Tara memaksakan seulas senyum dan menyambut uluran tangan Tatsuya. "Halo," sapa Tara pendek. Seperti yang sudah dikatakannya tadi, ia tidak berniat berbasa-basi.
"Panggil aku Tatsuya saja," kata Tatsuya. Ia tersenyum lebar, sambil sedikit membungkuk, sama sekali tidak menyadari suasana hati Tara. "Senang berkenalan denganmu, Tara."
Alis Tara terangkat sedikit. Koreksi, nilai Tatsuya Fujisawa baru saja naik menjadi delapan. Ia suka cara pria itu mengucapkan namanya. Orang Prancis melafalkan huruf "r" dengan cara yang berbeda dengan orang Indonesia, karena itu nama Tara selalu terdengar aneh kalau diucapkan dalam lafal Prancis. Selama ini hanya keluarganya yang di Indonesia yang bisa mengucapkan namanya dengan tepat. Sekarang pria Jepang yang berdiri di hadapannya ini memanggilnya dengan cara yang membuatnya merasa nyaman.
Sementara Sebastien dan Tatsuya bertukar sapa, Tara terus memutar otak mencari tahu apa yang membuat Tatsuya Fujisawa terasa tidak asing, tapi tetap tidak mendapat jawaban. Tara tidak suka merasa penasaran. Ia tidak boleh penasaran karena rasa penasaran itu akan terus menggerogotinya seperti lubang di gigi yang bisa membuat seluruh badan ikut sakit. Dan pada pertemuan pertama saja Tatsuya Fujisawa sudah membuat Tara Dupont penasaran setengah mati.
"Kuharap aku tidak mengganggu acara kalian," kata Tatsuya, membuyarkan lamunan Tara.
"Tidak, tidak," sahut Sebastien cepat, sebelum Tara sempat bereaksi. "Kau tidak tersesat kan? Bistro ini memang agak terpencil."
Tatsuya menggeleng. "Sopir taksiku hebat," katanya sambil tersenyum lebar.
"Duduklah. Kau sudah makan?" lanjut Sebastien. "Kuharap kau tidak keberatan makan makanan Indonesia. Tara ini penggemar fanatik sate kambing."
"Oh ya?" tanya Tatsuya sambil melepaskan jaket cokelatnya dan menyampirkannya ke sandaran kursi. "Aku bersedia mencoba makanan apa pun. Aku bukan orang yang pemilih soal makanan."
Tara tersenyum acuh tak acuh, namun membuat catatan dalam hati. Koreksi lagi, nilai Tatsuya Fujisawa naik menjadi delapan setengah. Katanya tadi ia tidak memilih-milih kalau menyangkut makanan. Sikap yang disenangi Tara.
"Dia juga penyiar radio," Sebastian melanjutkan, seolah sedang membanggakan anak kesayangan. Tiba-tiba Sebastien menjentikkan jari dan menatap Tara. "Kalian punya acara yang membacakan surat-surat dari pendengar, kan?" tanyanya.
Tara tidak menyahut, hanya mengerjapkan matanya dan mengangguk acuh tak acuh.
Sebastien menoleh ke arah Tatsuya dan menepuk bahu temannya. "Dengar, bukankah kau punya cerita bagus? Kau bisa menulis surat ke acara itu."
Tatsuya tertawa kecil dan menggeleng-geleng.
"Apa? Cerita apa?" tanya Tara. Oke, Sebastien berhasil membangkitkan rasa penasarannya. Ia menumpukan kedua tangan di meja dan mencondongkan tubuh ke depan.
"Dia belum menjelaskan detail ceritanya, tapi tadi ketika dia meneleponku, katanya dia bertemu gadis Prancis yang membuatnya terpesona," sahut Sebastien. "Begitu datang dari Jepang langsung tertarik dengan gadis Prancis. Hebat sekali."
Tatsuya tersenyum malu. "Dia melebih-lebihkan," katanya pada Tara. "Aku tidak bilang begitu."
"Jangan hiraukan Sebastien," sahut Tara tanpa memandang Sebastien. "Kalau kau punya cerita menarik, silakan tulis surat ke acara kami. Siapa tahu kami akan membacakannya saat siaran."
"Akan kupikirkan," kata Tatsuya.
Tiba-tiba Tara merogoh tas tangannya dan mengeluarkan ponsel. Ia menatap benda itu sejenak, lalu berkata kepada kedua laki-laki di hadapannya itu dengan nada menyesal, "Maaf, aku tidak bisa tinggal lebih lama. Ada urusan mendadak. Aku harus pulang sekarang."
"Kenapa buru-buru?" tanya Sebastien bingung. Untuk sesaat tadi ia pikir Tara sudah tidak kesal, tapi kenapa gadis itu harus berpura-pura mendapat pesan tentang urusan mendadak?
Tara mengenakan kembali jaket dan syalnya sambil berkata, "Aku akan meneleponmu lagi nanti, Sebastien." Ia menoleh ke arah Tatsuya, mengulurkan tangan dan tersenyum singkat. "Senang berkenalan denganmu. Aku minta maaf karena tidak bisa mengobrol lebih lama. Mungkin lain kali."
Tatsuya menyambut uluran tangannya dan tersenyum. "Tidak apa-apa. Sampai jumpa."
"Sampai jumpa." Tara merangkul Sebastien dan menempelkan pipinya di pipi Sebastien dengan cepat, setelah itu ia melambai kepada Tatsuya dan keluar dari restoran.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN IN LOVE
RomanceJALANAN sepi. Langit gelap. Angin musim gugur bertiup kencang. Ia merapatkan jaket yang dikenakannya, namun tubuhnya tetap saja menggigil. Bukan karena angin, karena saat ini ia sama sekali tidak bisa merasakan apa pun. Sepertinya saraf-sarafnya sud...