MALAM itu bulan menampakan dirinya dengan begitu sempurna, berdampingan oleh para bintang yang bersinar indah di sekelilingnya. Gadis dengan potongan rambut sebahu mendongakan kepalanya, menatap dengan wajar berbinar pada langit malam yang begitu cantik. Tangannya terulur, mata indahnya menyupit sebelah, mengintip dari balik jari-jarinya yang terlihat seperti sedang memetik bintang.
"Kamu senang?" tanya seseorang di belakangnya.
Gadis itu kemudian menoleh, memberikan senyuman manisnya. "Sangat senang," jawabnya dengan mata berbinar.
Pemuda dengan rambut berpotongan spike itu berjalan mendekati sang gadis, merangkulnya dengan hangat. "Baguslah... aku senang kalau kamu suka dengan apa yang aku berikan," ucap pemuda itu sembari memberikan senyuman tipisnya.
Si gadis yang mendengar kata-kata itu tidak memberikan jawaban apapun. Wajahnya justru terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.
Tersadar akan sikap sang gadis yang berubah tiba-tiba, pemuda itu pun bertanya lirih. "Kenapa?"
Gadis itu menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak papa kok..." jawabnya sembari memberikan senyum meyakinkan.
Pemuda itu mengangguk, dan kembali mendongak memandang langit malam. Tanpa pemuda itu sadari, ada sesuatu yang tersembunyi di balik tatapan sang gadis.
***
Mobil Toyota Land Cruiser berwarna hitam yang di damping dengan dua mobil Fortuner berwarna sama berhenti tepat di halaman rumah mewah bercat putih. Delapan orang dengan pakaian serba hitam turun dari dua mobil Fortuner tersebut. Salah seorang dari mereka berjalan menuju Toyota Land Cruiser dan membuka pintu penumpang.
Dari dalam mobil tersebut, keluarlah pria paruh baya dengan seorang wanita muda dengan umur sekitar 29 tahun yang mendampinginya.
"Selamat datang kembali di Jakarta, Tuan," ucap salah seorang yang terlihat seperti ketua dari orang-orang berpakaian hitam tersebut.
Pria paruh baya itu hanya mengangguk dengan wajah angkuh. Kemudian kakinya melangkah menuju undakan yang mengarah pada pintu besar berwarna cokelat di hadapannya. Hanya beberapa detik, pintu itu sudah terbuka dan menampakan para pelayan yang sudah berdiri berbaris di ruang tamu yang nyaris seperti aula.
Para pelayan menunduk, memberikan hormat pada majikan mereka. Pria paruh baya itu kemudian mengedarkan pandangannya, ekor matanya sedang mencari seseorang yang ia harap menyambut kedatangannya.
Tapi sayang, dirinya tidak menangkap keberadaan orang itu.
"Di mana Kenya?" pertanyaan itu ia lontarkan kepada pelayan yang berjumlah sepuluh orang.
Para pelayan yang mendengar pertanyaan tersebut saling melirik. Salah satu dari mereka akhirnya memberanikan diri untuk menjawab. "Nona Kenya masih berada di dalam kamarnya, Tuan... masih memper—"
"Aku di sini," potong gadis dengan rambut sebahu yang sedang berdiri di tengah-tengah tangga berukuran besar yang mengarah pada lantai dua.
Kenya menatap lurus pada papanya. Namun, pandangan itu lebih tepatnya jatuh pada seorang wanita yang berdiri mendampingi papanya—terlebih saat ekor matanya menangkap tangan wanita itu yang melingkari lengan kekar milik papanya.
Robert yang melihat putri semata wayangnya pun tersenyum lebar. Dalam mata hitamnya yang tegas, terbesit rasa rindu yang besar terhadap putrinya.
"Kenya, sayang... Papa kangen sama kamu," lirih Robert. "Kamu nggak mau peluk Papa?" tanyanya melanjutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Attention
Teen FictionDia yang tidak pernah memberikan perhatian terhadap apapun di dalam hidupnya, kini berubah menjadi seseorang yang berhati-hati dan memperhatikan apapun yang terjadi dalam hidupnya. Termasuk memperhatikan orang baru yang masuk ke dalam kehidupannya d...