Move on.

80 7 6
                                    

"So, kita berakhir saja."

Oke. Jennie tenang.

"Baik, kau makhluk bumi yang tidak beruntung. Lihat saja nanti, apa yang aku bawa dari planet yang aku temui."

"Ck, ya.. terserah apa katamu, Pengkhayal. Haha"

Sial! Dia meremehkanku! Ah seringaiannya lucu sekali.

OKE FOKUS!

Lupakan makhluk seperti dia, kuharap alien yang aku temui nanti tidak mabuk setelah putus denganku.

Jennie, namaku. Seseorang yang dipanggil pengkhayal oleh makhluk bumi aneh tadi. Aku seorang astronot—walaupun sebenarnya aku belum pernah keluar dari planet ini dan yang tadi itu, Ben. Makhluk—oke mantan pacarku. Aku tak mau memperjelas lagi , yang lalu biarlah berlalu.

Tapi akan kuceritakan mengapa dia ingin putus denganku.

Mhm, sebelumnya kami baik-baik saja. Bahkan sangat bahagia dari yang anak sd yang sedang marak-maraknya dipanggil mami-papi.

Hubungan kami sudah berjalan 5 bulan. Tepat saat memasuki bulan ke-6, aku mengatakan bahwa aku bertekad untuk menjalankan misiku mencari planet baru.

"Hah?" Ben menatapku heran. Dahinya yang berkerut seksi itu–oke maksudku aneh itu terlihat sangat jelas. "Kau mau aku menunggumu dengan harapan sia-sia?"

Lihatkan? Dia lupa mukjizat Tuhan adalah magis terbaik.

"Lalu kau betah di dunia yang sumpek ini? Ck, masih untung ada yang mau berkorban waktu dan nyawa untuk ribuan manusia di sini."

Ben menghela napas, ia menggigit dalam bibir bawahnya. "Oke, lakukan sesukamu. Tapi aku tak bisa." Ia mengangkat tangannya, menyerah.

Lalu.. ya itu yang terjadi akhirnya.

Waktu habis untuk menceritakannya. Lebih baik aku pindah ke khayalanku yang segera kugapai.

***

"Aku harap ada kritik dan saran dari presentasi ini." Pak Rudie menatap bergantian pada tiga orang di hadapannya.

BRAAK!

Aku masuk dengan wajah tanpa dosa andalanku. Pak Rudie sudah biasa menanggapi keterlambatanku, mungkin dia menyerah menasihatiku berkali-kali.

"Maafkan aku, tadi ada masalah kecil."

"Jika itu masalah kecil, kau dapat menyelesaikannya dalam waktu 1 menit, bukan begitu Jennie manis?" Pak Rudie tersenyum dengan mata yang tetap menatapku malas.

Rasanya ingin kudatangi rumah orangtuanya, lalu kusarankan untuk menghapus huruf I diantara namanya. Agar namanya menjadi Rude. Bukan Rudie. Ugh!

Oke, Jennie tenang. (2)

"Siap, Pak." Aku bergegas duduk di sebelah rekanku.

"Jangan ulangi lagi Jenn, bisa saja nanti kau tidak dapat meraih impianmu."

"Iya, Kak Matthew." Aku mengangguk. "Sebenarnya ini presentasi-"

"Baik, saya akan memberi kritik. Tolong jangan ada yang mengobrol." Aku menoleh dengan cepat ke arah depanku, laki-laki itu menatapku dan Kak Matthew dengan angkuh. Lihat alis tebalnya itu seperti mengintimidasi. Oke, satu lagi, kloning dari Pak Rudie. Bagus.

Bling-bling, Boom!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang