-TIGAPULUHTUJUH-

912 55 5
                                    

Ridho menahan Yuda menyakiti tangannya sendiri dengan meninju tembok. Sudah kelima kalinya Yuda melampiaskan amarahnya pada dinding tak bersalah ketika dia tidak bisa mencegah Raisa dan kehilangannya. Rio sudah berusaha mencari dan menyuruh Bela menelpon tapi Raisa masih belum ditemukan.

"Ta-di Pak Bibo bilang dia min-ta izin pulang," jelas Bela dengan napas tergesa-gesa menghampiri mereka.

Drtt.

Yuda mendapat panggilan dari nomor tidak dikenal. Setelah mengabaikannya, Ridho merebut ponsel dari tangan Yuda ketika panggilan tersambung kembali.

"Siapa tau Raisa, ah?" harap Ridho mendial nomor. "Hallo."

"Yuda, ini gue Gina sahabatnya Angel. Gue cu--"

"Gina? Sahabat Angel?" potong Ridho, "lo kenal Yuda?"

Yuda merebut kembali ponselnya, dia sedikit menjauh dari mereka.

"Ada apa?"

Gina terdengar mengembus napasnya berulang kali sebelum menyahut.

"Angel kecelakaan kemaren malem saat lo ninggalin dia. Sekarang dia lagi kritis. Gue--" Gina menahan tangisnya, "gue harap lo bisa ke sini. Mungkin Angel mau bangun kalau lo yang nyuruh."

Yuda kalang kabut mengajak Ridho untuk ikut bersamanya ke rumah sakit. Bagaimanapun mereka bertiga dulu sangat dekat. Rio mencoba menahan amukan Bela karena merasa mengabaikan keadaan Raisa dan lebih mementingkan Angel. Bela sendiri begitu marah terhadap Ridho ketika mengetahui kebohongan mereka menjadikan Raisa sebagai permainan tapi Rio segera menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Kinta tampak bersalah menyeret langkahnya menghampiri mereka. Semua salah dia dan perkataan Raisa kemarin malam semakin membuatnya merasa bersalah.

"Kin gue berterima kasih sama lo karna lo gue tau kebenarannya. Lo sahabat gue, Kin makasih udah mau nyelamatin gue dari Yuda. Masalah Aldin, gue minta maaf. Dia enggak baik buat lo, ada Rio yang bisa nerima lo apa adanya, Kin. Ya gue tau dia keliatan dingin tapi Kin enggak salah kalau lo coba buka hati buat dia. Oh ya, soal rekaman ini jangan lo kasih tau sama Bela ama Arifah ya, biar gue yang urus ini. Sekali lagi thanks lo udah jadi sahabat yang terbaik buat gue."

Terdengar sarkas memang tapi Kinta menangkap ketulusan dalam kalimat yang dilontarkan Raisa. Sekarang Kinta benar-benar menyesali perbuatannya membongkar kejahatan Yuda yang sebenarnya sudah berubah.

"Kenapa lo ke sini, puas lo?!" usir Arifah mendorong tubuh Kinta, Rio menangkapnya.

"Lo nggak apa-apa?" Kinta mengangguk. "Sekarang mending kita jangan saling berantem, ah? Ini nggak sepenuhnya salah Kinta, gue sama yang lain yang lebih berhak disalahin," tutur Rio menyentil sesuatu dalam diri Kinta. Benar kata Raisa, hanya saja dia yang terlalu buta oleh pembalasan dendam hingga tidak melihat seseorang yang sebulan ini berada di sampingnya, Rio.

"Gue punya ide, kita bolos aja, nyusul Raisa?"

"Oke, gue mau, Bel tapi gimana caranya?"

"Biar gue yang urus," sahut suara serak yang menghampiri mereka, "ayo ikut gue."

Keempatnya mengikuti Atha untuk bolos tanpa sepengetahuan satpam. Mereka sudah mewanti teman sekelas agar tidak memberitahu kalau mereka hadir ke sekolah. Ada perwakilan yang mengurusnya saat guru mengabsen nama mereka.

"Ke rumahnya aja dulu," usul Bela mendapat persetujuan, Rio melajukan mobilnya ke rumah Raisa. Sepengetahuan Bela hari ini orang tua Raisa tidak di rumah karena pekerjaan, sedangkan Fairuz sibuk fitting baju dengan Clara. Jadi mereka bisa memastikan sendiri dengan bertandang ke rumah yang hanya ada satpam dan asisten rumah tangga.

×××

Yuda segera berlari ke ruangan Angel setelah bertanya pada resepsionis letak ruang inap Angel. Ridho mengikutinya dari belakang dengan langkah besar Yuda menaiki tangga. Selama perjalanan dia menahan diri untuk bertanya mengenai Angel dan Gina. Yuda melajukan motor dengan kecepatan tinggi, Ridho tidak punya kesempatan untuk meminta penjelasan, yang dia tahu kalau Angel sekarang lagi kritis karena kecelakaan.

Gina bangkit ketika Yuda berlari ke arahnya. Dia memperkenalkan diri singkat lantas memberi tahu kondisi terkini Angel yang baru saja dioperasi karena pendarahan otak. Gina yang menunggu Angel sadar selagi orang tuanya mengurus banyak hal.

Yuda mendekat jendela ruang untuk mengintip Angel di dalam sana yang tengah berjuang melawan sakitnya. Setetes airmata lolos dari kelopak matanya, dia merasakan sakit yang sama ketika melihat Angel berbaring di sana. Bagaimanapun hati mereka berdua pernah bersatu dan kecelakaan yang menimpa perempuan lemah itu adalah kesalahannya. Yuda menyalahi dirinya karena membiarkan Angel mengendarai mobil sendirian dalam keadaan hujan lebat ditambah kondisinya yang kacau.

"Yu, lo duduk dulu kita berdoa saja," ucap Ridho mendekatinya setelah mendengar cerita dari Gina mengenai bagaimana Yuda dan Angel bertemu lagi. Jujur, dia juga merasa sedih melihat Angel berbaring dengan banyak alat medis menempel di tubuhnya.

"Angel kuat kok dia pasti bangun."

Angel berputar-putar di tengah hujan layaknya seorang anak kecil senang bermain hujan tanpa takut diserang flu dan demam. Yuda mencoba menghentikan Angel tapi malah Yuda yang ditarik ikut basahan.

"Yu kita taruhan siapa besok yang flu karena hujanan maka dia kalah dan harus naktir makan selama sebulan. Setuju?"

Yuda menolak, mencoba membawa Angel masuk ke dalam rumah tapi Angel kembali berlari merentangkan tangannya. Bersenandung kencang di bawah guyuran hujan, Yuda pasrah membiarkan Angel bermain hujan selama satu jam.

Esoknya Yuda kalah karena dialah yang terserang flu. Yuda harus menerima kekalahannya dengan menaktir Angel dan Ridho selama sebulan penuh.

"Bangun, Ngel. Kita taruhan, kalau lo bangun cepet lo boleh minta apa saja dari gue dan Ridho," gumam Yuda menatap kosong lantai rumah sakit.

Yuda kembali mengenang masa lalu mereka. Angel selalu menantang mereka untuk taruhan dan dia juga yang sering menang dalam permainan itu. Yuda sengaja mengalah untuk membuat Angel senang. Karena itu, selepas mereka putus sikap Yuda berubah, dia memainkan taruhan seenaknya. Buruknya, taruhan mendapat perempuan pun termasuk dalam permainan kesukaannya.

"Yu, gue ke kantin dulu ya." Yuda membalasnya dengan anggukan, terlalu lemah untuk sekadar menyahut.

"Lo mau beli apa, Gin? Sekalian gue mau beli minum atau lo mau ikut?"

Gina tampak berpikir. "Gue ikut aja," balasnya membiarkan Yuda sendiri depan ruang Angel dirawat.

Angel gue harap saat lo bangun, Yuda mau maafin dan nerima lo lagi. Gue dan Om Doli sayang lo, Angel. Kami rela lakuin apa pun buat kebahagiaan lo, lo cepet bangun ya Ngel.-- Bisik Gina dalam hati menyeret langkahnya ke kantin rumah sakit bersama Ridho.

Yuda mondar-mandir melihat kondisi Angel, merapalkan doanya berharap Angel segera sadar.

"Bangun, Ngel, gue nggak mau kehilangan lo," lirihnya bersandar pada jendela, "gue sayang lo."

22 Juli 2017

Rasa Untuk RaisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang