Di Paris ini ada satu bistro kecil tidak terkenal yang menjadi kesukaan Tara karena mereka menyajikan masakan Indonesia, khususnya sate kambing kesukaannya. Bistro itu terletak di sebuah jalan kecil yang agak sepi dan lumayan jauh dari pusat kota. Tidak banyak orang yang tahu keberadaan bistro itu kecuali beberapa orang yang menjadi langgangan tetapnya, seperti Tara. Selain ibunya, satu-satunya yang dirindukan Tara dari Indonesia adalah makanannya. Bukannya Tara pemilih soal makanan, tapi kadang-kadang ia bosan dengan makanan Prancis dan sate kambing yang sederhana itu bisa menjadi semacam kemewahan baginya.
Lain halnya dengan Sebastien. Laki-laki itu tidak terlalu suka sate kambing atau masakan Indonesia. Singkatnya, ia tidak terlalu suka makanan lain selain makanan Eropa. Sewaktu membiarkan Tara memilih, ia tahu benar Tara akan memilih bistro ini karena gadis itu penggemar berat sate kambing. Tidak apa-apa. Kali ini Sebastien mengalah. Ia lebih suka melihat Tara Dupont yang sibuk makan sate kambing dengan gembira daripada Tara Dupont yangpura-pura tidak mengenal dirinya. Karena itu Sebastien harus puas dengan nasi goreng yang dipesannya. Setidaknya makanan itu kelihatannya lumayan.
"Jadi," kata Tara dengan mulut yang masih agak penuh. Ia mengunyah sebentar, menelan, lalu melanjutkan, "Ke mana saja kau seminggu terakhir ini? Kalau kau masih ingat, waktu itu kau janji mau menjemputku di bandara. Kau tahu berapa lama aku menunggu? Kalau tidak bisa menjemput, kau kan bisa menelepon? Bukankah itu salah satu alasanmu membeli ponsel? Untuk menelepon?"
Sebastien tidak segera menjawab. Ia menahan senyum dan berusaha meyakinkan dirinya sendiri sekali lagi bahwa ia lebih suka Tara Dupont yang cerewet daripada Tara Dupont yang pura-pura tidak mengenalnya.
"Aku tahu apa yang sedang kaupikirkan. Jangan coba-coba mengataiku cerewet," ancam Tara sambil meraih setusuk sate lagi dan menatap Sebastien dengan mata disipitkan.
Mereka berdua sudah berteman sejak Tara pindah ke Paris. Mereka bertemu untuk pertama kalinya ketika Sebastien diajak menghadiri pesta pembukaan restoran baru ayah Tara di Quartier Latin. Sebastien pernah mengaku pada Tara bahwa pada awalnya ia berpikir gadis itu anak angkat karena Tara berbeda sekali dengan ayahnya. Ayah Tara, Monsieur4 Dupont, adalah tipikal orang Eropa, jangkung, tampan, dengan rambut cokelat terang, hidung mancung, mata kelabu, dan kulit putih pucat, sedangkan putrinya, Tara Dupont, memiliki ciri-ciri dominan orang Asia, dengan rambut hitam yang dipotong pendek dan kulit yang putih, tapi tidak pucat. Sebenarnya kalau diperhatikan dengan saksama, Tara juga memiliki mata kelabu dan hidung mancung seperti ayahnya. Begitu pula dengan tinggi badannya yang melebihi rata-rata tinggi badan orang Asia. Gabungan antara unsur Timur dan Barat membuat Tara Dupont memiliki wajah yang unik, menarik, dan tidak mudah dilupakan.
Pada awalnya Sebastien tidak terlalu peduli pada Tara karena menganggap gadis itu hanya orang asing yang belum bisa berbahasa Prancis, tapi ia salah. Bahasa Prancis Tara tanpa cela dan Sebastien langsung kagum, apalagi setelah tahu selain bahasa Prancis dan Indonesia, gadis itu juga menguasai bahasa Inggris. Bahasa Inggris Sebastien yang orang Prancis buruk sekali, sampai-sampai dia malu pada gadis Asia ini. Sebastien kemudian menganggap Tara seperti adiknya sendiri dan mereka berdua sangat cocok. Mungkin karena mereka punya kesamaan nasib. Mereka berdua anak tunggal, orangtua mereka sudah bercerai walaupun masih berhubungan baik, dan mereka tinggal bersama ayah mereka.
"Halo? Kau mau mulai menjelaskan sekarang atau mau menunggu sampai salju turun?"
Sebastien mengangkat wajah dan mendapati Tara sedang menatapnya dengan alis terangkat.
"Baiklah, aku minta maaf," kata Sebasiten hati-hati dan menyunggingkan senyum seribu watt-nya. "Aku minta maaf karena tidak bisa menjemputmu di bandara. Aku juga minta maaf karena tidak menghubungimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN IN LOVE
RomanceJALANAN sepi. Langit gelap. Angin musim gugur bertiup kencang. Ia merapatkan jaket yang dikenakannya, namun tubuhnya tetap saja menggigil. Bukan karena angin, karena saat ini ia sama sekali tidak bisa merasakan apa pun. Sepertinya saraf-sarafnya sud...