Hai, Karin 26

150 11 2
                                    

Karin menopang wajahnya dengan tampang berpikir. Suasana kantin yang ramai terlihat sama sekali tidak mengganggu cewek berambut panjang itu.

Wajah polos tanpa polesan apa pun itu membuat Karin terlihat sangat cantik. Natural. Ditambah lagi dengan rambut panjang nya yang di ikat tinggi. Ingin sekali Razi melepas ikatan itu, karna tidak tahan melihat kecantikan Karin yang bertambah ketika rambut itu di ikat.

Minta di nikahin langsung.

Razi terkekeh sendiri karna pikiran yang mulai ngalor-ngidul itu. "Mikirin apa sih?" akhirnya Razi bertanya setelah puas memperhatikan tiap sudut wajah Karin.

Karin menarik nafas berat. "Kelvin." Jawab Karin singkat. Tidak menyadari perubahan pada raut wajah Razi.

"Kok lo jadi mikirin dia terus, sih?" tanya Razi blak-blakan. Tapi bukannya jawaban yang Ia dapat dari Karin, cewek itu malah memukul lengan Razi keras.

"Lolot banget sih Lo, Ziii." Karin menjadi gemas. "Gue tuh bingung bikin Kelvin bisa ngobrol berdua sama Cindy itu gimana! Dari kemaren pas kita sengaja temuin mereka. Cindy nya malah pergi, kayak nge hindar gitu," ucap Karin lemas. Mengingat sudah tiga hari yang lalu semenjak Cindy kembali masuk, Karin dan Razi sudah berusaha mendekatkan Cindy dan Kelvin kembali. Tapi,

Gagal. Cindy selalu saja pergi ketika tahu Ia akan satu meja di kantin dengan Kelvin.

Razi menatap Karin diam. Ini cewek kenapa obsesi banget pengen nyatuin Kelvin dan Cindy. Padahal kan lebih baik kalau Karin berusaha menyatukan perasaan dia dengan Razi.

Najis.

Razi lagi-lagi menggeleng kepalanya. Kenapa dia jadi alay gini.

"Ya udah lah itu kan urusan mereka." jawab Razi acuh tak acuh.

"Lo kesian gak sama Cindy?"

Razi mengangguk.

"Lo pengen kan dia cepet sembuh?"

Razi menggangguk lagi.

"Lo mau jadi pacar Cindy nggak?"

"HAH?!"

"Tembak Cindy, Zi. Jadiin dia cewek lo." ucap Karin menatap penuh harap pada Razi yang duduk di depan nya.

Hening. Razi hanya diam menatap Karin. Tangan nya yang tadi usil memainkan sedotan berhenti bergerak.

"Gimana?" tanya lagi Karin tak sabar menunggu jawaban Razi.

Razi tertawa pelan. Tertawa menyedihkan menatap Karin. Sorot mata cowok itu menampakkan Ia sangat kecewa pada Karin.

"Nggak selamanya cinta bisa selesain masalah. Apalagi cinta dalam kebohongan. Gue pikir lo harus belajar soal mencintai dan dicintai, Rin." 

Karin tertohok. Perkataan Razi seperti bambu-bambu runcing yang menusuk tepat di hati nya. Sesak itu yang Karin rasakan.

Tapi, memang nya Ia salah? Karin hanya ingin membantu kok.

"Jangan sok tahu kalau lo sebenarnya nggak tahu apa-apa soal perasaan orang, Rin." Setelah berkata itu, Razi berdiri dari duduknya dan mengangkat kaki dari kantin. Meninggalkan Karin yang terdiam di tempatnya.

"Perasaan?" Karin bertanya pelan pada dirinya sendiri. Karin mulai frustasi. Cewek itu menjatuhkan kepalanya di meja kantin. Berfikir apa yang salah pada ucapan nya tadi?

Razi berjalan tegak di koridor kelas. Tangan nya bergerak meletakkan headphone di kedua telinga nya. Menyalakan volume full.

Hai,KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang