01. Demo

712 91 20
                                    

Hari ini adalah hari ketiga sekaligus hari terakhir dimana Demo berjalan. Sebagian Mahasiswa dari berbagai Universitas berkumpul disini untuk menyuarakan pendapatnya.

Mark—Mahasiswa Fakultas Hukum yang biasanya menjadi kaum rebahan kini ikut turun ke jalanan untuk menyuarakan pendapatnya. Ini, pertama kalinya Mark ikut demo. Itupun karena ajakan Hendery—teman sekelasnya.

"Kami disini berdiri untuk keadilan! Nyawa di balas dengan nyawa..."

Suara riuh tepuk tangan terdengar saling bersahutan saat gadis itu mulai berbicara.

Pandangar Mark tertuju pada seorang gadis yang kini berdiri dihadapannya. Berdiri diatas sebuah kursi dengan sebuah speaker ditangannya. Suaranya begitu lantang membuat siapapun merinding mendengarnya.

Gadis itu memakai baju merah, celana jeans putih dan sepatu yang senada dengan bajunya. Rambut yang di kuncir satu, menambah pesona gadis itu.

Gadis itu menggunakan almamater yang sama Mark. Gadis yang sama pula, yang Mark temui di parkiran—yang motornya terparkir disebelah motor Mark.

"Gas air mata! Gas air mata!" Teriak salah satu dari mereka.

Semua orang berlari. Menghindari semprotan gas air mata.

"Sini, gue bantuin turun."

Mark meraih pinggang gadis itu, membantunya untuk turun. Saat berlari, Mark tak melepaskan rengkuhannya pada gadis itu. Menjadikan tubuhnya sebagai tameng gadis itu. Mark semakin mengeratkan pelukannya saat semua orang berdesakan. Agar gadis itu tidak terjatuh atau terluka.

"Pegangan," ucap Mark.

Gadis itu menurut, memasukan tangannya kedalam almamater Mark, dan merengkuh pinggang Mark.

Saat kondisi mulai tenang, mereka berhenti. Dilihatnya kondisi sekitar yang sama dengan mereka. Saling menyelamatkan satu sama lain, tanpa peduli kenal atau tidak. Karena saat mereka turun kejalanan, mereka semua adalah satu.

"Lo gapapa?" Tanya Mark.

Gadis itu mengangguk.

"Gue mau balik kedepan lagi. Btw, thank's ya."

Kondisi memang sudah mulai aman. Beberapa dari mereka juga mulai kembali kedepan.

"Iya," Mark mengamati punggung gadis itu yang perlahan menjauh.

Mark hendak mengikuti langkah gadis itu. Tapi suara Hendery mengentikan langkahnya.

"Mark! Mau kemana lo?"

"Gue—"

"Udah, ayo ikut gue. Jangan sampai misah." Hedery menarik tangan Mark, mengajaknya berkumpul bersama yang lainnya.

Mata Mark masih menatap gadis itu. Dan kini, gadis itu kembali naik ke kursi untuk melakukan orasinya. Satu hal yang Mark pikirkan. Luar biasa.

***

Jam sudah menunjukan pukul dua siang. Beberapa dari mereka duduk untuk beristirahat. Ada sukarelawan yang memberikan makanan untuk para Mahasiswa. Dan ada juga yang sudah mempersiapkannya dari organisasinya sendiri.

Gadis berbaju merah itu menenteng dua buah kantong kresek besar berisi nasi kotak. Bersama dengan salah satu temannya, dia membagikan makanan tersebut.

"Ayo, makan dulu."

Semua nasi kotak sudah habis terbagi. Tersisa satu kotak untuk gadis itu.

Saat gadis itu hendak duduk untuk makan bersama teman-temannya, pandangan matanya tiba-tiba tertuju kepada seorang laki-laki tua penjual balon. Ditengah keramaian demo beberapa hari ini, pastinya pekerjaan Bapak itu terganggu.

MARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang