20. Support

14K 979 48
                                    

Bulan dan bintang tengah menjalankan tugasnya menggantikan matahari yang kini sedang beristirahat. Semilir angin malam yang khas membuat perempuan ini semakin mengeratkan cardigan yang kini dipakainya. Suasana yang sunyi semakin menambah sensasi ketenangan. Bintang selalu bersinar untuk melengkapi kekosongan awan pada malam hari.

"Ice cream?" Alvaro mendudukkan tubuhnya di tepi teras bersampingan dengan Anin.

Teman-temannya sudah pulang sejak setengah jam yang lalu. Begitupun Anastasya yang katanya sudah di jemput oleh kakaknya. Namun, Alvaro memilih untuk menemani Anin sampai kedua orangtua sahabatnya itu pulang. Sebenarnya Sera dan Kirana berniat untuk menemani Anin, namun Anin menolak. Di lihat dari baju mereka saja, sepertinya kedua sahabatnya itu belum pulang ke rumah.

Alvaro menumpang untuk mandi. Terlihat jelas dari rambutnya yang basah, dengan parfum khas yang selalu itu pakai. Walaupun ia memakai kembali pakaiannya tadi, tubuhnya tetap wangi seperti biasanya.

Anin tersenyum lalu mengambil salah satu ice cream yang di bawa Alvaro. "Makasih. Dan makasih buat semuanya, pokoknya makasih deh,"

Alvaro mengangguk. "Iya. Hmm.. Gue masih ada utang sama lo ya?" Ia menatap kearah Anin yang kini tengah memandang kearah jalanan dan sesekali menyuap ice cream.

"Utang apa?"

Alvaro tersenyum. "Lo mau tanya apa tentang gue sama Anastasya?" Ia merubah posisi duduknya, menjadi duduk bersila dengan menghadap kearah Anin.

"Gue jawab dengan detail tanpa kekurangan apapun,"

Ia terdiam. Tak tahu harus merespons seperti apa. Ia kira, Alvaro tidak akan membahas ini lagi. Karena Anin pun sudah melupakan kejadian itu.

Perasaan nya mendadak menjadi gelisah. Mengapa lelaki ini hobi sekali mengguncang perasaan Anin? Kejutan tadi saja masih belum bisa ia lupakan, di tambah lagi dengan sikapnya kini yang seakan-akan Alvaro telah tertangkap basah berselingkuh dan berniat untuk menjelaskan kepada kekasihnya?

Anin membuang cup ice cream itu, lalu mengambil satu cup ice cream yang tadi di sodorkan oleh Alvaro. "Lo aja yang cerita,"
"Kita udah sering kan berantem tentang hal gini. Jadi ...," Ia menghela nafasnya sebelum berbicara panjang lebar.

"Gue sama dia tuh kemarin jalan biasa aja gitu. Gue yang ngajak jalan dia, sebagai tanda minta maaf. Dan sekalian minta bantuin buat acara ulang tahun lo,"

Nafasnya kembali tercekat. Ia tidak menyangka Alvaro memang berniat mengadakan surprise ulang tahunnya. Ia jadi merasa bersalah pada lelaki ini.

Akhirnya Anin membalikkan tubuhnya menghadap Alvaro. "Minta maaf kenapa?"

"Si Tasya itu, berulah lagi. Katanya sih, Anastasya tuh suka sama gue. Terus si Tasya tau, ya gitu deh jadinya. Kaya lo waktu di kantin itu," Alvaro terkekeh mengingat kejadian waktu itu.

Anin menarik pelan bagian rambut depan Alvaro. "Ih, masih inget aja sih," Ia memberenggut sebal.

"Hmm..Anastasya suka sama lo?" Ia berusaha menetralkan perasaannya.

"Iya, katanya. Tapi pas gue tanya, dia gak ngaku. Yaudah lah itu hak dia," Ia menyodorkan sesendok ice cream kearah Anin.

Anin melahap ice cream itu. Ya, itu memang haknya. Kita tidak bisa melarang seseorang untuk suka dengan siapapun. Itu wajar. Sudahlah, Anin juga tidak terlalu mengambil pusing. Toh, Anastasya bersikap baik padanya.

"Takdir orang ganteng mah gini," Ia tersenyum memamerkan deretan giginya yang rapi dan putih.

Anin ikut tersenyum. Ia merubah kembali posisi duduknya. Menghadap ke arah jalanan yang berangsur sepi.

Just Friend, Or? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang