5. Undangan Khusus

8K 1K 616
                                    

Neo mematut diri di depan cermin yang terpasang di samping lemari. Hanya menampilkan pantulan tubuhnya dari kepala hingga pinggang. Baginya itu sudah cukup untuk mengecek kerapihan pakaiannya.

Dia mengenakan kaos hitam dipadu blazer hitam. Celana dan sepatunya pun hitam. Sengaja dia ingin tampil kasual tapi tetap terlihat formal.

Undangan menghadiri acara ramah tamah mahasiswa Indonesia di Barcelona bersama Duta Besar Indonesia untuk Spanyol ini sungguh tak terduga.

Undangan itu baru dia terima dua hari lalu. Staf kedutaan mengundangnya untuk menunjukkan kemampuannya bermain biola dalam acara itu di hadapan para undangan sesama mahasiswa dari seluruh wilayah Barcelona dan pejabat kota setempat.

Entah bagaimana mereka bisa mengetahui keahlian Neo ini, tapi Neo yakin, mereka punya sumber data yang memungkinkan mereka mendapatkan informasi lengkap mengenai WNI mana pun di negeri ini.

Neo menghela napas lega. Cukup puas dengan penampilannya. Dia meraih biola yang tersimpan dalam tempatnya. Lalu keluar gedung apartemennya. Naik bus menuju salah satu hotel terbaik di kota ini.

Acara berlangsung di ballroom hotel. Neo segera menuju ke sana. Tapi di tempat penerimaan tamu, terjadi hal aneh.

"Kamu Neo Andromeda?" tanya perempuan yang menjaga meja pendaftaran tamu setelah melihat undangan Neo.

"Iya, itu nama saya," kata Neo sambil menunjuk namanya di undangan.

"Sebentar ya," kata perempuan itu. Lalu dia memanggil staf lain, seorang laki-laki, membisikinya sesuatu. Tak lama laki-laki itu menghampiri Neo.

"Mari, ikut saya," kata orang itu.

Neo menatapnya curiga. "Ke mana?" tanyanya.

"Pak Dubes berpesan, kalau Anda datang, diminta menemuinya."

"Ada apa?"

"Saya nggak tahu. Sebaiknya tanyakan saja langsung ke Pak Dubes. Ruangnya ada di samping ballroom ini."

Neo masih tampak ragu. Tapi rasa penasaran membuatnya akhirnya menerima ajakan lelaki itu. Neo mengikutinya berjalan ke samping ballroom, lalu masuk ke sebuah ruangan kurang lebih berukuran panjang 6 meter dan lebar 6 meter juga.

Ada sofa lengkap, dan di tengah-tengah sofa terpanjang, duduk seorang lelaki yang menurut perkiraan Neo, berusia pertengahan 40-an. Tubuhnya tinggi tegap. Kumisnya tipis. Potongan rambutnya rapi walau sudah terlihat ada beberapa helai berwarna putih keabu-abuan.

"Silakan duduk," kata lelaki itu dengan suara berwibawa.

Neo segera duduk di sofa yang berhadapan dengan lelaki itu.

"Saya Adipta Heidar. Duta besar Indonesia untuk Spanyol. Saya senang sekali banyak pemuda Indonesia cerdas dan potensial menuntut ilmu di Spanyol, tepatnya kota Barcelona ini," kata lelaki itu.

Mata Neo membesar sedikit. Inilah dia, duta besar Indonesia untuk Spanyol. Selama ini dia hanya tahu namanya dan melihat fotonya beberapa kali di media, tapi baru kali ini bertatap muka langsung. Terpikir oleh Neo, apakah semua mahasiswa dipanggil satu per satu untuk menghadap?

"Terima kasih sudah mengundang saya, Pak," sahut Neo sembari tersenyum santun.

"Neo Andromeda," ucap lelaki itu lagi.

Neo tertegun mendengar Pak Dubes menyebut nama lengkapnya dengan benar. Padahal dia belum mengenalkan diri.

"Iya, Pak," sahut Neo mengangguk sopan.

"Saya mendengar prestasi kamu. Lulusan terbaik dari sekolahmu di Jakarta. Pernah memenangkan medali emas olimpiade fisika di luar negeri, kemudian mendapat beasiswa di salah satu perguruan tinggi bergengsi di kota ini. Luar biasa. Masih ditambah katanya kamu juga ahli beladiri karate dan mahir bermain biola?"

"Kebetulan saya memang suka olahraga dan bermain biola," sahut Neo berusaha merendah.

"Bisa memainkan lagu-lagu tradisonal atau nasional Indonesia dengan biolamu? Untuk undangan pejabat kota ini supaya mengenal lagu Indonesia," kata Pak Dubes lagi.

"Bisa, Pak," sahut Neo. Dia memang menguasai beberapa lagu Indonesia dan sudah pernah memainkannya dengan biolanya.

"Baiklah. Sebentar," kata Pak Dubes. Dia menoleh pada lelaki yang tadi mengantarkan Neo masuk ruang ini. Sejak tadi lelaki itu berdiri di samping pintu yang tertutup.

"Rif, tolong panggilkan Liberty," kata Pak Dubes pada lelaki itu.

Lelaki itu mengangguk, kemudian bergegas keluar ruangan.

Mata Neo sedikit membelalak mendengar nama Liberty disebut. Dia semakin terkejut ketika beberapa menit kemudian mendengar suara yang sudah sangat dikenalnya.

"Ayah, kapan acaranya dimulai? Tamu-tamunya sudah datang ..."

Kalimat itu tak selesai. Gadis yang mengucapkannya ternganga menatap Neo yang juga sedang terbelalak memandanginya.

**=========================**

Aloha teman-teman. Adakah yang nggak sabar menunggu kelanjutan cerita ini?

Masih tentang Neo di Barcelona.

Selamat membaca.

Salam,
Arumi

We Could Be In Love (TELAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang