I'am not bodyguard

148 3 0
                                    

Asyik! Akhirnya, aku bisa merasakan lagi kebahagiaan semacam ini. Bisa bertahan nggak ya semua keceriaan ini? Jarang-jarang, aku bisa bahagia seperti ini. Apalagi jika salah satu sahabatku, Vera, si gokil berambut pirang itu, tahu aku lagi bahagia, pasti dia akan tertawa terpingkal-pingkal. Vera memang sudah tahu tabiat anehku satu ini, yaitu aku dengan tiba-tiba mengalami kegembiraan yang meluap-luap dengan alasan yang selalu sama. Vera sering mengatakan padaku bahwa kegembiraanku yang tiba-tiba ini adalah penyakit akut yang akan membawaku pada kesedihan untuk 2 hari ke depan. Kalau dipikir-pikir benar juga kata Vera, tapi kali ini aku tak ingin kehilangan kebahagiaan ini, tak ingin.

"Kamu yakin banget dengan perasaanmu kali ini?" tanya Vera ragu-ragu. Kulirik Vera sekilas dan kuperlihatkan padanya secuil kertas yang berisi sederet angka, tepatnya nomor ponsel.

"Tentu! Aku serius, Ver," jawabku singkat. Kulipat kertas kecil itu dan kumasukkan ke dalam saku bajuku. Vera masih menatapku dengan pandangan yang tidak meyakinkan.

"Ver, ayolah! Support me! Kamu tidak suka apa kalau kali ini aku benar-benar bisa bangkit dari masa laluku?"

"Well, we will see!" jawab Vera singkat sambil menepuk bahuku pelan. Aku menjadi gamang dengan jawaban Vera barusan. Ah, peduli amat! kali ini tidak akan sama dengan waktu-waktu sebelumnya. Memang sih, banyak cowok yang berusaha untuk menjadi pacarku. Anehnya, aku sama sekali tidak tertarik pada mereka, apalagi memahami mereka sedikit saja. Saat mereka menyatakan cintanya kepadaku, aku tidak merasakan ada sesuatu yang istimewa bahkan menyentuh hatiku. Beberapa dari sahabat dekatku mengatakan bahwa aku orang yang terlalu selektif memilih cowok. Beberapa yang lainnya sering menimpali bahwa aku suka cowok yang di atas rata-rata. Ampun deh, di atas rata-rata yang seperti apa? Donny yang tergolong cakep saja aku tidak tertarik sama sekali, apalagi Dio, si jago basket yang sering nampang di majalah sekolah, huh ... tidak ada yang membuat hatiku bergetar.

"Desti ... Desti!" teriak Vera menggemparkan suasana sepanjang lorong kelas IPA2. Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke belakang, menyaksikan Vera yang bersusah payah mengangkat pahanya saat berjalan. Maklum Vera adalah cewek tambun yang berambut pirang. Meskipun Vera tambun, tapi dia sudah memiliki cowok yang selalu setia menemani Vera kemana saja dan setia mengingatkan Vera untuk tidak makan ice cream coklat lebih dari 1 batang sehari. Kadang-kadang, aku sempat merasa iri dengan Vera. Dia cewek tambun, tapi punya pasangan yang benar-benar setia, sedangkan aku yang masih tergolong ideal, sangat susah sekali mendapatkan cowok. Oh my God, apa yang salah denganku? Aku masih belum puas dengan lamunanku, tiba-tiba Vera sudah berada di depanku. Ia menyenggol lenganku dan menyodorkan sebuah undangan kecil bersampul amplop pink. Dalam benakku, jangan-jangan ini undangan ulang tahun atau party, seperti desas desus yang kudengar beberapa hari lalu. Secepat kilat hatiku menjadi hopeless. Amplop pink itu terus menggodaku untuk segera membukanya.

"Jangan lupa datang ya! Awas akalau nggak datang!" kata Vera dengan nada mengancam. Betapa kagetnya aku karena dugaanku benar, undangan ulang tahun. Ulang tahun Ivan. Perasaanku tiba-tiba menjadi gundah gulana, semua perasaan seolah-olah bercampur menjadi satu. Bagaimana mungkin aku datang ke ulang tahun Ivan. Pikiranku terbang ke beberapa waktu sebelumnya. Apabila ada acara ulang tahun, maka biasanya teman-teman akan membawa pacar mereka masing-masing. Aduh! Bagaimana dengan aku? Siapa yang bakal menemani aku di acara ulang tahun ini.

"Des, ajak si dia ya? Cowok yang sedang kamu incar alias gebetan kamu! Okay?" Vera menimpali dengan menyenggol lenganku sekali lagi. Rasanya geregetan sekali ... Vera menggoda atau menghina nih?

"Ver, bagaimana ini?" belum selesai aku bertanya, Vera telah say goodbye denganku. Tangannya tiba-tiba penuh semangat melambai ke arahku. Yah, pantas saja Vera pergi dengan tiba-tiba. Ternyata cowoknya sudah menunggu di ujung dengan mimik muka tak sabar.

Kumpulan Cerpen RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang