BAB II : MY HEART KEEPS DAG DIG DUG

303 29 1
                                    

HALLEN POV

Begitu sampai rumah, aku langsung masuk ke dalam dan mencari keberadaan bunda. Aku ingin memastikan sesuatu, karena meskipun namanya sama, siapa tahu hanya kebetulan saja. Nama itu tidak hanya satu-satunya di dunia ini.

"Ndaaaaa, bundaaaaa!" teriakku memanggil bunda sambil terus mempercepat langkahku ke Gazebo belakang, tadi kata pak Dodo bunda ada di sana.

"Ada apa sih dek, dateng-dateng kok langsung teriak-teriak gitu?" tanya bunda yang sedang sibuk dengan buku di depannya.

"Hehe iya maaf bun!"

Aku melepas sepatuku dan tas ransel kemudian mencium pipi Belle gemas. Dia tidak protes hanya menatapku tajam kemudian kembali fokus ke buku yang tadi dibacanya.

"Bundaaa!" panggilku manja sambil duduk di samping bunda dan menyandarkan kepalaku di bahunya. Bunda menutup buku, kemudian membelai lembut rambutku.

"Bunda jangan dielus dulu kepalaku!" protesku membuat Bunda menatapku aneh.

"Eh tumben?"

"Iya, kan Hallen mau cerita dulu, nanti kalo dielus bunda yang ada nggak jadi cerita malah tidur!"

"Hehe kamu ini, lagian gampang banget tidur kalo dielus kepalanya!"

"Iya sih nda, eh astaga Hallen lupa!" aku menepuk jidatku begitu ingat apa yang ingin aku tanyakan ke bunda.

"Ada apa?"

"Nda, nama lengkap mas Gavin itu Gavin Arianto kan nda?" tanyaku dan entah kenapa seketika aku merasakan tubuh bunda menegang. Aku langsung duduk tegap dan menatap bunda meneliti. Raut wajah bunda berubah aneh, ada apa ya?

"Nda?" panggilku lagi saat melihat bunda sepertinya ngelamun.

"Eh iya sayang, ada apa kok tumben tanya gitu?" tanya bunda balik.

"Jadi gini nda, tadi itu Hallen-Kay-Tito telat di matkul pak Johan..."

"Kok bisa telat?" potong bunda.

"Ih bunda bentar, Hallen lagi cerita nih jangan dipotong dulu!" gerutuku kesal.

"Iya-iya maaf, terusin!"

"Kan Hallen lagi mau banget makan nasgor Kuta, makannya Hallen ajak Kay-Tito. Trus antri banget, makannya kita sampe telat nyampek kampus. Tapi Hallen sih nyantai, kan pak Johana udah sobih banget sama Hallen. Kay dorong Hallen buat masuk duluan, pas kita masuk, Hallen ngomong dong alesan Hallen telat sambil bercanda gitu bun. Eh nggak taunya, pak Johan yang pas itu nulis di papan langsung noleh dan pak Johan jadi berubah cakep banget bun, tinggi besar, gagah, ganteng, keren, macho..."

"STOP!" potong Belle langsung membuatku menoleh menatapnya aneh.

"Bunda Belle ke kamar, bunda kalo panas telinganya masuk kamar juga aja bun!" kata Belle yang langsung meninggalkan kami. Aku menatapnya aneh, kemudian kembali menatap bunda.

"Nda, telinga bunda sakit ya? Udah ke dokter? Kok bisa sampai panas? Ayah tau? Tapi kok ayah masih tetep kerja dan nggak bawa bunda kedokter?" tanyaku khawatir kalau bunda kenapa-kenapa.

"Stop sayang, bunda nggak papa serius!"

"Trus kenapa tadi adek bilang bunda telinganya panas?" tanyaku bingung. Apa ada yang ditutupin sama bunda?

"Nggak papa lupain aja, lanjut ceritanya!"

Aku mengangguk dan kembali bercerita dengan semangat. "Trus Hallen disuruh keluar nda.."

"Karena adek telat?" aku mengangguk.

"Sebelum Hallen keluar, Hallen tanya dulu namanya. Dan bunda tebak siapa namanya?" tanyaku ke bunda. Pasti bunda nggak akan bisa menebak.

PILIHAN CINTAWhere stories live. Discover now