Alfarana 25 -Keinginan Menjauh-
***
Entah sudah berapa air mata yang keluar. Rana pun tak menghitungnya. Ia hanya ingi menumpahkan segalanya. Rasa sakitnya. Rasa kecewanya. Dan ... Rasa kehilangannya.
"Udah, Rana. Jangan nangis lagi. Cowok kayak gitu nggak usah ditangisin. Enak banget sih dia nerima air mata dari kamu," kata Citra yang terus berusaha membuat Rana lebih baik.
Tapi, menghilangkan perasaan disakiti itu tidak mudah. Ada usaha yang terus ia lakukan. Dan, ada sikap yang terus ingin menjauh. Walau hatinya tidak mau.
"Aku salah apa, Cit? Alfa tega banget kayak gini ke aku," lirih Rana.
"Kamu nggak salah, Rana. Alfa yang salah. Linda yang salah. Coba aja Linda nggak kecentilan, coba aja Alfa nggak gampang tergoda sama si Mak Lampir itu. Pasti semuanya baik-baik aja," cerocos Linda. Betapa ia menggebu sekali menyalahkan Alfa dan Linda. Dari awal memang Citra tidak suka dengan Alfa, tapi ia berusaha menerima Alfa hanya demi Rana. Jika ia tahu akhirnya akan begini, maka ia akan menjaga Rana agar tidak dekat lagi dengan Alfa.
"Seharusnya aku nggak sayang sama dia," kata Rana lagi.
"Jangan salahin perasaan kamu. Dia nggak bisa milih. Semua bisa mengalir gitu aja," kata Citra.
Citra benar, nggak ada yang salah. Nggak ada yang benar. Tidak baik kalau saling menyalahkan.
"Nih, tisu. Aku gak suka lihat air mata kamu," kata Citra sambil mengambil tisu dari tasnya.
"Makasih," balas Rana.
Perasaan Rana sudah lebih baik. Dia harus bisa mengikhlaskan. Memang sulit, tapi hanya itu yang bisa ia lakukan untuk melepaskan orang yang disayanginya.
Selang beberapa menit setelah itu, ponsel Rana bergetar. Rasanya ia ingin sekali tidak mengangkat telfon itu. Tapi dia tidak bisa.
"Cit, gimana, nih? Kak Fakhri nelfon aku. Kalau dia tahu aku abis nangis, yanh ada dia makin protektif sama aku." Rana terlihat gelisah. Bagaimana caranya agar ia tidak ketahuan oleh Fakhri?
"Ya biarin aja dia tau, biar tau rasa aja si Alfa," balas Citra.
"Bukan itu masalahnya. Aku cuma nggak mau memperbesar masalah ini. Dari suaraku aja udah ketahuan kalau aku habis nangis," kata Rana. Fakhri terus saja menelfonnya. Seperti tau kalau Rana tidak berada dalam keadaan yang baik-baik saja. Kadang, feeling Fakhri memang benar.
"Ya udah, siniin. Biar aku aja yang angkat," seru Citra. Ia tidak bisa melihat Rana dalam keadaan susah begini. Walaupun sebenarnya ia malas menyembunyikan kesedihan Rana pada Fakhri. Seharusnya biar saja Fakhri mengetahui sikap Alfa pada adiknya itu.
"Hallo, Kak?" jawab Citra. Ia berusaha tenang.
"Loh? Cit? Kok kamu yang angkat, Rana ke mana?"
"Rana lagi ngerjain tugas, Kak. Dia lupa gitu semalamnya, padahal tugasnya dikumpul hari ini. Jadi dia ngebut nyalin tugas."
Citra terpaksa berbohong.
"Oh, yaudah kalau memang Rana nggak kenapa-napa."
"Emang kenapa?"
Citra memicingkan matanya menatap Rana, berharap Rana berubah pikiran.
"Nggak, kok. Cuma mastiin Rana baik-baik aja. Daritadi mikirin Rana terus. Beneran dia baik-baik aja, kan?"
"Iya, Kak. Rana baik-baik aja. Jangan khawatir."
Ahh, lagi-lagi Citra harus berbohong.
"Oh iya, jangan biarin Rana dekat-dekat sama Alfa. Awas aja kalau Alfa berani lagi ke Rana."
KAMU SEDANG MEMBACA
🍋 ALFARANA (END) 🍋
Fiksi RemajaMy Possessive Boyfriend #3 Alfa gemar bermain badminton. Tapi semenjak datang ke rumah Fakhri, Alfa malah menyukai Rana. Sekarang hobby Alfa adalah bermain badminton dan berkunjung ke rumah Fakhri. Hanya untuk bertemu Rana. ❤❤❤ Alfa sejak dulu menyu...