Malam menjadi pendengar yang baik, sementara bintang dan bulan membantu sebagai penerangan aku menatapnya. Udara nya dingin membut tulang rusuk linu untuk terus terduduk di balkon kamar.
Syeka belum juga lelah untuk memandangi langit yang terhampar banyak bintang. Ia pernah berpikir bahwa salah satu bintang disana itu pasti ada Mamahnya, satu-satunya Mamah yang ia cintai. Bahkan belum pernah ia lihat dengan nyata bagaimana wajahnya atau sedikit saja perhatian yang diberikan untuknya.
Tapi dengan mengingat satu tahun silam, ia tahu bahwa Mamahnya benar-benar mencintainya."Loh Syeka, kamu belum tidur Nak?"
Ucap lelaki paruh baya yang baru saja memasuki kamar Syeka."Belum Pah"
"Cepat masuk ke kamar, lalu tidur ya"
"Iya Pah" Syeka menurut, kemudian menutup pintu balkon dan berbaring di kasurnya.
Syeka menatap plafon yang bercat putih, ia melihat jelas kerutan dan kantung mata yang tercetak jelas dari raut wajah Papahnya tadi. Papahnya bukan tidak menyayangi atau mencintainya, bahkan Syeka tau Papahnya lebih mencintainya dari dirinya sendiri. Tapi, Papah hanya tidak tahu dan tidak mengerti bagaimana memperlakukan anak gadisnya ini. Ia bahkan selalu kaku berhadapan dengan anaknya.
Syeka pun memejamkan mata dan langsung terlelap dialam bawah sadar.
**
Minggu pagi sudah menjadi kebiasaan mereka berkumpul bersama dirumah salah satu diantara mereka. Dan sekarang mereka sudah berada di rumah Anna.
"Syeka jangan ngelamun deh, pohon mangga depan rumah gua angker lu" Anna memasuki kamarnya dengan membawa beberapa cemilan.
"Iya bener tuh pasti kalo angker banyak penunggunya" Alda menimpali dengan mengambil satu bungkus chiki kesukaannya.
"Iya termasuknya elu" Jawab Sita yang berbaring didekat Syeka.
"Yakali setannya juga takut kali sama dia duluan, bacotnya kaya petasan pasar malem" Anna menyela ditengah-tengah Syeka dan Sita.
Alda tidak menjawab, ia lebih memilih asik dengan makanan sendiri yang berada ditangannya dibanding harus menjawab terus menerus tidak akan habis sampai lebaran monyet juga.
"Syeka...." Panggil Anna dengan lirih.
"Hmmm?" Syeka hanya bergumam sebagai jawaban.
"Lu masih kepikiran soal Demma ya?" Tanya Anna dengan hati-hati sambil menatap lekat Syeka.
Syeka hanya membuang nafasnya secara perlahan, seperti sedang menanggung beban seberat dosanya, kemudian tersenyum lemah. Bukan Syeka seperti biasanya.
"Gapapa kok, gua coba lupain dia. Pasti bisa kan?" Dan sekarang Syeka memaksakan senyumnya lebih lebar hingga terlihat deretan giginya.
"Pasti dong!" Ucap Alda semangat empat lima sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
"Oh iya, tapi lu disekolah belum coba nemuin dia gitu?" Anna masih saja bertanya dengan sangat hati-hati, mungkin takut menyinggung sesuatu yang sedang ditahan Syeka.
Hening, Syeka tidak menjawabnya.
Selama beberapa lama kemudian dia menghebuskan nafasnya kembali, seperti ada yang tertahan didalam nafasnya."Udah lumayan sering kalau ketemu, tapi ya gitu dia selalu anggep gua orang asing. Mungkin dia masih marah kali, atau bahkan benci" Bibir Syeka membentuk garis lurus.
"M...maaf Syeka" Ucap Anna dengan nada lirih.
"Iya gapapa kok haha, udah ah gausah galau gua lagi gak niat" Syeka tersenyum tulus. Tadinya ia berbaring kemudian duduk hingga membentuk persegi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinai Syeka
Teen FictionLelaki itu tidak pernah mengatakan rahasianya padaku, termasuk perasaannya. Dia seakan batu, tidak ingin terkikis oleh air hujan, tetap teguh pada pendiriannya. Walaupun akhirnya, tidak bisa di hindari bahwa cepat atau lambat pasti batu itu sendiri...