1. PATAH DAN KALAH

949 31 8
                                    

“ARRRRGGHHH SHIT!” Zyedan mengerang kesal.  Cowok itu mengurut pelipisnya, kenapa rasanya menyesakkan sekali? Seperti ada yang menjepit bagian ujung jantungnya, jangankan bernapas, menelan ludah pun butuh perjuangan yang berat. Bahkan suasana cerah pagi ini pun seakan berkabut, matahari tak layak lagi di sebut sebagai pencerah dalam hidupnya. Toh walaupun ia benar-benar berdiri di bawahnya, Zyedan tidak pernah merasakan kehangatan itu. Di matanya dunia hanyalah awan mendung yang selalu mengikutinya sampai ia mengakhiri semuanya.

“Ini cuma mimpi.” Zyedan tertawa sakit.

Rasanya semua ini adalah mustahil. Bagaimana bisa cewek itu dengan mudah mengakhiri semuanya? Tidakkah ia sadar bahwa di balik sayatan kata yang menyakitkan perasaan  itu telah mematahkan hati seorang pria?

Bagi Zyedan semuanya  terasa berat. Karena hatinya dipaksa untuk ikhlas dan menyerah. Menyerah atas keputusan yang ia dapatkan. Sampai kapan pun Zyedan tidak akan pernah bisa melupakan luka yang Shasa berikan, sebab luka itulah yang telah membuat hari-harinya patah dan kalah. Bagaimana pun luka memang tidak bisa secepat itu untuk pulih.  Bahkan seiring berjalannya waktu, tetap saja sulit untuk mengobati.  Rasa dan kenang sesekali akan muncul dengan tanpa sebab.  Bahkan perasaan yang baru saja pulih,  bisa kembali koyak hanya karena sebuah kenangan.

Zyedan turun dari tempat tidur berbalut kain putih, jalannya tertatih menyusun sisa-sisa tenaga. Lagi-lagi bayangan itu muncul, Zyedan tidak ingin mengingatnya namun hal itulah yang masih tetap bisa membuatnya tertawa, walau pada akhirnya ia akan menangis. Dan selalu saja ia akan mengingat percakapan itu lagi, seperti video yang diputar ulang, “Kenapa bulan dan bintang selalu bersama?”

“Karena bulan akan selalu mengawasi keberadaan bintang, aku adalah bulan yang akan selalu di sampingmu apa pun yang terjadi. Dan kamu adalah bintang yang selalu menebarkan kerlip kebahagiaan.”

“Kamu benar-benar menjijikkan Zye.”

“Lalu kenapa kamu mencintai pria menjijikkan sepertiku?”

“Tidak, aku tidak menyukaimu. Aku sungguh membencimu.”

“Kamu berbohong lagi. Aku tahu, kamu bahkan tidak tahu di mana  keberadaan udara, karena kamu terlalu senang, kamu harus jaga kalung itu jika tidak ingin mati.”
Shasa tersenyum sipu, tak ada yang bisa menggambarkan kebahagiaannya kali ini. Tanpa barang atau hadiah pun, asal bersama Zyedan, Shasa bahagia.

Dua perasaan yang saling menyatu, mengikat masing-masing hati agar tetap bersama, berlarut dalam dunia cinta yang membuat penghuninya ingin selalu terkunci di dalamnya.
"Argghhh... Sial!"  Kepala Zyedan berdenyut hebat lagi. Tidak, semua itu terlalu menyakitkan untuk dikenang. Zyedan sangat kesakitan. Hidup pun rasanya tak lagi berguna.

-000-000-

Sudah menjadi kebiasaan Bianca berkeliling dan  tertawa  ria mengunjungi tempat-tempat pengisi kekosongan hati. Dia suka  sekali yang namanya adventure, mendaki gunung, melewati lembah, rela ia lakukan demi menemukan kuasa Tuhan nan indah.

Trip kali ini yaitu puncak Mikrowafe. Salah satu wisata terindah di Sumatera Barat. Di sana terlihat bukit yang dipenuhi oleh menara-menara batu yang menjulang tinggi ke atas. Mereka dikelilingi oleh jurang-jurang terjal. Kalau sudah mencapai puncaknya, siapkan batin untuk menikmati indahnya alam. Angin-angin menggila menyibakkan segalanya. semakin meresapi, akan terasa semakin tenang.

Klik. Bianca menekan tombol video merekam moment indah yang tak ingin ia lewatkan.  Segala basa-basi ia tumpahkan dalam rekaman itu. Dengan bangganya ia memamerkan kekayaan alam.

“Woohhhh... Sumatera... LOVE YOU.” teriakan itu pecah diantara keributan angin dan dedaunan yang menari. Segar, tenang, menyenangkan. Itulah perasaan setiap para petualang.
Bianca menyapu pandangannya ke bawah, mengabsen setiap sudut tempat yang ada. Puncak Mikrowafe selalu sepi, selain untuk menuju kesana butuh perjuangan, tempat ini juga mustahil terkenal karena terpencil.

Pandangan Bianca terhenti di salah satu pojokkan di atas pohon. Sangat ujung dan tertutup, tapi ia yakin di bawah sana ada seseorang.
Mau apa orang itu berada  di sana? Apakah ia tidak tahu tempat itu adalah tempat antara hidup dan mati? Salah melangkah sedikit maka berakhir.

Bianca dengan susah payah menginjak batu tajam juga menjaga keseimbangan menuju ke tempat orang itu, ia yakin orang tersebut gila! Tidak waras! Tidak punya otak! Apakah dia ingin mati?  Bianca harus segera turun menyelamatkan manusia putus asa dari jurang terjal tersebut.

Diantara terpaan angin, Bianca berpegangan dengan kuat pada salah satu batang pohon. “Hei! Lo ngapain di sana?!” Bianca berteriak di antara reributan angin.

Pohon-pohon bergoyang kencang, membuat Bianca menegang melihat orang di atas sana tetap duduk tenang.

“LO HARUS TURUN! CUACANYA SEMAKIN BURUK!” Sekarang Bianca berteriak lebih kencang lagi.
“Kalau lo jatuh dan mati, gue nggak akan  bisa berbuat apa-apa! Gue nggak bisa melihat hal tragis kayak gini! Cepet turun!”

Zyedan memutar bola matanya kesal, ia mendecak dan perlahan menuju ke bawah, “Berisik banget sih! Yang kamu lakuin itu mengganggu banget! Kamu merusak ketenangan saya!”

“Cuma manusia bodoh yang menenangkan diri di ambang maut seperti itu.” Bianca tak mau di salahkan, sebisa mungkin ia membela diri.

Cowok bermata sayu juga berwajah sendu itu berjalan acuh menjauhi manusia berisik dan pengusik ketenangan.  Siapa lagi kalau bukan Bianca?

-000-000-

Woooohhhhhhhhh..

“Cowok ganteng! Turun dari surga mana nih?”

“Dia manusia apa porselen? Pahatan yang sangat sempurna!”

“Cetakan dari Siapa? Ganteng banget! Pengen gigit.”

Nikmat tuhan mana lagi yang kau dustakan, cowok ganteng baru saja lewat di depan mata dan juga pastinya dilengkapi teriakan-teriakan histeris para cewek kelabang.

Zyedan sudah sangat terbiasa dengan situasi seperti ini. Di mana pun ia berada, ia selalu dikerubungi. Seperti lalat yang mengerubungi makanan lezat.  Dulu Zyedan adalah seorang pria ramah yang selalu merespon para penggemar ketampanannya. Melihat ini ia jadi teringat masa lalu, masa di mana  ia pertama kali kenal dengan Shasa, cewek itulah satu-satunya yang tak pernah sedikitpun tertarik untuk meliriknya. Shasa selalu menjauh jika Zyedan mendekatinya. Butuh perjuangan dengan semangat penuh untuk melelehkan hati keras tersebut, rasanya lucu sekali jika mengingat kenangan itu, di mana ia harus mati-matian demi ingin menatap sepasang lensa hazel milik Shasa.

Aisshhhh... persetan! Lagi-lagi ingatan itu membunuh raganya. Batinnya mengeram kesal.  Dadanya jadi terasa sesak.  Dengan susah payah ia ingin membuang jauh- jauh kenangan itu.  Kenangan manis sekaligus menyakitkan yang  menikam jantungnya kuat-kuat. Luka yang mungkin tak akan bisa diobati oleh apa pun.

Zyedan mempercepat langkahnya. Ia harus segera menemui kepala sekolah atau ia akan kesakitan jika terus menerus mengenang Shasa.

-000-000-

“Bie! gue nggak lagi mimpi, kan?”

“Ah... raut yang indah.”

“Takdirku akhirnya kau sampai jua.”
Bianca terdiam. Ia bingung dengan omongan sampah teman-temannya. Entah apa yang sebenarnya mereka ributkan.

Tuk! Dua pukulan sendok melayang bersamaan di dahi dua cewek itu.
“Ngomong jangan kayak orang mabok bisa? Ada apa sih? Kalian kemasukan setan di mana?”

Difa memutar badan sahabatnya agar bisa melihat ke belakang. Ia ingin menunjukkan keajaiban dunia yang baru menggemparkan manusia.

"Noh lo liat cowok itu." ujar Difa, sebari menunjukkan dagunya ke arah Zyedan.

"Itu kan... " Bianca menyipitkan matanya. Ia mencoba mengingat lagi kejadian kemarin, “Cowok aneh nggak punya otak itu sekolah di sini juga?  Kok gue baru liat?" tanya Bianca pada kedua temannya.

“Omongan jaga Bie, gue golok juga lu!”

“Pokoknya dia cinta pertama gue.”
"Kalian ngomong apaan, sih? Ga jelas banget! Bikin pusing aja.” Bianca mengacak rambutnya prustasi.

Difa dan Lina memutar bola matanya malas melihat reaksi sahabatnya yang satu itu. 
Secara bersamaan kedua manusia itu menarik pipi Bianca, punya sahabat kayak Bianca kadang suka bikin gereget.

-000-000-

“Pangeran di sini!”

“Aah... lemes gue,”

“Oksigen mana oksigen?

Isi kelas Bianca seperti baru saja dilanda gempa begitu Zyedan masuk ke dalam kelas tersebut. Jeritan suara teman-teman Bianca  melebihi batas maksimal. Karena takut budek, pastinya Bianca tutup kuping.

“Harap tenang anak-anak,  bapak akan memperkenalkan teman baru kalian.” Pak Bakrie mengomando murid-muridnya. Setelah dipastikan mereka duduk rapi dan manis,  Pak Bakrie pun memperkenalkan Zyedan di hadapan teman-temannya.

“Jeddan perkenalkan nama kamu.” Pinta Pak Bakrie.
Lidah orang tua mah gitu, suka kampungan and gak mau ribet. Nama keren Zyedan kan jadi berubah mengerikan.

“Saya Zyedan. Mohon bantuannya.” ujar cowok itu kalem, sekaligus cuek dan berwibawa. Ia tak ingin terlalu banyak basa-basi.

“Ada dua bangku kosong, kamu boleh memilih ingin duduk di sebelah siapa?”

Zyedan menimbang-nimbang. Dua bangku tersebut sama-sama menyeramkan karena dikelilingi oleh cewek-cewek cabe. Setelah makan waktu lumayan lama dan pertimbangan yang cukup matang, ia lebih memilih bangku sebelah kanan karena sepertinya cabe tidak terlalu banyak di sana. Di depan dan belakangnya di isi oleh laki-laki dan teman sebangkunya adalah cowok kutu buku, juga di sampingnya lagi ada cewek tomboy yang gayanya sedikit cuek dan kayaknya tidak terlalu peduli dengan ketampanannya. Baiklah pilihan yang sangat benar.

-000-000-

Baru saja bel pergantian pelajaran berbunyi, kelas XI IPA2 berisiknya bukan main udah kayak markas penyamun. Padahal guru yang mengajar saat itu belum satu langkah pun keluar. Menurut mereka kuasa guru hanyalah pas jam pelajarannya, di saat waktunya telah berakhir. Maka selesai.

Kebanyakan guru cuma bisa mengurut dada melihat tingkah berandal murid-muridnya. Mereka sudah lelah untuk menasehati. Karena para murid acuh dan tak pernah ambil pusing nasihat-nasihat gurunya. Jika pun mendengar, itu hanya sekedar masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri.

Tiba-tiba saja segerombolan cabe datang menyerang Zyedan. Seperti semut mengerumuni gula. 

“Zyedan, bagi no hape lo dong.”

“Zyedan nanti hangout yuk.”

“Zyedan belum punya pacar kan?”

“Zyedan, nanti malem jalan yuk.”

“Zyedan kamu pasti laper, aku bawain bekel nih buat kita berdua.”
Zyedan terdiam. Namun batinnya mengerang kesal.

“Jangan terima punya Mona Zye, dia mah pake sianida. Mending lo makan Sandwich buatan mama gue paling top.”

Zyedan tetap bungkam, sampai cewek-cewek  main adu jotos karena rebutin perhatian cowok itu.

“Minggir, jangan kasih Zyedan makanan sampah.”

“Apaan sih! Jangan SKSD, Zyedan lebih milih nasi goreng  gua.”

Bianca menatap ngeri ke arah cewek-cewek di kelasnya. Kok ada ya di zaman sekarang perempuan sememalukan mereka? Kenapa mereka begitu agresif cuma karena lelaki bermodal tampang. Tidak, tidak. Bahkan di lihat dari wajahnya, cowok itu tak pantas di sebut manusia. Ia lebih cocok di panggil patung berjalan. Ekspresinya yang selalu datar membuat Bianca ragu bahwa cowok itu kenal dengan apa yang di sebut senyum.

“Zyedan, gue masih jomblo. Kalau lo cari yang setia, gue pilihan yang tepat.” Ungkap salah satu murid perempuan dengan gaya centil ala-ala Syahrini.

Sungguh, inikah yang dinamakan lelahnya hidup? Kenapa spesies perempuan seperti mereka merepotkan sekali! Jangankan berbicara, menatap mereka pun Zyedan merasa jijik. Wanita terlalu mengerikan. Karena wanita hidup seseorang berhasil dia hancurkan. Tidak, betapa bencinya Zyedan dengan semua ini. Segala embel-embel pertanyaan sampah meruak di sekitarnya. Sumpah demi apa pun ini sangat memuakkan. Bolehkah ia melenyapkan mulut-mulut itu? Sekarang juga ia berharap bisa menyingkirkan spesies berjenis perempuan di muka bumi ini.

“Kalian bisa minggir? Saya benci perempuan murahan.” ucap Zyedan. Cowok itu keluar dari zona menyesakkan.  Jleb! Kata-katanya itu loh, kenapa bikin perih ya?
Kontan para cabe terdiam bisu. Sepertinya Zyedan telah memberikan efek jera. Dalam satu detik, cowok itu bisa merubah suasana manis menjadi mencekam. Mereka tidak ingin lagi  memuja Zyedan. Dan detik itu juga, serapah dari cewek tersakiti murid XI IPA 2 menguar.

-000-000-


“Hidup itu nggak adil.” Lina menangis tersedu ala-ala cewek lebay yang baru di putusin sama pacarnya.

“Ada  apa sih?” Bianca mengernyitkan dahinya.

“Kenapa selera gue terlalu tinggi dengan modal tampang pas-pasan begini? Apakah gue sudah menyalahi  aturan hak azazi?” ungkap Lina tersedu-sedu.

“Maksud lo apa, sih? Gue nggak ngerti.” Bianca mengerutkan kening menatap satu persatu sahabatnya meminta penjelasan.

“Lina baru dapet pencerahan.” Jawab Difa.

“Lebih cocok penistaan.” Lina menimpali omongan Difa.

“Zyedan baru aja nyadarin Lina dari kenyataan. Katanya begini. Apa anda tidak terlalu lupa diri? Dengan muka jelek begitu beraninya naksir Saya. Awwwwew, gue tahu betapa sakitnya itu sob! Banyak bersabar ya.”

Lina histeris lagi mendengar olokkan Difa, “Jadi sahabat becus dikit bisa? Bukannya hibur. Ledek aja terus, gue bakal bunuh diri supaya bisa cepet-cepet gentayangin elo!”

“Aisshhhh, aisssshhh... Canda gue. Jangan marah gitulah.” Difa berusaha menyingkirkan perasaan buruk sahabatnya.

“Menurut gue, mata cowok itu katarak. Sahabat gue kan Canis! Gimana bisa dia ngatain Lina jelek.” ucap Bianca. Bianca orang baik, ia tak suka melihat kemuraman dalam wajah sahabat-sahabatnya. Sebisa mungkin ia berusaha mengembalikan senyum yang seharusnya.

-000-000-

Sekolahan Bianca itu jenius, Dari tembok sampai rumput bergoyang mereka bisa bicara. Because what? Dalam satu menit kabar tentang hati tersakiti cewek XI IPA2 Sudah menyebar. Reaksinya sudah pasti heboh, selain terkenal dengan gemilang prestasi, SMA BINA NEGARA juga  terkenal dengan kabar rumpinya yang sangat hot.

Cewek-cewek pada jerit tak percaya. Gimana bisa cowok ganteng kayak Zyedan kasar begitu. Tega sekali mengatai anak orang murahan.

“Gak nyangka ya.”

“Sayang banget, padahal ganteng.”
“Isshhhh manusia mah gitu, dikasi kelebihan malah sombong.”

“Pokoknya gue bakal ati-ati sama cowok modal tampang.”

“Ihh jangan gitu, kan beritanya belum tentu bener. Namanya juga gosip.”

“Lo lupa? gosip SMA ini tuh akurat dan terpercaya.”

“Gosip ya gosip, akurat dan terpercaya itu cuma kitab agama.”
Begitulah kira-kira ngiungan dari mulut-mulut tukang rumpi siswi SMA Bina Negara.

Bianca sudah kesal setengah mati. Kenapa topik pembicaraan belakangan ini sangat basi! Semua membicarakan Zyedan, Zyedan dan Zyedan. Sekarang di kelas pun ia tak dapat lagi merasakan nikmatnya hidup gara-gara  berita sialan itu.  Bianca kesal, ia tak tahan lagi dengan semuanya. Cewek itu berlari keluar mencari ketenangan.

GIMANA GUYS?
JANGAN LUPA KOMEN YA.
NEXT PART

UNCOMPLICATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang