Dua.

34 3 0
                                    

Belum sempat diriku kembali, seseorang itu perlahan datang lagi. Seseorang yang sempat memilih untuk pergi dari pada tinggal. Pikiranku menolak kedatangannya, tetapi tidak hatiku. Hatiku masih menginginkannya. Sungguh masih melekat, seseorang itu masih mempunyai magnet yang sangat kuat. Aku tidak bisa menolak bahwa memang diriku masih menginginkannya.

Sampai pada akhirnya dia meraih tanganku kembali, menyatakan segala hal yang membuatnya memilih untuk pergi, dan aku sampai di mana aku dapat meraihnya dan aku memiliki kembali raga-nya utuh, bukan hanya raga-nya, tetapi hatinya.

Hari hari ku kembali indah sangat indah, sosok seorang yang aku anggap sempurna. Dia kembali memegang tanganku, sentuhan hangat yang sempat hilang ia berikan lagi , tatapan mata yang indah selalu di tunjukkan kepadaku, pelukan yang hangat membuatku sangat nyaman berada di sampingnya.

Seseorang yang selalu menuruti semua egoku. Tidak pernah mengeluh, selalu mempunyai tingkah yang lucu aneh agar aku tertawa untuknya. Seseorang yang bisa membuatku menangis seharian karena menahan rindu. Laki laki itu sangat sempurna. Entahlah mengapa diriku menganggapnya begitu, mungkin karena diriku sudah terlalu jatuh hati. Jatuh sejatuh jatuhnya.

Hari demi hari aku lewati, sampai berganti bulan. Tidak terasa bahwa bulan suda berganti tahun.

Masa itu adalah masa paling sulit, masa aku rapuh serapuhnya. Bagaimana tidak? Seseorang itu memilih untuk pergi lagi. Setelah beberapa tahun lamanya dia hadir di kehidupanku, mengisi hari hariku, menghiasi canda tawaku, menjadi setengah diriku. Tetapi dia? Memilih untuk meninggalkanku. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya ada di pikirannya.

Sungguh ini membuat ku rapuh, sebagian diriku seperti hilang. Dia datang membawa rasa-nya tetapi pergi meninggalkan kenangan. Aku tegar untuk perpisahan tetapi aku terlalu rapuh untuk kenangan. Seseorang yang aku percaya, aku sempat menjadi genggaman tangannya. Aku masih merasakannya, erat sekali mungkin aku terlalu senang sampai aku tidak tersadar bahwa genggamannya tak lagi kuat, perlahan mulai melepaskan sampai akhirnya aku sadar bahwa genggamannya suda terlepas.

Huhhh... Tidak pernah terfikir sekalipun di benakku, kalau dia akan mengambil keputusan seperti ini. Aku takut jika perlahan sudah ada yang menggantikan posisiku. Aku takut jika ada yang merasakan genggaman eratnya selain diriku. Aku takut jika terjerat dalam kenangan indah bersamanya. Aku takut tidak bisa lagi berkunjung ke tempat tempat indah yang dulu pernah kita kunjungi.

Otakku berfikir untuk melupakan, mengikhlaskan, merelakan. Tetapi hatiku? Oh sungguh berat untuk melakukannya. Tidak sanggup? Benar benar tidak sanggup. Aku tidak sanggup menahan rindu sendirian. Hatiku sangat rapuh.

My memoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang