Sialan. Berani sekali dia masuk dalam rumahku, bahkan bekerja pada keluargaku. Dia menjadi pengawal pribadi di keluarga ini benar-benar sebuah bencana. Kenapa papa dan mama mengijinkan orang yang bertanggung jawab atas kematian Kak Harper mengabdi pada keluarga ini? Dia seharusnya menderita sekarang, dipermalukan, dan tidak memiliki apa-apa. Sial. Sial. Sial.
Air masih terus mengucur dari shower kamar mandiku dan jatuh menimpa kepalaku. Membuatku merasakan sensasi seperti mendapat pijatan di kepala, benar-benar membuatku merasa lebih rileks. Tiba-tiba kurasakan lengan seseorang menahan pinggangku dan mencium tengkuk leherku.
"Hey, sayang. Jangan terlalu stress. Tidak baik untukmu. Biar kubantu dirimu untuk rileks," bisik Bellamy di telingaku. Dia mencium dan menggigit cuping telingaku, membuatku mengerang dan gairahku langsung melonjak.
"Bel, jangan main-main denganku. Aku akan terlambat ke kantor, kecuali kau mau menyelesaikan dengan cepat," aku berkata di sela-sela desahan. Bellamy telah memainkan payudaraku dan membuat putingku mengeras. Aku benar-benar terangsang ketika Bellamy membalikkan tubuhku dan mendorongnya ke dinding ruang showerku.
"Don't worry, baby. You will not last that long. I promise," ucap Bellamy dengan napas terengah dan mulutnya begitu asyik menghisap puting payudaraku. Damn, this man really know how to make me turn on.
"Masukin sekarang, Bel. I need you, babe," aku mengerang lebih menuntut agar Bellamy segera mempenetrasiku. Kulihat penisnya sudah sangat mengeras, kudekap erat kepalanya pada dadaku. Tak ingin dia menyudahi kenikmatan yang kurasakan di wilayah atas tubuhku.
Dengan sigap dan cepat Bellamy memasukkan penisnya yang begitu besar dan keras pada liang vaginaku. Tak peduli berapa kali kami melakukan ini, aku selalu merasa sangat kesakitan saat pertama kali Ia memasukkannya. Spontan suara lenguhan dan rintihan langsung keluar dari tenggorokanku, menggema memenuhi kamar mandiku.
Bellamy selalu seperti ini, begitu aku memintanya dia akan langsung melakukan apa yang kupinta. Dan dia tak pernah bermain lama-lama. Menyelesaikan tugasnya dengan cepat, dan terkadang kasar.
"I'm close, baby. I'm close, Clarke!" seru Bellamy di tengah suara erangan dan bunyi tubuh basah kami yang saling bertabrakan. Ah, lagi-lagi begini. Seringkali permainan ini berakhir dengan dirinya yang mencapai klimaks lebih dahulu dan tak sanggup melanjutkan. Membuatku mau tak mau memalsukan klimaksku juga.
"Bel, jangan keluarkan di dalam. Cabut," aku memekik pada Bellamy yang terlihat enggan melakukan permintaanku. Dia sepertinya masih menikmati penisnya yang mendapat setiap rangsangan tiap kali keluar masuk dalam liang vaginaku.
"Kali ini saja, Clarke. Please," pinta Bellamy tanpa mengurangi kecepatannya. Tak peduli seberapa keras aku mencoba mendorong tubuhnya menjauh, dia jauh lebih kuat dariku.
"No, Bel. Aku gak mau ambil resiko!" aku berseru dan masih berusaha mendorong tubuhnya menjauh agar dia mencabut penisnya dari liang vaginaku. Tubuhku terasa semakin lemas karena aku juga merasa semakin mendekati orgasmeku. Jemari Bellamy kemudian menekan klitorisku, memberiku rangsangan untuk semakin mendekati orgasmeku.
Sialan, aku benar-benar terbawa oleh kenikmatan ini. Kepalaku terlempar ke belakang dan mataku terpejam. Ini benar-benar nikmat, hingga kurasakan penis Bellamy menyemprotkan spermanya di dalam liang vaginaku. Sontak semua kenikmatan yang kurasakan berakhir, tergantikan bayangan lelaki yang selama ini selalu menghantuiku, senyumnya, kemudian cahaya putih yang selalu begitu menyilaukan, dan sebuah kotak berlumuran darah.
Aku berteriak sekeras mungkin, dan berusaha berontak. Namun percuma, Bellamy sudah terlanjur mengeluarkan spermanya di dalam liang vaginaku. Aku yakin saat ini benih-benihnya sedang berenang dan berlomba membuahi sel telur dalam rahimku. Aku menangis dan mendorong Bellamy sekuat mungkin. Bellamy yang telah mencapai klimaksnya, aku yakin juga menjadi lebih lemas sehingga kali ini dia terjatuh.
Kakiku langsung membawaku keluar dari bilik shower, tanganku meraih handuk. Segera kulilitkan jubah handukku dan berjalan ke arah ranjang. Aku terduduk di tepi ranjang, air mata masih terus mengalir membasahi pipiku.
"Clarke," kudengar suara Bellamy memanggilku. Dia terlihat sangat rileks saat berjongkok di hadapanku. "Apa tidak boleh mengeluarkan sperma aku di dalam rahim kamu? Aku kekasih kamu kan?" Bellamy bertanya padaku dengan bodohnya. "Hanya karena hal sekecil itu kamu sampai menangis seperti ini? Ayolah, Clarke."
"Bel, kalau aku bilang tidak artinya tidak. Kamu harusnya bisa menghargai dan menghormati keputusan aku. Ini tubuh aku, aku gak mau hamil. Aku gak siap, Bel!"
"Jangan berlebihan, Clarke. Kita sama-sama tahu kamu selalu mengkonsumsi pil kontrasepsi. Tidak akan ada apa pun yang terjadi. Kamu gak akan hamil!"
"Tapi aku gak suka, Bel. Aku sudah berkali-kali bilang pakai kondom kalau kamu mau keluar di dalam. Aku gak suka ambil resiko sedikit pun! Dan, perlu kamu ingat aku bukan hanya kekasih kamu. Aku juga bos kamu! Kamu harusnya menuruti perintah aku!" bentakku pada Bellamy. Dia benar-benar membuatku naik pitam.
Plakk...
Pipi kiriku terasa panas, sontak tangan kiriku langsung meraba pipiku.
"Jaga mulut kamu. Aku ini laki-laki. Aku juga punya harga diri, Clarke. Aku kekasih kamu, aku bisa lakukan apa saja yang aku mau sama kamu. Kamu seharusnya merasa beruntung aku masih mau menerima kamu, bahkan setelah aku tahu kalau kamu tidak lebih dari bekas pengawal yang lain. Pikirkan baik-baik kelakuan kamu! Sekarang, aku tunggu di luar kamar kamu, segera ganti pakaian. Kamu sudah terlambat."
Sejenak kemudian kudengar pintu kamarku ditutup dengan kasar. Tubuhku bergetar hebat menahan setiap amarah dan rasa sakit di hatiku. Kuambil napas dalam berusaha menenangkan diri. Aku tidak boleh menangis. Aku harus kuat, aku harus kuat.
Kulangkahkan kakiku menuju ruang pakaian yang terhubung dengan kamar tidurku. Aku segera berganti pakaian, kemudian menuju ke meja rias yang ada di dalam ruang pakaian. Kuamati bayanganku sendiri di depan cermin, terlihat bekas tamparan Bellamy di pipi kiriku. Aku harus segera menutupnya dengan make up.
Aku merasa hari ini benar-benar menjadi hari yang tidak menyenangkan bagiku. Sejak pagi, moodku sudah kacau. Pertama, bertemu dengan Lexa, kemudian papa dan mama memarahiku, dan sekarang Bellamy juga ikut marah padaku. Sial. Sial. Semua ini gara-gara perempuan itu. Lexa. Sialan. Akan kupastikan hidupnya menderita di dalam mansion ini. Tidak akan kubiarkan dia tinggal dengan nyaman dan hidup enak seperti pekerja yang lain di mansion ini. Tidak akan kubiarkan dia lolos begitu saja.
Aku harus mencari cara untuk membuatnya terlihat buruk di mata papa dan mama. Aku harus tahu bagaimana nasib karir militernya setelah dia gagal menyelamatkan Kak Harper, latar belakang keluarganya, rekam jejak karirnya, semua tentangnya aku harus tahu.
Sebaiknya aku segera menyewa personal investigator untuk mengetahui semua tentangnya. Semua tentang Alexandra Wood. Entah mengapa aku merasa namanya tak asing di telingaku, namun tetap saja aku tak pernah bisa memanggil ingatan apa pun tentang dia.
*****************
PENTING!!
Cerita ini sudah selesai atau tamat, dan telah diterbitkan dalam bentuk ebook. Bila kalian tertarik untuk membaca versi lengkapnya, bisa membeli ebook ini melalui Inbox, DM Instagram, atau melalui account resmi Relex Imagi.
Salam,
LoChHart
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Princess (COMPLETED)
Fanfic[Masuk dalam daftar bacaan Raibow Pride LGBTQ+ Indonesia] --- Highest #1 in girlxgirl --- --- Highest #2 in lesbian --- --- Highest #2 in au --- --- Highest #2 in yuri --- --- Highest #7 in LGBT --- Mengapa jantungku berdebar saat mata kami beradu? ...