Ulangan Kenaikan Kelas telah berlangsung beberapa hari. Aku menghabiskan waktuku untuk fokus belajar.
Walaupun susah karena kesedihan itu masih menyelimuti hatiku.
Kehilangan sahabat sekaligus orang yang kita sayangi itu sakitnya jadi dua kali lipat.
"Al udah sarapannya?" suara Mama mengejutkan ku.
"Oh udah Ma." sahutku sambil menenggak habis sisa susu digelasku.
"Ngelamunin apa sih? Tadi di panggil-panggil gak nyaut."
Dan Mamaku mulai kepo.
"Enggak ngelamun kok Ma. Cuma lagi mikirin soal Kimia aja hehe." bohongku.
"Elehh dikira Mama gatau kalau kamu boong. Udah kamu fokus belajar aja. Mikirin pacarnya di jeda dulu."
Lihatlah tingkah Mamanya.
"Au ah. Alfa berangkat dulu. Bye." setelah mencium tangan Mama aku bergegas pergi kesekolah.
Ada yang nanya kemana Papaku?
Kuharap tidak. :')
• • • • • • • • • • • • • • •
"Alfa!"
Aku mempercepat langkah kakiku. Aku tidak ingin bertemu dengannya. Dengan susah payah akuu menghindari orang yang sedari tadi memanggil namaku.
"Alfanessa!!" teriakkan suara itu lagi.
Aku semakin mempercepat langkah kakiku. Tanpa sadar aku sudah berlari kecil.
Dalam hati aku berdoa semoga dia tidak mengikutiku.
"Alfa tunggu."
Tanganku dicekalnya hingga mau tidak mau aku berhenti berlari dan kini berdiri didepannya dengan pergelangan tanganku di genggamannya.
"Lepas." ucapku dingin tanpa menatap wajah yang dulu begitu ku kagumi. Wajah yang dulunya sering kumimpikan.
"Enggak. Kita harus bicara." sahutnya tegas seolah-olah kata-katanya tidak ingin dibantah.
Aku menghempaskan tangannya walaupun sia-sia.
"Gak ada yang harus bicarakan lagi. Semuanya udah selesai." geramku sambil menatap manik matanya.
Cinta dan benci itu beda tipis. Setipis sehelai benang.
Dulu mungkin aku menyukai sosok hitam manis yang kini menatapku entahlah jenis tatapan apa itu aku tidak bisa menerjemahkannya. Aku tidak ingin menebak-nebak jenis tatapan itu lagi. Karena berawal dari tatapan itu aku salah menerjemahkan dan ujung-ujungnya sakit sendiri.
Tapi kini perasaan suka, nyaman, dan kagum itu telah sirna. Hilang dalam sekejap. Dan perasaan ini malah berubah membencinya.
"Lo harus dengerin gue dulu Al––"
"Gak. Gak ada yang harus gue dengerin. Gak ada yang harus lo jelasin. Plis lepasin gue." aku memotong ucapannya dengan cepat.
"Lo gak tau kalau––"
"Iya. Gue emang gak tau apa yang udah lo rencanain selama ini. Tapi sekarang lo gak perlu ngasih tau gue tentang semuanya, karna gue udah tau. Kalo lo cuma manfaatin gue supaya bisa deket sama Cika. Lo cowok terbrengsek yang pernah gue kenal Gaga." aku memotong ucapannya sekali lagi. Kini mataku menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
Tidak Alfa, lo gak boleh nangis didepan bajingan ini. Lo harus kuat.
"Gue berharap gue gak pernah kenal sama lo. Lo bajingan terkutuk yang pernah ada." umpatku didepan mukanya.
Dia, Gaga Adolfo, cowok jakung hitam manis itu terlihat kaget mendengar ucapanku. Wajar saja dia kaget karena selama ini aku tidak pernah berkata kasar.
"Alfaa.."
"Udah puas lo ngancurin hidup gue? Hah? Lo bikin gue sakit hati Ga. Lo juga ngancurin kepercayaan gue dan karna lo juga gue kehilangan sahabat gue!"
"Al.."
"Pliss Ga lepasin gue." pintaku padanya.
"Tapi.."
"Gue mohon jangan pernah ganggu hidup gue lagi. Lo sekarang udah dapet Cika. Lo gak perlu berpura-pura lagi didepan gue."
"Maaf."
"Memaafkan itu gak semudah lo nafas, Ga."
"Gue tau. Gue ngerti. Tapi gue bener-bener minta maaf sama lo."
"Andai kata maaf bisa menyelesaikan semuanya. Mungkin gak akan ada yang terluka didunia ini."
Dia tidak membalas ucapanku. Dia hanya menatapku dengan mata sayunya. Tatapan yang dulunya selalu menjadi tatapan favoritku.
"Gaga!" suara teriakan itu membuat dia melepaskan cekalan tanganku.
Disana Cika berdiri dengan tatapan marah bercampur sedih. Ya kurasa dia cemburu melihat pacaranya mengenggam tanganku.
Tidak ingin menyaksikan drama kacangan lagi, aku bergegas pergi menuju ruang kelas meninggalkan mereka dua yang berdiri seperti main patung-patungan.
Mungkin mereka lagi syuting flim jadi patung?
Belum terlalu jauh aku melangkah masih bisa ku dengar suara Gaga dengan jelas walaupun dia mengucapkan dengan lirih.
"Suatu saat lo bakal ngerti Al"
Aku tetap meneruskan langkahku tanpa menoleh. Aku tersenyum miris.
Gue ngerti Ga kalo selama ini yang lo inginkan itu bukan gue tapi Cika, sahabat gue.
• • • • • • • • • • • • • • •
SM (13-6-17)
KAMU SEDANG MEMBACA
RENAISSANCE
AcakAku ingin berlari secepat mungkin. Aku ingin menjauh sejauh mungkin. Aku ingin menghindar sebisa mungkin. Dan aku ingin menangis sekencang mungkin. Karena dengan cara inilah aku bertahan. Bertahan dengan luka yang semakin hari semakin menghujam. Tuh...