PART III

15.7K 601 0
                                    


TIGA

"Deven, lo ke mana sih? Lama banget astagah." Varo menggerutu seraya menarik-narik rambutnya, meluapkan kekesalan atas apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Apalagi kepalanya yang kembali pening akibat dari minuman alkohol yang ia konsumsi beberapa jam yang lalu. Sedari tadi kedua mata Varo yang memerah menatap lekat sosok Maurel yang belum kunjung sadarkan diri.

BRAK

Sedang hanyut meneliti wajah Maurel yang pucat, Varo dikejutkan oleh suara pintu yang dibuka secara kasar dari luar. "Deven!" pekik Varo melihat sahabatnya yang ia tunggu-tunggu sedari tadi akhirnya sudah berada di hadapannya dengan napas yang memburu.

Varo bangkit berdiri menghampiri Deven yang tak menyahuti panggilannya, Deven justru memandang Maurel dengan pandangan nanar. Kedua pasang mata Deven tak henti memandangi gadis yang ia cinta, gadis yang saat ini sedang terbaring di atas lantai dingin dengan mata tertutup dan kondisi pakaian yang acak-acakan. Tak jauh dari posisi Maurel, terdapat bercakan darah yang sudah agak mengering, tanpa diberitahu pun Deven sangat paham apa yang sudah terjadi beberapa jam yang lalu.

Sesak, itulah yang Deven rasakan setelah melihat orang yang ia cintai dalam keadaan seperti itu, ada rasa sakit yang menghantam dadanya saat ia kembali merapalkan kata-kata yang terus berputar di dalam otaknya setelah melihat kondisi gadis polos yang sudah menjadi pengisi hatinya itu.

Gue gagal ngelindungin perempuan yang gue cintai. Perempuan yang sangat berarti bagi hidup gue. Gue harus melihat keadaan dia yang sama sekali gak terbayangkan. Gue bodoh, gue gagal, dan gue gak bisa jaga diri dia seperti janji gue.

Ya! Kata-kata itu yang sekarang sedang memenuhi kepala Deven, Deven merasa gagal menjaga Maurel. Deven telah kecolongan, selama ini ia selalu waspada dan melindungi Maurel. Deven tak mau Maurel tergores oleh apapun, bahkan Deven tak akan membiarkan Maurel tergores oleh ujung pencil tumpu sekalipun. Tetapi saat ini Maurel bukan hanya tergores melainkan dihancurkan berkeping-keping. Deven menyesal mengabaikan kata hatinya.

Deven mengalihkan perhatian dari Maurel untuk melirik Varo yang masih terdiam di tempatnya berdiri. Deven menatap Varo sangat tajam, sehingga siapa saja yang melihatnya akan ketakutan dibuatnya. Begitu juga dengan Varo, bulu kuduknya meremang melihat tatapan yang Deven berikan.

"Dev, gue gak sengaja nyentuh dia---" Varo mencoba menjelaskan.

BUGH

Namun semua penjelasan yang akan diberikan oleh Varo harus ia telan mentah-mentah karena pukulan tiba-tiba yang ia dapatkan dari Deven, tubuh Varo terjungkal ke belakang menabrak meja panjang setelah menerima bogeman dari tangan sahabatnya. Varo yang tak mengerti pun hanya menatap heran Deven tanpa niat membalas pukulan Deven, pemuda itu hanya memegangi pipinya dan merintih pelan.

"DIA SALAH APA NJENG? KENAPA LO LAKUIN HAL KEJI INI KE DIA? JAWAB SET-AN!" bentak Deven kalap dengan napasnya yang memburu, wajahnya yang putih memerah, dan rahangnya mengeras menandakan jika pemuda itu benar-benar sedang dalam keadaan emosi yang menggebu-gebu.

"Gue gak sadar, Dev. Gue khilaf," jawab Varo dengan gugup. "Gue juga gak ngerti apa yang udah gue lakuin, gue juga bingung, gue---"

"Lo adalah cowok terbrengsek yang pernah gue temuin, Var. Gue malu punya sahabat kaya lo!" sentak Deven penuh penekanan.

"Untuk saat ini lo bebas dari maut, Var. Tapi besok jangan harap lo lewat dengan keadaan utuh di hadapan gue." Deven menghampiri Maurel yang masih belum ada tanda-tanda ingin membuka mata. Sebelum mengangkat tubuh lemah Maurel, Deven menghembuskan napas mengatur emosi yang kembali ingin menguasainya setelah melihat kondisi Maurel lebih dekat. Maurel terlihat sangat menyedihkan.

-1 MARRIED BY ACCIDENT [ REPOST ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang