chapter 15

344 35 0
                                    

Lee berdiri kaku di depan sebuah bidang datar berbentuk persegi. Benda itu memantulkan bayangan dirinya mulai dari kepala sampai separuh tubuhnya. Lee masih sama seperti kemarin dan hari-hari sebelumnya. Hanya ada sedikit perubahan pada fisiknya. Pipinya agak tirus beberapa hari belakangan. Tubuh yang juga kehilangan satu atau dua kilo bobotnya. Ya, akhir-akhir ini ia makan tidak teratur dan mengabaikan sarapan pagi semenjak mamanya tiada.

Setelah berpikir panjang dan cukup lama, Lee telah memutuskan sesuatu yang besar dalam hidupnya. Meski dari dulu ia benci untuk melakukannya, tapi, wasiat mama tidak boleh diabaikan begitu saja. Lee akan datang ke kantor besok pagi dan menempati posisi yang sejak lama menantinya. Ia akan bekerja sebagai mana mestinya.

Lee tahu, menjalankan sebuah perusahaan tidak mudah. Terlebih lagi ia sama sekali belum pernah terjun ke dunia bisnis. Ia tak memiliki pengalaman secuilpun di bidang itu. Sebagian hatinya tidak yakin jika ia bisa bertahan di sana. Dan sebagian lagi mendorongnya untuk tinggal di sana dan meraih segalanya, apa yang diimpikan sebagian orang. Menjadi pemilik sebuah perusahaan adalah cita-cita sebagian besar orang bukan?

Tapi, Lee tidak bisa datang ke kantor dengan penampilan seperti ini. Rambut yang dicat warna merah dan sepasang anting magnet di kedua telinganya. Ia sadar sepenuhnya jika ia bukan seorang artis atau pemain drama. Dan penampilannya yang sekarang pasti akan menimbulkan kontroversi di perusahaan. Sudah tiba saatnya untuk berubah dan menjadi dewasa.

"Kamu yakin mau merubah warna rambut lagi?" Sang pemilik salon, Theo, datang dan menegur Lee yang sedang berdiri tertegun di depan cermin. Sebelum datang ke sana, Lee sudah memberi tahu Theo tentang rencananya dan untungnya pria itu bersedia menangani Lee secara langsung. Lee tidak suka menunggu dan ia lebih memilih membayar lebih mahal ketimbang antri di sofa tunggu bersama wanita-wanita berumur. Karena ia pernah punya pengalaman yang tidak menyenangkan saat antri di salon seperti itu. "duduklah." Theo menepuk pundak Lee pelan.

Lee menurut. Ia duduk di kursi pelanggan seperti arahan Theo. Si pemilik salon itu tampak menatap ke arah Lee dengan pandangan penuh tanda tanya. Pria berumur 30 tahun itu sedikit berbeda dari penampilannya terakhir kali Lee berkunjung ke sana untuk mengecat rambutnya. Wajahnya sedikit berubah dari sebelumnya terutama hidung dan bibirnya. Hidungnya tampak lebih tinggi, mancung. Dan bibirnya lebih tipis. Secara keseluruhan ia mirip bintang Kpop, hanya saja gerak geriknya sedikit feminin. Mungkin jenis kelaminnya perlu dipertanyakan ulang.

"Ya," sahut Lee tegas. Ia memperhatikan dengan seksama Theo dari pantulan cermin yang terpasang di depannya. Cowok itu mulai menerka-nerka bagian tubuh Theo yang telah tersentuh pisau bedah. Kabar terakhir yang ia dengar tentang Theo, pria itu baru saja pulang dari negeri ginseng. Apa lagi kalau bukan melakukan permak wajah. Tak seperti Lee yang sudah tampan sejak lahir, ia tak perlu melakukan operasi plastik untuk bagian manapun dari tubuhnya. Meski ia memiliki mata yang tak begitu lebar, Lee tidak pernah mempermasalahkannya.

"Mau ganti warna apa?" tanya Theo seraya mencengkeram kedua pundak Lee. Tatapan matanya tidak lepas dari wajah Lee. Terkesan menggoda.

Lee mendengus. Ia mulai risih mendapat perlakuan seperti itu dari Theo. Pikirannya mulai diselubungi hal-hal negatif tentang Theo. Meski ia sudah lama mengenal pria itu, tapi, ia tidak terlalu tahu tentang kepribadiannya.

"Hitam aja," jawab Lee. Semakin cepat ia dilayani akan lebih baik dan ia bisa pergi jauh-jauh dari tempat itu. Mungkin ia akan mencari salon lain setelah ini jika ia ingin memangkas rambut atau mengubah penampilan.

"Yakin?" tanya Theo sembari meremas pundak Lee. "sayang lho. Padahal kamu cocok dengan warna rambut itu," ucapnya. Ia mengedipkan sebelah matanya. Seolah memiliki maksud tertentu yang Lee sendiri enggan untuk mencari tahu artinya.

Lee menggeram. Kedua tangannya mengepal. Bagaimana kalau ia menghajar pria itu sampai wajahnya babak belur? Biar hidung mancungnya rusak dan bibir tipisnya itu berdarah-darah. Ia pantas diberi pelajaran. Memangnya dia pikir berurusan dengan siapa?

"Om Theo! Ada telepon!"

Teriakan dari balik meja kasir berhasil menghentikan pikiran jahat Lee. Untung saja wanita itu memanggil Theo dan membuat Lee mengurungkan niatnya. Jika saja ia tidak berteriak memanggil Theo, pasti Lee sudah menghajarnya habis-habisan. Mungkin isi salon ini hancur berantakan tak bersisa. Dan Lee akan berakhir di balik jeruji besi.

"Oh." Theo menoleh mendengar namanya dipanggil. "sebentar ya, Lee." Pria itu meninggalkan Lee setelahnya usai menepuk pundak cowok itu.

Huh. Lee melemaskan kembali jari jemarinya sembari menata emosi. Mencoba meredam amarah yang mulai naik ke kepalanya tadi.

"Ah, telepon nggak penting." Theo tiba-tiba datang dan mendengus dengan kasar. Ia mengeluh dalam gumaman pelan. Wajahnya menunjukkan jika ia sedang tidak senang usai mendapat telepon. Tapi, begitu mendekat ke tempat Lee duduk, ia segera mengembangkan senyum. Cepat sekali ia mengubah suasana hatinya.

"Maaf, ya, agak lama," ucap Theo sembari mengedipkan sebelah matanya. Lagi-lagi ia meletakkan kedua tangannya di atas bahu Lee. Membuat cowok itu merasa jijik.

"Bisa lebih cepat nggak? Aku sedang buru-buru," ucap Lee dengan cepat. Ia sudah tidak sabar ingin segera angkat kaki dari tempat itu.

"Baiklah," balas Theo sembari melepaskan pundak Lee. "kamu ada janji dengan seseorang?"

"Ya." Lee menyahut dengan sigap. "tunanganku. Kamu tahu, dia orang yang sangat pencemburu dan pemarah." Entah dari mana kalimat itu muncul tiba-tiba. Sebuah ide gila untuk menciptakan seorang tunangan fiktif dalam pikirannya hanya untuk membohongi Theo. Rasanya pria itu pantas mendapatkan kebohongan semacam itu. Agar ia mengurungkan pikiran negatifnya terhadap Lee.

"Wow, benarkah?" tanya Theo. Agak terkejut. Ekspresi wajahnya sudah berubah lagi.

"Benar." Lee mengangguk mantap. "dia itu paling nggak suka kalau aku terlambat menjemputnya. Dia bisa marah seharian meski aku hanya terlambat semenit. Tapi, aku sangat...sangat mencintainya." Lee agak menekan suaranya untuk melengkapi kebohongannya. Rupanya ia memiliki bakat terpendam untuk menjadi seorang pembohong licik.

"Oh." Theo menggumam pendek. Pria itu mulai mengerjakan rambut Lee seraya mengobrol dengan pelanggannya itu. "bagaimana gadis itu? Apa dia cantik? Tinggi? Langsing?" Rupanya Theo tertarik dengan cerita bohong yang dikarang Lee.

"Dia seorang gadis yang sempurna," balas Lee menambah deretan kebohongannya. Ia mengulum senyum geli saat melihat ekspresi kecewa yang ditunjukkan Theo.

"Oh, ya?" Theo melirik sekilas ke arah wajah Lee dari pantulan cermin. "sejak kapan kalian jadian? Setahuku kamu nggak pernah punya pacar selama ini."

Oh, jadi karena itu dia mau merayuku? batin Lee kesal. Dasar licik. Mungkin dia mengira Lee sama seperti dirinya. Mengidap kelainan jiwa dalam hal selera memilih pasangan.

"Belum lama," jawab Lee ngawur. Tiba-tiba sekelebat bayangan seorang gadis melintas di kepalanya tanpa diundang. Bukan sosok gadis fiktif yang ia ciptakan untuk menggambarkan pacar barunya. Tapi, gadis itu nyata, bukan fiktif. Danisa!

Damn!

Lee mengumpat kesal dalam hatinya. Sebenarnya ada apa dengan gadis itu? Kenapa ia datang mengunjungi pikirannya di saat ia berusaha membayangkan seorang gadis virtual dalam kepalanya? Gadis miskin itu seolah ingin mengusik pikirannya lagi, padahal sudah seminggu lebih ia tidak berjumpa dengannya.

Bayangan seorang gadis yang berdiri dengan sebelah kaki yang bermain di atas trotoar. Mengenakan atasan pink pucat dan sebuah tas selempang yang tak layak pakai menggantung erat di pundaknya. Pemandangan yang sungguh tak ingin diingatnya.

"Lain kali kamu harus memperkenalkannya padaku. Yeah, mungkin aku bisa menata rambutnya saat kalian menikah nanti," ucap Theo akhirnya. Tampaknya ia sudah mulai bisa menerima kenyataan jika Lee bukan 'calon sasarannya'.

"Pasti," jawab Lee pendek. Setelah susah payah mengusir bayangan Danisa dari pikirannya.

MY ORDINARY GIRL (Sekuel My Arrogant Prince) #Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang