moon 🌙

10 3 1
                                    

"Berhenti, Jay! Apa kau tidak lelah berlari terus?" Ucap seorang gadis yang sedang mengejarku. "Tidak! Aku tidak akan lelah jika yang mengejarku adalah kau, Rin! Hahaha."

Kami terus berlari disebuah taman di pinggir kota. Taman ini adalah tempat favorit kami. Karena disini tempat kami bertemu, tempat aku menyatakan perasaanku, dan tempat kami mengukir berbagai kenangan.

Setelah lama kejar-kejaran, akhirnya kami lelah dan memutuskan untuk berhenti di sebuah pohon dan duduk saling membelakangi dibawah pohon tersebut.

"Rin, sebentar lagi langit akan gelap. Apa yang kau pikirkan saat malam tiba?" Aku mengeluarkan pertanyaan yang terlintas begitu saja di pikiranku.

"Hm, aku memikirkan diriku. Aku merasakan diriku seperti bulan. Bulan yang menerima cahaya dari matahari untuk menerangkan malam, dan kaulah matahari itu, Jay." Aku mengerutkan keningku saat mendengar peryataannya, "Aku? Mengapa aku? Beritahu aku alasannya."

"Karena kaulah yang memberi pengaruh dalam hidupku, memberi cahaya untuk jalanku, dan menerangi hari-hariku." Rin tertawa kecil setelah mengatakan itu, aku pun ikut tertawa dan tersenyum sangat senang.

.
.
.
.

Kejadian setahun yang lalu itu terus-menerus ada di pikiranku saat menyusuri lorong rumah sakit sambil membawa seikat bunga mawar putih kesukaannya, hingga aku berhenti di depan salah satu pintu yg bertuliskan 'Ny. Rin Cinthya'. Kubuka pintu tersebut dan menampakkan seorang gadis dengan selang infus ditangannya yang sedang memandang keluar jendela dengan ditemani oleh seorang pria. Itu adalah Rin dan David.

"Rin Cinthya~" Ia tersenyum dengan bibir pucatnya saat aku menyapanya. Aku berjalan kearahnya, menaruh bunga yang kubawa diatas meja dan duduk dipinggir kasurnya. Sesuatu menyita perhatianku, sesuatu yg digenggam oleh Rin. Itu adalah bola dengan bulan didalamnya, pemberianku saat ulang tahunnya 6 bulan yang lalu.

"Kau benar-benar terus menggenggamnya, ya? Kak David, apa dia sudah makan? Dan apa kau sudah istirahat? Jangan sampai kau juga sakit," ucapku dengan kekehan kecil.

"Kau tau, Jay? Dia tidak pernah melepaskan bola itu dari tangannya. Ia sudah makan lumayan banyak tadi dan juga sudah minum obat. Aku juga beristirahat dengan cukup walaupun badanku sedikit sakit karena tidur disofa, habisnya dia tidak ingin berbagi tempat tidurnya denganku." Kami semua tertawa mendengar ucapan kak David.

"Jay, aku mau pergi ke suatu tempat" ucap Rin sambil menarik-narik lengan bajuku.

"Mau kemana, sih, sayang? Kamu kan belum boleh kemana-mana, masih harus banyak istirahat" ujar ku, kuusap pucuk kepalanya lembut.

"Ayolah, sebentar saja. Biasanya kau selalu menuruti keinginanku" Rin menundukkan kepalanya tanpa melepas tangannya dari lengan bajuku.

"Aku janji akan mengantarmu kemana pun dan menuruti semua keinginanmu. Tetapi, kau harus sembuh, ya?" Tanganku menyentuh kedua pipinya dan menaikkan kepalanya.

Mata kami pun bertemu dan dapat ku lihat dengan jelas kekecewaan diwajahnya.

Namun, tiba-tiba Rin terbatuk-batuk dan menutupi mulut dengan tangannya.

Aku dan kak David pun panik dan saat ia membuka tangannya, terdapat darah segar yang keluar dari mulutnya. Kak David hendak memanggil dokter, namun tangan pucatnya ditahan oleh Rin. "Tolong jangan panggil dokter, aku ingin pergi ketaman dan menghirup udara segar. Dokter tidak akan mengizinkan ku jika tahu hal ini. Aku mohon."

Aku dan kak David termangu mendengar penuturan gadis itu. Kami jadi tidak tega melihat matanya yang berbinar cerah itu, lalu kemudian kami menuruti permintaannya. "Huh, baiklah. Tetapi jangan lama-lama, ya? Kau harus kembali lagi kesini dengan selamat, dan juga aku akan mengantarmu bersama Jimin." Rin pun mengangguk dan tersenyum gembira mendengar izin dari kakaknya.

mix UpWhere stories live. Discover now