibelakang bangku mereka sangat berisik, penuh dengan gadis gadis yang sibuk bergosip sedari tadi.

"kenapa Dimas tambah ganteng aja sih?" tanya gadis berambut coklat kemerahan dibelakang kepada teman-temannya.

"namany juga cogan Mora, gak mungkin jelek kan?" jawab temennya.

"gila ya, gue suka sama dia dari smp loh, sampe sekarang dia gak pernah nganggep gue."

"gue denger sih yah, dia suka sama temen sekolahnya. Tapi gue gak tau siapa, katanya sih cantik"

"jual mahal banget sih itu cewek! Cari tau glor! Kita abisin dia." Gadis berambut coklat kemerahan itu mengatakannya sambil memukul tas dipangkuannya kesal.

Mawra yang sedari tadi menahan dirinya untuk tidak berkata kasar, sekarang berdiri sambil melirik sinis gadis bernama Mora itu," gue temen yang katanya bakal lo abisin itu! Lo mau apa sekarang?"

Gadis itu ikut bangkit, tak terima. "biasa aja dong! Udah ngerasa jagoan lo disini?" ia melipat kedua tangannya, wajah angkuhnya terlihat jelas.

"bukannya lo yang sok jagoan? Buat apa lo ngabisin temen gue? Temen gue bukan makanan sorry." Raina ikut berdiri, menenangkan Mawra. Karena Raina tau, Mawra tak akan mau membiarkan temenannya diperlakukan seperti itu. Ia adalah tameng untuk sahabatnya.

Mora tersenyum sinis, alisnya terangkat sebelah. "yang mana sih temen lo yang buat lo mau mempermalukan diri kaya gini? Lo dikasih duit berapa sama dia? Hah?"  tanya Mora memancing, karena ia ingin sekali tau siapa gadis itu.

Mawra ingin sekali menjambak rambut gadis didepannya ini, tapi ia menahannya. padahal jika tak mengingat ini ramai, Mawra bisa saja langsung menjambak rambut gadis didepannya sampai copot kalau bisa.

'sabar maw, sabar...' ujar Mawra dalam hati.

"gak gue gak malu, Dia sahabat gue dan gue pantes buat bela dia!"

"udah Maw, gak usah diladenin. Ga penting. Pulang aja yuk?" Raina mengelus bahu Mawra pelan, menenangkan.

Keadaan semakin ramai, banyak yang melihat mereka. Dan sudah banyak yang lebih menonton mereka, dari pada pertandingan didepan.

Akhirnya Dimas menghampiri mereka, beserta beberapa temannya.
"ada apa nih? Lo berantem Maw?"tanya Dimas.

"iyalah gue gak terima, masa Raina diomongin kaya gitu!" tatapan Mawra tetap mengarah kearah Mora. Tak kalah sinis dari tatapan Mora.

Sekilas Dimas melirik Mora, ia tau Mora penyebabnya. Lalu tatapannya mengarah ke arah Raina, "jangan dengerin ucapan dia Rain. Ga penting. " ucap Dimas pelan.

Raina mengangguk pelan,"iya" Dimas tersenyum, lalu mengacak rambut Raina pelan. Hingga suara riuh, karena melihat pemandangan romantis didepan mereka.

Tapi tidak dengan Mora, ia tertawa pelan,"jadi dia yang buat kamu gak pernsh nganggep aku Dim?" tanya Mora, Dimas mengangguk tipis.

"dia? Karena dia? Hahha" Mora tertawa hambar.

"yang bener aja kamu Dim? Apa kamu gak pernah mikirin persaan aku? Heh?"

Dimas mengangguk,"bukannya cinta gak bisa dipaksakan, right?"setelah itu Mora pergi, beserta teman-temannya. Raina tau apa yang Mora rasakan. Sakit hati. Apalagi dengan punggung yang bergetar, terlihat jelas sekali dari belakang.

Cinta itu liar. cinta dapat membuat kita terlihat bodoh karenanya, bahkan kita berani menjatuhkan harga diri hanya karena cinta.

__________________________________

Haiii udah sampai bab 4 nihhh.

     




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Damn, Its MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang