Kepada dirimu yang kuharap ada disini
Karena mungkin hujan telah berbisik sore itu
Padaku yang menanti kedatanganmu dibawah payung kelabu
Bagiamana mungkin aku beranjak pergi
Sedang kau uap yang mengembun di jendela kamarku, dan urung tak kusapu
Bagaimana mungkin aku menyudahi penantian ini
Sedangkan kau tangan yang menaungi lebih dari gedung
Tapi barangkali aku telah keliru
Karena hujan sore berdusta padaku
Tidak jua hari itu, pun dengan hari ini
Yang kupandangi hanya jari kakiku yang mulai mengigil terantuk butir air
Kau bukan lagi uap yang mengembun di jendela kamarku
Kau yang bayangmu menguap di sudut mataku
Kau jeda diantara mimpi dan sudut kota ini
Barangkali aku keliru
Di persimpangan jalan itu, bibirku mengecap kelu
Tak kujumpai bahkan sekedar bayangmu
Seribu tahun aku berdiri di sini
Dipelataran, menggenggam payung dengan warna yang sama
Ditelan riuh lalu lalang segala rupa
Dan kau tak juga nampak diujung sana
Apa aku telah keliru
Menunggumu, sedang kau bukan kereta yang melintas dijalurku
Apa aku yang keliru
Mengira aku menjadi tempat pemberhentianmu
Dan barangkali aku memang keliru
Karena hujan sore itu berdusta padaku
Tak kujumpai kokoh pundak yang melebihimu
Tapi butir yang menetes dari ujung daun payung ini
Mencoba memarahi hujan dan mengirim pesan
Tak ada dirimu di ujung jalan
Tak ada dirimu dalam penantian
Meski payung mengusam ditelan waktu
Ketiadaan ini menamai diri sebagai pengecut
Dan aku telah keliru, berulang kali
Tanpa pernah aku tahu
H.K.P
Purwokerto, Rabu, 15 Juni 2017
24.08 wib
YOU ARE READING
Hening Cipta
ПоэзияSejenak diam, untuk menyilahkan hati berbicara. Hari bisa saja berlalu dengan segala macam suara Namun ada banyak hal yang hanya bisa terungkap lewat kata Deret huruf memang tak berbunyi Tak bernada Namun bercerita....