Kita nggak bisa balik ke masa lalu, tapi kita bisa selalu memulai lagi, sekarang!
~ Miss Move On versi bulletproof ~
(*)
Aruba sesak. Salah satu restoran ala Mexico di Pasaraya yang lebih mirip beach box ini emang nggak terlalu gede, apalagi ada sekitar tiga ratusan yang dateng dan bikin makin sesak. Kayak gini aja cuma sebagian yang diundang, cuma satu angkatan sama mantan OSIS, pun nggak dateng semua, lah coba kalau full? Sebenernya gue agak males, apalagi pas tahu tempatnya di sini, makin-makin deh. Mana parkirannya nggak enak, udah gitu Irgi tadi parkirnya di Blok M, jadi aja kan gue jalan jauh. Untung pakai sneakers.
"Mau aku ambilin minum?" tawar Irgi yang nggak terlalu gue perhatiin, soalnya mata gue masih jelalatan nyari geng gue. Kalau Astri, mungkin sibuk mondar-mandir ya, karena dia kan panitia. Kalau Mia?
"Bri!"
Nah, panjang umur deh tuh orang. Senyum gue langsung mengembang lebar pas ngelihat Mia lagi lambai-lambai persis orang terdampar di pulau terpencil yang lihat kapal lewat. Body-nya yang nggak terlalu tinggi hampir nggak kelihatan, ketutup crowd. Untung suaranya cempreng kayak tukang parkir, jadi gue masih bisa denger vokalnya yang sukses nembus musik latar dan cekikikan para alumnus 48 Jakarta.
"Hei, ya ampun apa kabar lo? Ih, Bri, badan lo kok segini-segini aja sih?" sapa Mia begitu kita ketemu, terus cipika cipiki, terus pelukan. Khas banget cewek-cewek yang obsessed sama penampilan.
"Iya dong! Gue! Lo aja lemak dipelihara," ledek gue sambil menowel perut Mia yang mulai kelihatan numpuk apalagi pakai t-shirt gitu. "Banyakan mabok lo ya sampai gendut gini."
Yang gue ledek merengut, tapi cuma bentar karena setelahnya dia ikutan ketawa. Begitu mulutnya ketutup, baru deh dia ngeh sama sosok di samping gue.
"Eh, Kak Irgi. Kurusan, ih sekarang. Eh, wait! Kalian ...," tegur Mia sambil matanya melirik gantian ke gue, terus Irgi, terus ke gue lagi.
"Kita kenapa?" potong gue belagak bloon sama maksudnya. Di sebelah gue, agak ke belakang sedikit, Irgi cuma senyum-senyum, ciri khas dia banget.
"Iya, kita dateng bareng tadi," jawabnya sopan, kharismatik. "Eh, ini aku mau ambil minum. Kamu mau apa, Bi? Mia udah? Atau mau diambilin sekalian?"
"Nggak usah, Kak! Aku udah abis malahan," tolak sahabat gue dari kelas satu itu. Ditatapnya Irgi penuh kagum, karena dari dulu Mia ini pendukungnya Irgi. Di saat gue sama Astri mengelu-elukan Bimo yang kelihatan keren kalau ditonton dari pinggir lapangan, Mia memuja Irgi yang kelihatan manis kalau jidatnya kerut-kerut karena ngitung limit fungsi. Awalnya gue pikir aneh, tapi harus gue akui, gara-gara Mia gue jadi sadar sama keistimewaan Irgi.
"Lo balikan sama dia?" todong Mia begitu Irgi udah pergi ke bar buat pesan minum. Gue cuma cengar-cengir. Senang aja bikin Miss Kepo satu ini gedhek. Makin Mia kesel, makin deh gue seneng. Apalagi lagu yang tadinya dari music player terus ganti sama akustikan ini enak banget. Kayaknya ada yang live mainin chord-nya Let it go punya James Bay deh. Kepala gue sampai ditabok Mia, saking gue manggut-manggut doang ngikutin musik dan bukannya memuaskan rasa penasarannya.
Pas gue mau protes sama kelakuannya yang anarki, mendadak musik berhenti. Ganti lagu dan ... hey, gue tahu nih lagu ini.
"Nyewa band mana sih?" tanya gue yang mulai nikmatin petikan gitar yang hampir kalah sama suara banyak orang.
"Katanya sih Barasuara. Tapi kok lagunya gini, ya?" komentar Mia yang ikut-ikutan fokus dengerin live acoustic di lantai satu, yang kedengran sampai tempat kita di lounge lantai dua.